Putra-putri Dayak satu persatu torehkan prestasi membanggakan dan menjadi perhatian di mata dunia. Dua putri cantik dari tanah Dayak meraih prestasi membanggakan bagi bangsa. Medali emas di Seoul, Korea Selatan.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
eQuator.co.id – KALTENG merupakan provinsi yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan. Sumber daya alam (SDA) yang terkandung di dalamnya berlimpah. Salah satunya hutan. Di dalamnya tumbuh aneka ragam nabati yang memiliki berbagai macam manfaat, selain untuk kehidupan sehari-hari juga bermanfaat sebagai obat yang tak banyak diketahui masyarakat secara luas.
Prestasi yang diukir generasi emas di Kalteng membuktikannya. Dua siswi SMAN 2 Kota Palangka Raya berhasil membuktikan kekayaan alam Kalteng. Juga membuktikan bahwa generasi muda Kalteng memiliki kualitas. Bersaing dengan anak-anak dunia. Membawa nama harum Indonesia, terkhusus nama Bumi Tambun Bungai.
Mereka berdua, berhasil meraih Gold Medals pada ajang World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan. Dua siswi ini berhasil mengalihkan perhatian 22 negara dan fokus pada presentasi yang dibeberkan Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri. Keduanya mengenalkan akar bajakah tunggal yang tumbuh di tanah Kalteng, obat tradisional yang mampu sembuhkan tumor ganas yakni kanker payudara.
“Akar bajakah tunggal ini ada di tanah Kalteng, bisa menyembuhkan kanker payudara yang tidak diketahui banyak mayarakat secara luas,” tutur Aysa, membuka pembicaraan saat dibincangi Kalteng Pos, Kamis (1/8).
Hal ini sudah dibuktikan dengan melakukan uji laboratorium di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kota Banjarmasin. Hasil lab membuktikan kandungan akar bajakah antara lain saponin, alkoloid,steroid, terpenoid, flavonoid, tanin, dan phenolic yang dapat menyembuhkan tumor ganas.
“Kandungan dalam akar bajakah tersebut membuktikan bahwa akar bajakah ini dapat menyembuhkan kanker payudara,” kata Aysa.
Kisah awal dua siswi menemukan inovasi ini yakni berawal dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti setiap satu minggu sekali di SMAN 2 Palangka Raya. Siswa yang mengikuti yakni jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dengan tujuan menerapkan ilmu yang dipelajari sehari-hari.
“Waktu itu kami sedang mencari ide, bahan apa yang bisa diteliti untuk ekstrakurikuler, kemudian nenek teman saya terkena kanker payudara dan sembuh dengan mengonsumsi akar bajakah selama tiga bulan,” kata perempuan yang lahir pada 15 Januari 2002 ini.
Mendengar hal itu, membuat anak-anak yang tergabung dalam tim ekstrakulikuler ini mencari tahu. Mencari sampel di Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Menemui nenek pengonsumsi akar bajakah hingga menemui orang-orang pedalaman yang turut mengonsumsi akar bajakah tersebut.
“Orang-orang pedalaman ini meyakinkan bahwa akar bajakah bisa menyembuhkan kanker payudara, banyak orang-orang terdahulu membuktikan,” tegasnya meyakinkan.
Siswa-siswi SMAN 2 yang tergabung dalam tim ini akhirnya mengambil contoh akar dan mengirimkan ke ULM. Terbukti memiliki kandungan berlimpah yang mampu sembuhkan kanker payudara, akhirnya anak-anak ini memproses menjadi bubuk dan dikemas dalam bentuk teh.
“Produk ini kami kemas menjadi produk teh sehingga mengonsumsinya diseduh layaknya minum teh dengan takaran satu gram bubuk akar bajakah dan 500 mili liter air,” ucapnya.
Proses pembuatannya pun sangat mudah. Akar bajakah dikeringkan terlebih dahulu. Dapat secara manual dengan sinar matahari ataupun dikeringkan melalui oven. Selanjutnta ditumbuk menggunakan alat tumbuk manual atau dengan blender.
“Kami menggunakan alat manual karena belum memiliki alat,” singkat gadis berkulit cerah ini.
Penelitian tim ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan. Mereka melakukan uji coba dengan memberikan akar bajakah ini pada tikus putih. Ternyata, selama sekitar dua minggu sel tumor yang ada ada tikus putih menghilang.
“Bahkan tikus tersebut dapat bertumbuh besar dan berkembang biak, sel tumor yang sebelumnya positif menjadi nol sentimeter,” cerita Anggi, yang saat itu juga dibincangi bersama Aysa.
Hasil inilah yang akhirnya dikemas menjadi sebuah karya ilmiah dan mendaftar mengikuti lomba pada ajang Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung. Yang menang atau meraih gold medals akan dikirim ke Korea mewakili Indonesia.
“Di UPI kami mempresentasikan hasil karya ilmiah kami bersamaan dengan beberapa sekolah seluruh Indonesia, jangankan berfikiran untuk lanjut ke Korea, berfikir menang melawan sekolah-sekolah se-Indonesia saja belum tentu,” lanjut perempuan yang lahir di Kota Palangka Raya pada 16 Desember 2002 ini.
Optimis memang. Tetapi, melihat berbagai sekolah se-Indonesia membuat mereka sedikit minder. Tetap semangat dan berdoa yang bisa dilakukan. Memaksa percaya diri dan menampilkan karya terbaik.
“Tak disangka, kami menjadi perhatian dan tidak menyangka di UPI mendapatkan juara dengan meraih medali emas, terbaik se-Indonesia,” kisahnya menyenangkan.
Tidak bangga di sini saja. Mereka harus kembali bertarung melawan 22 negara se-Dunia. Yang awalnya hanya membawa nama Kalteng ditingkat nasional, beban baru di pundak keduanya adalah membawa nama tanah air Indonesia.
“Rasa was-was kembali terasa, malah lebih dari sebelumnya. Lantaran yang kami lawan 22 negara,” sahutnya sembari mempraktekan kekhawatirannya saat itu.
Tapi kembali lagi. Mereka harus memaksakan diri untuk percaya diri. Menampilkan karya terbaik anak bangsa. Mereka ingin membuktikan bahwa anak-anak Kalteng mampu bersaing tingkat internasional. Anak-anak Kalteng dapat dikenal masyarakat dunia.
“Kami hanya menampilkan yang terbaik, kami sudah berusaha. Kami pasrahkan kepada Tuhan, menang atau kalah iti sudah wajar,” ceritanya.
Lagi-lagi, hal mengejutkan mereka rasakan ke dua kalinya. Karya sederhana namun bermanfaat luar biasa ini akhirnya menjadi juara tingkat dunia. Kembali raih medali emas di Seoul, Korea Selatan.
“Tidak menyangka, kami bisa mengalahkan 22 negara. Tapi kami senang karena bisa membuktikan bahwa anak-anak Kalteng bisa berkreasi dan inovasi, mampu bersaing dengan anak-anak di luar Kalteng bahkan di luar negeri,” bebernya.
Kedua siswi SMAN 2 Palangka Raya ini berharap, agar SDA yang ada di tanah Dayak dapat dilestarikan dengan baik. Bila perlu, lanjutnya, dibudidaya dan dikembangkan menjadi obat yang diketahui masyarakat luas.
“Kami inginnya penemuan ini dikembangkan dan bisa diketahui masyarakat luas,” pungkasnya.
Melihat kandungan yang ada di dalam bajakah tunggal ini ternyata selain dapat menyembuhkan kanker tumor juga dapat digunakan untuk mencegah dan menyembuhkan tumor ganas, mengurangi radikal bebas dalam tubuh, menangkal radikal bebas, meningkatkan kesehatan tubuh dan meningkatkan sistem imun. (Kalteng Pos/JPG)