Kisah Cinta Bule Prancis dengan Pria Minang

Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama, Menerima Apa Adanya

BEDA NEGARA. Kebersamaan Clementine Vincent Gustian dengan Danil Gustian usai prosesi akad nikah Februari lalu. Padang Ekspres-JPG

Kecintaannya terhadap keindahan alam dan kebudayaan Minang, menuntun Clementine Vincent Gustian, 20, perempuan cantik kewarganegaraan Perancis, menemukan tambatan hatinya dengan seorang pemuda asal Bungus Teluk Kabung, Padang. Berikut kisah Romeo dan Juliet beda negara ini.

eQuator.co.id – Lelaki yang beruntung itu Danil Gustian. Berusia 24 tahun, sehari-harinya ia bekerja sebagai nelayan dan pembawa boat antarpulau.

Clementine Vincent Gustian yang akrab disapa Clem dan Danil ditemui di salah satu rumah yang dikelilingi hamparan persawahan dan perbukitan di Teluk Kabung Utara, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. Pada Senin pekan lalu (22/7).

Saat itu, rumah itu sedang ramai. Tengah berlangsung prosesi jelang baralek gadang. Sedangkan pesta pernikahan digelar kemarin (28/7).

Clem sudah fasih berbahasa Indonesia ini. Ketika diwawancarai, ia terlihat malu-malu. Sesekali melirik sang suami yang resmi menikahinya pada Februari 2019 lalu.

“Saya pertama kali datang ke Indonesia tahun 2007 saat berusia 8 tahun. Saya bersama kedua orangtua memang suka menjelajahi beberapa daerah di dunia. Kami bahkan pernah ke Afrika. Kalau di Indonesia, daerah pertama kali yang kami kunjungi yaitu Bali, karena you know kan Bali,” paparnya.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, Clem langsung merasa jatuh cinta. “Waktu itu, kami kurang lebih sekitar 1 bulan menghabiskan liburan di Bali. Saya tidak pernah melupakan segala kenangan di sana,” ungkap perempuan bertato gambar Peta Indonesia di bagian tangannya itu.

Dia sangat takjub atas kebudayaan yang berbeda dan bahasa antar-daerah juga berbeda. “Kalau di Perancis kebudayaan kami hanya satu saja,” ucapnya.

Tahun 2009, dia bersama keluarganya kembali mengunjungi Indonesia, tepatnya Pulau Jawa. Saking betahnya, ia bersama keluarganya menjadwalkan setiap tahun menjelajahi setiap pulau di Indonesia. “Khusus Kepulauan Mentawai, saya baru mengunjungi pada tahun 2012,” ungkapnya.

Namun entah mengapa, di antara pulau-pulau di Indonesia, dia merasa sesuatu yang berbeda dan lebih dekat dengan Sumbar, khususnya Bungus. Dia sering pergi berwisata ke pulau-pulau lewat Bungus.

“Jadi, kami kalau berpergian ke Mentawai atau Sungaipisang sering lewat Bungus. Mungkin karena keseringan, akhirnya suka aja sama daerah ini. Apalagi saya juga senang dengan kawasan pantai,” tukasnya.

Perempuan yang tinggal di La Rochelle, salah satu daerah di  Perancis tersebut, bercerita. Awal pertama berkomunikasi dengan Danil via Instagram tahun 2015. Danil berulang kali mengirim pesan direct message (DM) di Instagram miliknya.

Awal-awalnya tak diindahkannya. “Awalnya, saya lama merespons karena akun Instagram beliau (Danil, red) itu private akun,” akunya.

Lama kelamaan, hati Clem luluh juga melihat kegigihan Danil. Dia mulai merespons dengan membalas DM Danil.

“Ya awalnya begitu saja, kami cuma berkomunikasi via pesan DM. Dia ada di Bungus dan saya di Perancis,” tukas mahasiswa La Flash di La Rochelle jurusan S-1 Sastra Indonesia ini.

Pertemuan Clem dengan Danil sendiri terjadi tahun 2017. Waktu itu, Clem bersama orangtuanya mengunjungi salah satu pulau dekat Pulau Pasumpahan via Bungus. Saat menunggu keberangkatan itulah, Clem disapa seorang lelaki yang tidak dikenalnya.

“Awalnya, dia (Danil, red) sempat memanggil saya. Namun karena saya sedang asyik bermain dengan salah seorang teman kecil, jadi saya tidak mendengarnya,” kenangnya.

Kemudian Danil menyebut Clem sombong. Mendengar itu, Clem tersadar dan memandang pria tersebut.

“Entah mengapa setelah saya menatap dia (Danil, red) untuk pertama kalinya, saya merasakan jatuh cinta. Saya pun terdiam tanpa kata begitu juga dia,” tukas Clem malu-malu.

Pertemuan berikutnya berlangsung keesokan harinya. Keduanya naik perahu boat untuk pergi ke salah satu pulau.

”Di tengah laut, mesin boat mati, sehingga kami terjebak di tengah laut. Saat momen itu, dia (Danil, red) mengungkapkan perasaannya,” ujarnya.

Sejak saat itu, Clem memperkenalkan Danil kepada orangtuanya. Entah mengapa, kedua orangtuanya langsung suka.

“Bahkan, mama sudah anggap dia (Danil, red) seperti anaknya sendiri waktu itu,” ujar penyuka rendang ini.

Hari-hari berat sempat dirasakan Clem dan Danil. Keduanya harus menjalani hubungan jarak jauh sekitar 6 bulan, karena Clem harus kembali ke Perancis melanjutkan kuliah S-1nya.

“Jadi waktu LDR itu, kami hanya berkomitmen dengan teleponan dan video call,” tukasnya.

Akhirnya, tahun 2018 keluarga Clem datang ke Bungus untuk membicarakan pertunangan dan pernikahan anaknya dengan orangtua Danil. Bulan Februari 2019, keduanya pun melangsungkan akad nikah di Bungus.

“Saya sangat senang bisa menikah dengan lelaki yang saya cintai,” jelasnya.

Sebelum menikah, Clem mengaku sudah lama masuk Islam. “Sebelum kenal dia (Danil, red), saya sudah masuk Islam. Tapi, belum mendapat sertifikat. Jadi saat menikah, saya langsung mengurusnya di Kantor Urusan Agama (KUA),” tuturnya.

Berita pernikahan keduanya sempat membuat masyarakat sekitar kaget. Namun, karena Clem sudah bisa berbahasa Indonesia dan sedikit-sedikit mengerti bahasa Minang, akhirnya masyarakat sekitar sudah menganggapnya sebagai warga Bungus.

Setelah resmi menikah, Clem bersama Danil pindah ke Yogyakarta karena Clem mengikuti pertukaran pelajar selama satu semester di Universitas Gadjah Mada (UGM) di Jurusan Sastra Indonesia. “Saat Lebaran lalu, kita kembali ke Bungus sampai sekarang,” ujarnya.

Perbedaan kebudayaan antara dirinya dan Danil, menurut Clem tak jadi penghambat. Bahkan, Clem mengaku tak pernah mengalami culture shock dan bisa menyesuaikan diri dengan adat dan budaya Minang. Termasuk, saat pesta pernikahan, keluarga besar Clem bakal mengenakan pakaian adat Minangkabau.

“Saya selalu ingin menggunakan suntiang anak daro dari dulu, karena menurut saya suntiang itu sangat unik. Meskipun banyak orang mengatakan suntiang itu berat, namun tak apa lah sekali seumur hidup,” jelasnya.

Kecintaan Clem terhadap adat dan budaya Minang, juga ditunjukkan Clem dengan sering meng-cover lagu Minang untuk kemudian di-posting  YouTube “Clem Bule Minang”. “Saya bisa main gitar terus suka nyanyi lagu Minang. Biasanya sedang berada di Perancis, kalau kangen sama suami dan ranah Minang, saya sering nyanyi lagu Minang,” tukasnya.

Usai baralek gadang, Clem dan Danil berencana bertolak ke Perancis Agustus 2019 mendatang. Clem harus menuntaskan kuliahnya di Perancis.

“Apakah nantinya akan menetap di Perancis atau Bungus, kita lihat saja nanti,” tukasnya.

Sementara Danil mengaku tak pernah menyangka bisa mempersunting Clem. Bahkan, sampai sekarang ia merasa tidak percaya sudah menjadi suami Clementine Vincent Gustian.

Awal dirinya kenal dengan Clem, berawal keisengannya me-searching wanita asing yang suka meng-cover lagu Minang di sosial media. Secara tidak sengaja, dia ketemu dengan temannya dan mengenalkan akun Instagram Clem.

“Tahun 2015 kan lagi booming Instagram. Kemudian, saya follow akun dia dan mengirimkan pesan berbahasa Inggris. Namun, Clem tidak merespons. Empat hari kemudian, ia baru membalas DM saya,” kenangnya.

Biarpun sudah menikah, Danil tetap bekerja sebagai nelayan. Clem juga tak pernah mempermasalahkannya.

“Clem menerima saya apa adanya,” tukasnya.

Sejak berhubungan dengan Clem, dia bisa berbahasa Perancis, termasuk keponakan dan anak-anak kecil di sekitar rumahnya di Bungus. “Begitu sebaliknya, kami juga mengajarkan Clem bahasa Minang,” tukasnya.

Setahun ke depan, Danil akan menetap di Perancis untuk mengikuti Clem yang akan menyelesaikan pendidikan S-1-nya. Selama di Perancis, dia berjanji terus mempromosikan budaya Minangkabau. (Padang Ekspres/JPG)