eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan nasional. Tercatat, Indonesia masuk dalam urutan ke tujuh sebagai negara dengan nilai eksportir kopi terbaik di dunia. Namun, angka tersebut seharusnya masih bisa dimaksimalkan lantaran kinerja produksi nasional yang masih cukup rendah.
Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan, lahan kopi petani Indonesia saat ini ada sekitar 1,2 juta hektar. Dari luas lahan tersebut, produksi kopi yang dihasilkan hanya bisa mencapai 0,54 juta ton per hektare. Dengan total nilai ekspor yang dihasilkan sebesar 1,6 miliar USD pada 2017 lalu.
Angka tersebut jauh tertinggal dengan negara sekaliber Vietnam yang produksinya bisa mencapai 2,4 ton per hektar. Realisasi kinerja ekspornya pun telah mencapai 3,5 miliar USD dollar pada 2017 lalu.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, peningkatan produksi kopi nasional tidak hanya harus didorong dengan pelebaran lahan kopi petani. Ia menuturkan, peremajaan tanaman-tanaman kopi juga diperlukan untuk merangsang pertumbuhan produksi kopi nasional yang masih rendah.
“Kopi itu yang optimal produksi di 5 sampai 20 tahun, kalau sudah di atas 20 tahun, produktivitasnya sudah menurun. Jadi perlu peremajaan kopi di Indonesia,” kata Mirza dalam sebuah diskusi di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (14/7).
Untuk mewujudkan itu, Mirza mengharapkan adanya sinergi dari perbankan untuk memberikan penyaluran kredit bagi petani kopi yang ingin melakukan peremajaan tanaman-tanaman kopi. Teknisnya, dapat menggunakan jaminan dari korporasi yang bergerak di bidang yang serupa.
“Contoh, perkebunan kelapa sawit di Indonesia, ada perkebunan kelapa sawit milik korporasi dan masyarakat. Itu dibina oleh perkebunan besar. Jadi, perbankan bisa berikan kredit kepada petaninya dengan jaminan dari korporasi yang besar,” tuturnya.
Dikatakan Mirza, BI juga telah melakukan upaya untuk terus menggenjot produksi kopi Indonesia yang masih rendah. Salah satunya dengan membentuk klaster Usaha Menengah Kecil dan Menengah (UMKM) binaan dari BI. Saat ini, sudah terdapat 48 UMKM yang telah dibina oleh BI dan 15 di antaranya telah mulai aktif ekspor ke luar negeri.
“Cara kami membina kluster kopi supaya membantu peningkatan produktivitas petani kopi kita. Mulai dari bagaimana penanamannya, bagaimana meningkatkan kualitas setelah panen. Harapannya selain pemerintah, instutusi lain yang punya kapasitas bisa ikut membantu membina petani kopi di Indonesia,” tandasnya.
Sementara itu, di Kalbar khususnya di Kota Pontianak, bisnis kopi memang tengah booming. Bahkan, salah satu bilangan kawasan protokol di Pontianak, Jalan Gajah Mada disebut sebagai coffee street lantaran maraknya warung kopi di daerah ini.
Pebisnis kopi pun tak sedikit. Peluang usaha ini memang menjanjikan. Seperti yang dilakoni oleh Andreas Eko owner Kopi Dua Enggang.
Mahasiswa lulusan Universitas Trisakti Jurusan Teknis Industri ini mewarisi bisnis kopi dari keluarganya. Kini, bisnis kopi yang telah berjalan puluhan tahun itu mampu memproduksi 1 ton kopi yang siap dipasarkan diseluruh wilayah Kalimantan Barat.
“Memang untuk pasar kita masih di tingkat lokal. Yang lebih banyak peminatnya di bagian hulu sungai Kapuas. Kalau untuk pasar di luar Kalbar, kita masih belum berjalan, sebab butuh promosi yang lebih besar, tapi ini juga bukan tidak mungkin ke depannya,” ucapnya.
Melihat persaingan usaha menjual bubuk kopi ini, menurutnya memiliki tantangan tersendiri. Tapi dia tak khawatir kalah saing karena kopinya dianggap lebih unggul dengan mempertahankan kualitasnya.
“Keunggulan kopi kita yaitu dari sisi sistem pemasakan yang modern di Kalbar, sebab kita gunakan pemasakan dengan sentuhan angin panas. Artinya kopi tidak kena panas dari api langsung tapi angin panas, sehingga kopi yang dihasilkan ini bisa dibilang kopi khusus kelas atas,” ucapnya.
Di samping sistem pemasakan sendiri, bahan baku yang digunakan memiliki cita rasa dan berkualitas baik. “Memilih biji kopi dengan mutu bahan baku kualitas ekspor serta memiliki sertifikasi halal MUI, MD BPOM serta SNI yang didukung leh Badan Sertifikasi Nasional,” tandas Andreas.
Laporan : Nova Sari/JPG
Editor: Andriadi Perdana Putra