Ingatkan Ancaman Pidana Jual Beli Satwa Langka

Dua Kucing Hutan Dilepasliarkan

AKRAB DENGAN PETUGAS. Dua ekor anak kucing hutan bermain dengan petugas sebelum dilepasliarkan, Selasa (9/7) BKSDA For RK

eQuator.co.id – SINGKAWANG-RK. Masih rendahnya kesadaran hukum dan pelestarian satwa langka di masyarakat Kalbar, menyebabkan satwa yang dilindungi kerap diperdagangkan. Di Singkawang misalnya, dua ekor kucing hutan berhasil disita untuk dilepasliarkan.

Dua ekor anak kucing hutan atau kucing batu berjenis kelamin jantan, itu telah dilepasliarkan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Singkawang, ke Cagar Alam Raya Passy yang merupakan hasil sitaan warga, Selasa (9/7). “Keduanya berusia sekitar tiga bulanan dan berkelamin jantan. Sebelum dilepasliarkan kita kandangkan terlebih dahulu,” ujar Kepala BKSDA Seksi Wilayah III Singkawang, Suprapto.

Terungkapnya perdagangan gelap dua kucing hutan ini, kata Suprapto, lantaran ada yang menawarkannya di media sosial. Petugas BKSDA pun menyamar pura-pura sebagai calon pembeli. Akhirnya diketahui pedagang hewan yang dilindungi UU itu  berasal dari Sekura dan kucing hutan itu berasal dari Selakau.

“Sebenarnya ada anak kucing hutan, satu ekornya bersama ibunya sedangkan dua ekor berhasil ditangkap untuk diperdagangkan,” jelas Suprapto.

Dalam negosiasi kucing hutan itu, diketahui dijual dengan harga Rp 200 ribu per ekor. Namun dengan sigap petugas BKSDA Seksi Wilayah III Singkawang berhasil menggagalkannya. Suprapto menegaskan, memperjualbelikan kucing hutan dilarang oleh UU, dan ada sanksi pidananya.

“Sanksinya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dengan ancaman pidana bisa setahun penjara,” katanya mengimbau agar satwa yang diindungi UU dilarang dipelihara atau diperjualbelikan.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Singkawang, Sumberanto Tjitra, mengatakan jual beli kucing hutan, harus diketahui terlebih dahulu dari pelaku apakah dengan sengaja atau tidak. Tak dirincinya maksud disengaja terhadap satwa dilindungi.

“Jadi ketika masyarakat tidak mengetahui bahwa kucing hutan itu dilarang diperjualbelikan atau dipelihara, maka tidak langsung dipidana,” ujar Sumberanto Tjitra.

Menurut dia, hewan langka perlu dilindungi termasuk kucing hutan dan tentu sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan. Bisa melalui media sosial seperti instagram, whatsapp, facebook dan lainnya yang saat ini sudah sangat familiar dengan masyarakat.

“Memang ketika bicara penegakan hukum itu gampang, tapi paling penting bagaimana masyarakat bisa sadar hukum dan mengetahui yang dilarang atau yang dibolehkan,” katanya.

Terus diberikan penyuluhan sehingga penegakan hukum bisa dilakukan. “Sebaiknya diberitahu dulu apa yang dilakukannya dilarang oleh undang-undang, namun ketika melakukan kedua kali maka bisa dijerat hukum,” ujar Sumberanto.

Pengetahuan masyarakat juga perlu ditingkatkan sehingga ketika menemukan hewan yang langka dan dilindungi, warga tidak langsung membunuh. Tetapi mengamankannya dan dibawa atau melapor ke BKSDA.

Kucing hutan, kucing batu atau Pardofelis marmorata termasuk kucing liar kecil dari Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sejak 2002, jenis kucing ini terdaftar dalam spesias rentan punah oleh IUCN.

Populasi dan terjadi kepadatan rendah terhadap satwa yang terancam punah bila tak dilindungi UU. Total populasi efektif kurang dari 10.000 individu dewasa, dengan tiada populasi tunggal berjumlah lebih dari 1.000.

Spesies ini dulunya dianggap garis keturunan pantherine dari kucing besar. Analisis genetiknya erat kaitan dengan kucing emas dan kucing merah, yang semuanya menyimpang dari felid lain sekitar 9,4 juta tahun yang lalu.

 

Laporan: Suhendra

Editor: Mohamad iQbaL