Terjadi lagi. Wanita ditolak naik pesawat. Gara-gara bajunya terlalu seksi. Heboh lagi.
Wanita itu ternyata seorang dokter. Dokter Tisha Rowe. Saat masuk ke pesawat dia hanya mengenakan baju monyet. Tank top. Dia sudah hampir duduk di kursinya. Tapi pramugari memanggilnya ke depan.
“Tidak membawa jaket?” tanya pramugari.
“Tidak.”
“Anda tidak bisa naik pesawat dengan pakaian begini,” ujar pramugara, kurang lebih.
Bersitegang.
Anak si dokter menangis melihat ibunya terlibat cekcok.
Kompromi pun akhirnya terjadi. Pramugara mengambilkan selimut. Yang biasa untuk penumpang itu. Untuk menutup bagian atas wanita itu.
Umurnya 39 tahun. Matang-matangnya. Badannya padat berisi. Khas wanita kulit hitam. Anaknya, lelaki 10 tahun, menangis terus. Pun setelah ibunya selesai bersitegang dengan pramugara.
Ini memang musim panas di Amerika. Apalagi di wilayah selatan. Di Miami, suhu hari itu 32 derajat celsius. Apalagi di Jamaica: 34,4 derajat.
Dokter itu akan terbang ke Miami. Dari Jamaika. Ia tidak merasa pakaiannya tak pantas.
Begitu kembali duduk di kursinya, dr Rowe, langsung menumpahkan kejengkelannya. Ke Twitter. Hebohnya bukan main. Banyak yang menganggap pakaian dr Rowe hari itu masih pantas. Apalagi di musim panas seperti hari itu: 30 Juni 2019.
Tiga minggu terakhir saya merasakan mulai panasnya musim panas. Begitu banyak wanita yang pakaiannya minim. Agar lebih isis. Termasuk saat di Bandara Kansas City, Nashville, Minneapolis dan Helena. Saya lihat biasa saja penumpang pakai baju minimalis.
Di semua bandara itu terlihat banyak wanita seperti itu. Yang hanya pakai celana pendek yang amat pendek.
Dokter Rowe pun mempersoalkan itu. Kenapa mereka boleh.
“Kalau yang pakai begini wanita kulit putih tidak akan dipersoalan,” tulis dr Rowe.
Maka persoalannya pun menjadi SARA. Padahal pramugara yang memanggilnya tadi juga berkulit hitam.
Pihak American Airlines akhirnya minta maaf. Dan menggratiskan dr Rowe. Uang tiketnya dikembalikan.
Tahun lalu juga heboh. Juga soal pakaian wanita. Saat itu United Airlines menolak dua remaja wanita masuk pesawat. Untuk jurusan Arizona-Minneapolis. Mereka hanya mengenakan celana legging. Yang seluruh lekuk di tubuhnya terbaca dari luar leggingnya.
Tapi akhirnya beres. Keduanya bersedia ganti baju. Ada baju cadangan di tas mereka. Hanya saja perlu waktu. Harus berdandan lagi di toilet bandara. Mereka bisa naik pesawat berikutnya.
Rupanya banyak yang tidak sadar: saat membeli tiket ada tercantum banyak ketentuan. Penumpang jarang memperhatikan itu. Tidak juga saya. Toh saya tidak mungkin pakai legging.
Salah satu ketentuan itu: petugas penerbangan berhak menolak penumpang yang mengenakan pakaian tidak pantas.
Memang kriteria ‘tidak pantas’ itu yang tidak rinci. Tapi diperdebatkan seperti apa pun penumpang akan kalah. Secara hukum.
Di American Airlines memang disyaratkan ‘pakaian penumpang harus pantas, telanjang kaki dan pakaian minim tidak diperbolehkan’.
Tafsirnya memang bisa berbeda tapi otoritas ada di petugas penerbangan.
Di United Airlines lebih rinci. Penumpang tidak boleh hanya mengenakan celana pendek lycra (yang tipis lengket di kulit itu) atau legging.
Bahkan yang berikut ini sebenarnya juga tidak boleh: mengenakan jeans yang compang-camping. Atau jeans yang robek. Atau baju yang terpotong di tengah (hingga pusarnya kelihatan). Bersandal jepit juga tidak boleh. Begitu juga pakaian yang tipisnya begitu tipis hingga celana dalam atau branya terlihat nyata. Atau rok yang begitu pendeknya sampai celana dalamnya terlihat.
Tapi yang alinea terakhir itu kelihatannya kurang diperhatikan petugas. Apalagi di musim panas seperti ini. Banyak penumpang yang pakaiannya mendekati itu.
Apalagi jeans sekarang banyak yang sengaja dibikin robek. Atau sengaja dibuat compang camping.
Saya jadi ingat istri saya. Saat suatu musim panas berada di Tianjin. Yang tentu dia tetap mengenakan jilbab.
Waktu itu kami akan berangkat makan siang. Sahabat baik saya mengingatkan istri saya. Soal panasnya cuaca di luar. Dengan maksud baik. “Rasanya jangan pakai pakaian begini. Panas sekali,” katanya.
Tentu teman itu tidak tahu. Istri saya tetap berjilbab di segala cuaca. Teman itu mengira jilbab hanya sebagai mode. (Dahlan Iskan)