“Mau Minta 10, Minta 11, Minta 9, Gapapa, Wong Minta Aja”

Soal Kabinet Kerja Jilid II, Kata Jokowi,

Jokowi

eQuator.co.id – Jakarta–RK. Teka-teki komposisi menteri kabinet kerja jilid kedua mulai sedikit terkuak. Presiden Joko Widodo yang juga berstatus presiden terpilih untuk lima tahun ke depan sudah memberikan bocorannya. Jokowi menyebut kolaborasi kalangan profesional dan kader partai yang akan duduk sebagai pembantunya.

Jokowi menegaskan, perbandingan antara kalangan profesional dan kader partai di kabinetnya nanti tidak terlampau jomplang. “Ya kira-kira 60:40 atau 50:50. Kira-kira itu,” ujarnya usai membuka Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, kemarin (12/7). Namun, dia belum merinci, kelompok mana yang berpotensi mendapat porsi 60 persen.

Mantan Walikota Solo itu juga menambahkan, dirinya sudah memiliki blue print terkait sosok yang bakal mengisi kabinet. Dia memastikan tidak semua posisi menteri akan dirombak total. Menteri-menteri yang saat ini menjabat juga berpeluang melanjutkan kiprahnya kembali.

“Banyak (menteri bertahan),” imbuhnya. Tapi dia juga belum memastikan siapa yang bertahan.

Saat ini, pihaknya masih melakukan kajian dan menyerap masukan dari partai politik. Termasuk dalam menjaring rencana penunjukkan menteri muda. Selain itu, Jokowi juga mengakui mempertimbangkan segala dinamika yang terjadi di luar. Salah satunya terkait menteri-menteri yang terseret kasus hukum.

“Ya nanti dilihat. Semua hal mesti kita pertimbangkan,” tuturnya.

Disinggung soal mulai banyak partai pengusung yang meminta jatah menteri hingga 10 kursi, presiden dengan tiga anak itu tidak mau ambil pusing. Menurutnya, permintaan merupakan hal yang biasa.

“Ya ga papa mau minta 10, mau minta 11, mau minta 9. Kan ga papa, wong minta aja,” kata Jokowi.

Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, penentuan komposisi menteri menjadi hak penuh Jokowi. Partai beringin menyerahkan sepenuhnya kepada presiden terpilih itu, apakah komposisinya 60 persen dari partai politik dan 40 persen profesional atau sebaliknya. Bisa juga perwakilan parpol 50 persen, dan 50 persen dari profesional.

Apa pun yang diputuskan Jokowi, Partai Golkar akan mengikuti. Yang pasti, tutur dia, Partai Golkar sudah menyiapkan nama-nama yang layak menjadi menteri. “Nama-nama sudah ada di tangan ketua umum,” terang dia. Namun Ace enggan membuka siapa saja  kader Partai Golkar yang akan menjadi menteri. Menurut dia, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto lah yang mengetahuinya.

Begitu juga terkait calon menteri muda. Anggota DPR RI itu mengatakan, partainya mempunyai banyak kader muda yang siap menjadi menteri. Lagi-lagi Ace tidak mau menyebutkan tokoh-tokoh muda Partai Golkar yang akan diajukan ke Jokowi. “Yang pasti sudah ada. Semuanya di tangan ketua umum,” ungkap legislator asal Dapil Jawa Barat itu.

Apakah nama Ace juga diajukan sebagai calon menteri muda? Dia menegaskan bahwa semua nama sudah ada di tangan ketua umum. Jika nanti Presiden Jokowi memintanya, Partai Golkar akan siap menyerahkannya.

Ketua DPP PKB Lukman Edy mengatakan, Presiden Jokowi mempunyai lima hak prerogatif. Pertama presiden berhak menentukan nomenklatur kementerian. “Apakah ada kementerian yang digabung, ditambah atau dikurangi. Itu hak penuh presiden,” tutur dia. Namun, tidak boleh lebih dari 34 kementerian, karena itu sudah diatur dalam Undang-Undang Kementerian Negara.

Kedua, kata dia, presiden mempunyai hak menentukan kriteria calon menteri yang akan membantunya selama lima tahun. Hak presiden selanjutnya adalah menentukan sumber rekrutmen menteri. Apakah dari parpol, birokrat, TNI, Polri, pengusaha, atau calon menteri dari organisasi kemasyarakatan (Ormas). “Sumber rekrutmen menjadi hak prerogratif presiden,” ucap dia.

Selain itu, kata dia, Jokowi juga berhak menentukan formula komposisi menteri. Berapa persen dari parpol dan berapa persen dari nonparpol. Formulanya bisa 50 : 50 persen atau 70 : 30 persen. Sementara hak prerogratif kelima presiden adalah melantik menteri.

Lukman mengatakan, bagi PKB darimana pun menteri yang ditunjuk, baik parpol maupun nonparpol harus ahli dan profesional. “Visi Jokowi lima tahun ke depan adalah kabinet ahli, profesional, dan bergerak cepat,” tuturnya. Partainya sudah menyiapkan para kader untuk menjadi pembantu presiden. Begitu juga calon menteri muda.

Terpisah, Wasekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan, penentuan menteri tentu akan dibahas antara Presiden Jokowi dengan para ketua umum. Penentuan komposisi memang menjadi hak presiden, namun akan dibahas dengan ketua umum. PDIP sendiri mempunyai banyak kader yang siap menjadi pembantu presiden.

“Kami serahkan sepenuhnya kepada ketua umum Bu Megawati Soekarnoputri,” terang dia.

Sementara itu, Sekjen Nasdem Johnny G Plate menanggapi positif wacana  menteri dari kalangan profesional. Dengan masuknya kalangan non parpol, dia tidak khawatir kalau partai koalisi akan berkurang jatah menterinya. Menurutnya, itu adalah hak prerogatif presiden untuk menentukan calon pembantunya.

’’Tentu Pak Jokowi sudah punya kriteria-kriteria. Koalisi akan solid di belakang pemerintah,” ujar Johnny.

Di sisi lain, ungkap dia, partai koalisi tetap sah-sah saja jika menyodorkan nama-nama calon menteri. Dia memastikan yang disorokan ke presiden adalah sosok kapabel dan punya rekam jejak yang bagus. Usulan itu, sambungnya, untuk memberi informasi yang lebih luas ke presiden.

’’Ini bukan berarti intervensi ke presiden. Justru menambah portofolio sebagai masukan saja,” tambahnya.

Lebih jauh dikatakan, Johnny menyebut hingga kini tidak ada partai pendukung Jokowi-Ma’ruf yang meminta-minta posisi menteri. Terutama Partai Nasdem. ’’Tidak ada yang minta-minta jabatan menteri,” tandas anggota DPR itu.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi memprediksi Jokowi bakal membuka ruang lebih besar bagi para profesional untuk masuk dalam kabinet. Opsi itu diambil karena Jokowi sudah punya kalkulasi politik sendiri. ’’Koalisi Jokowi saat ini jauh lebih solid daripada 2014,” papar Ari.

Dia menyebut beberapa sosok profesional yang layak masuk dalam kabinet adalah Erick Thohir. Selain dari kalangan non parpol, Erick Thohir juga punya sumbangsih bersar dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Juga ada nama Ketua Kadin Rosan P. Roeslani. ’’Dua sosok itu cukup layak,” jelasnya.

Dia mengusulkan beberapa pos kementerian dari kalangan profesional. Selain menteri bidang ekonomi, juga kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi (Ristek Dikti) dan kementerian koperasi dan usaha kecil dan menengah (Kemen UMKM). Bidang-bidang tersebut harus diisi kalangan profesional yang jauh dari kepentingan politik praktis.

Di sisi lain, tambah Ari, Jokowi tidak bakal mengabaikan partai koalisi. Ari memprediksi pengisian kursi menteri dari kader parpol akan dilakukan secara proporsional. Artinya partai dengan suara besar punya kesempatan mendapat jatah kursi menteri yang lebih banyak. ’’Itu masuk akal karena melihat sumbangsih parpol dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf,” imbuhnya.

Lebih jauh dikatakan, tidak perlu ada penambahan nomenklatur kementerian baru. Artinya tidak ada penambahan kementerian baru di periode 2019-2024. Saat ini nomenklatur kementerian dinilai sudah cukup ideal. Yang perlu dilakukan, sambung Ari, adalah menguatkan fungsi dan peran kementerian yang sudah ada. Pengembangan ekonomi kreatif, misalnya. Sudah ada Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). ’’Tinggal fungsinya dikuatkan. Taruh orang yang tepat di pos yang tepat,” tandas Ari.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Idenf) Enny Sri Hartati menyebut kondisi bidang ekonomi perlu mendapat perhatian lebih besar di periode 2019-2024. Dikatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini cendrung stagnan. Yaitu berkisar pada angka 5 persen.

’’Dikomparasikan dengan besarnya angka pencari kerja baru, pertumbuhan ini belum cukup,” kata Enny.

Oleh karenanya, tim ekonomi di kabinet yang dibentuk harus mampu menjawab persoalan itu. Khusus bidang ekonomi, papar dia, harus ditangani oleh sosok-sosok profesional yang berkompeten dan berintegritas. Mempercayakan tim ekonomi dan bidang teknis lainnya pada kalangan profesional akan jauh lebih baik. (Jawa Pos/JPG)