eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Penggunaan meterai dianggap tak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Hal itu mendorong pemerintah mengusulkan beberapa poin perubahan mengenai meterai. Yakni, merevisi UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Poin yang diusulkan, antara lain, pengenaan bea meterai untuk dokumen digital.
Hal tersebut seiring ekonomi dan transaksi digital yang berkembang pesat. Dengan demikian, diperlukan ragam bentuk meterai yang dapat digunakan pada dokumen digital.
“Sekarang kan sudah banyak dokumen yang tidak dicetak di kertas,” kata Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan setelah rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (3/7).
Dalam UU mengenai bea meterai, dokumen yang dapat dikenai bea berbentuk kertas. Karena itu, harus ada revisi terhadap UU tersebut jika pemerintah ingin mengenakan bea meterai untuk dokumen digital.
Selain itu, biaya meterai diusulkan naik. Saat ini meterai untuk dokumen dengan nilai transaksi Rp250 ribu hingga Rp1 juta diharuskan menggunakan meterai seharga Rp3 ribu.
Untuk dokumen dengan nilai transaksi di atas Rp1 juta, digunakan meterai Rp6 ribu. Pemerintah mengusulkan bea meterai naik menjadi Rp10 ribu dan hanya berlaku dokumen dengan minimal nilai transaksi Rp5 juta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, hal tersebut perlu disesuaikan karena pendapatan masyarakat sudah meningkat. “Di samping itu, kami juga ingin ada keberpihakan kepada pelaku UMKM dengan tidak mengenakan meterai untuk dokumen yang nilai transaksinya di bawah Rp5 juta,” ucapnya.
Terakhir, pemerintah mengusulkan pihak pemungut bea meterai ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelunasan bea meterai. Jadi, pihak yang menerbitkan dokumen yang harus melunasi bea meterai. (Jawa Pos/JPG)