Imamoglu Bikin Erdogan Gusar di Pemilu 2023

Diulang, Yildirim Tetap Kalah

eQuator.co.id – ISTANBUL-RK. Penghitungan suara sementara pemilihan walikota Istanbul menunjukkan, Ekrem Imamoglu  kembali mencundangi Binali Yildirim. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pun gusar, karena kekalahan jagoannya akan berpengaruh bagi Pemilu Turki tahun 2023.

Demokrasi Menang. Kalimat itu menghiasi headline beberapa media di Turki menyambut kemenangan Imamoglu. Kemenangan Imamoglu kini mutlak dan tak terbantahkan. Dia unggul 800 ribu suara atau setara dengan 54 persen. ”Hasil (pilwali) ini menandai awal baru baik bagi kota maupun negara ini,” ujar Imamoglu pada para pendukungnya, setelah mengetahu bahwa Yildirim tak mampu menyusul perolehan suaranya.

Beragam cacian pernah diarahkan kepadanya: teroris, pendukung kudeta, curang. Atau menyebutnya ”dasar orang Yunani”. Juga, menyamakan dia dengan Abdel Fattah El Sisi, penguasa Mesir, musuh besar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Tapi, toh Ekrem Imamoglu tetap melaju. Untuk kali kedua mempermalukan Erdogan dalam pilwali Istanbul. Sekaligus juga mengirim sinyal kuat menurunnya kekuatan Erdogan dan kendaraan politiknya, AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan).

Imamoglu mengalahkan Binali Yildirim, kandidat jagoan AKP, dengan keunggulan lebih dari 800 ribu suara atau 54 persen pada pilwali, Minggu lalu (23/6). Itu kemenangan dengan margin terbesar dalam pilwali di kota terbesar sekaligus terpenting Turki tersebut dalam 35 tahun terakhir.

Pilwali kali ini merupakan ulangan Maret lalu. Saat itu Imamoglu juga menang, tapi hanya dengan 13 ribu suara. Badan penyelenggara pemilihan setempat, atas tekanan dari rezim yang berkuasa, membatalkan hasil tersebut dan memutuskan pilwali ulang. Ternyata AKP tetap kalah, dengan margin yang jauh lebih besar.

Istanbul begitu penting bagi Erdogan. Di sanalah dia dilahirkan, lalu pernah memimpinnya sebagai wali kota. Modal politik itu pula yang membawanya ke kursi perdana menteri (PM) pada 2003, sebelum kemudian menjadi presiden 11 tahun berselang.

Karena itulah, Maret lalu, saat pilwali dinyatakan diulang, Erdogan dengan percaya diri mengatakan, ”Siapa pun yang memenangkan Istanbul, memenangkan Turki.” Ternyata kalkulasinya salah.

Imamoglu diusung Partai Rakyat Republik atau Cumhuriyet Halk Partisi (CHP). Adapun lawannya, Yildirim, adalah mantan PM Turki. Imamoglu sendiri hanyalah mantan wali kota Beylikduzu, sebuah kota kecil di pinggiran Istanbul.

Erdogan sebenarnya juga sudah habis-habisan mendukung Yildirim. Dia berkampanye ke lebih dari 102 lokasi dalam 50 hari.

Namun, kemenangan Imamoglu merata. Distrik Beyoglu yang merupakan tempat kelahiran Erdogan saja memberikan mayoritas suara untuk Imamoglu.

Imamoglu juga menang di kawasan-kawasan konservatif yang selama ini dikenal sebagai basis massa AKP. Di antaranya, seperti dilansir BBC, Fatih, kawasan tempat Masjid Biru, salah satu ikon Istanbul berada. Juga, di Tuzla, tempat Yildirim memberikan suara, dan Uzla, kampung kelahiran Erdogan.

Meski enggan, Erdogan akhirnya mengakui kemenangan Imamoglu. ”Saya mengucapkan selamat pada Ekrem Imamoglu yang menang pemilu berdasarkan hasil sementara,” ujarnya. Yildirim juga memberikan selamat, tapi dengan cara yang lebih legawa. Sesaat setelah memberikan hak suaranya Minggu lalu, dia bahkan meminta maaf jika dirinya dan partainya berbuat salah.

Para pengamat menilai bahwa Imamoglu bisa menang telak, karena memosisikan diri sebagai korban ketidakadilan. Kemenangannya Maret lalu dicuri. Penduduk Istanbul dikenal kerap berpihak kepada orang yang dianggap sebagai korban.

Orang-orang Kurdi yang memiliki hak suara juga berperan penting. Jumlah mereka mencapai jutaan orang. Mereka berang, karena pemerintah menangkapi aktivis Kurdi belakangan ini. Partai pro-Kurdi, HDP, juga mendukung Imamoglu. Bendera HDP ada di berbagai sudut saat warga merayakan kemenangan Imamoglu.

Dukungan Erdogan di kampanye Yildirim juga dinilai menjadi pengaruh buruk. Dia tidak sepantasnya ikut campur dalam pemilu lokal. Perekonomian dan inflasi yang menanjak serta tingginya angka pengangguran membuat popularitas AKP turun.

Analis di The Washington Institute for Near East Studies Soner Cagaptay menegaskan bahwa kini Erdogan serbasalah. Dia bisa saja memotong anggaran dan membatasi kekuasaan Imamoglu sebagai wali kota.

Tapi, sekali lagi itu justru akan memperkuat pandangan bahwa Imamoglu adalah korban dan Erdogan sang diktator. ”Saya rasa cerita politik yang paling menarik di Turki empat tahun ke depan adalah Erdogan versus Imamoglu,” tegas Cagaptay.

Pemilu Turki berikutnya, jika tak kembali dimajukan jadwalnya seperti edisi sebelumnya, akan berlangsung pada 2023. Kekalahan di pilwali Istanbul bukan satu-satunya problem AKP saat ini.

Sebelumnya AKP juga kalah dalam pemilu lokal di Ankara, ibu kota Turki, dan Izmir, serta beberapa kota lain. Abdullah Gul, pendahulu Erdogan di kursi kepresidenan yang bersamanya mendirikan AKP, menyatakan akan membuat partai baru.

Erdogan juga tak memiliki ”putra mahkota”. Menantunya, Berat Albayrak, yang kini menduduki menteri keuangan dianggap tak punya karisma. (Jawapos/JPG)