eQuator – Jakarta-RK. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke- 27 ASEAN yang digelar hari ini (Sabtu, 21/11) turut dihadiri Presiden Joko Widodo beserta sejumlah menteri Kabinet Kerja. KTT berlangsung di Plenary Hall KLCC, Kuala Lumpur, Malaysia.
Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris mengatakan, perhelatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN, terutama untuk menuntaskan persoalan-persoalan terkait isu Laut China Selatan.
“KTT ASEAN harus membahas tuntas Code of Conduct terkait Laut China Selatan,” tegasnya, di Jakarta.
Menurut dia, isu Code of Conduct merupakan satu agenda penting yang menyangkut stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, hingga kini persoalan itu tak kunjung dituntaskan dan kerap terjadi saling klaim atas wilayah LCS oleh beberapa negara, seperti China, Malaysia, Vietnam dan Filipina.
“Hubungan beberapa negara tersebut belakangan mulai memanas kembali dan membuat kawasan menjadi tidak kondusif,” timpalnya.
Langkah China yang melanjutkan pembangunan artificial islands atau pulau buatan di LCS sangat mengganggu stabilitas kawasan dan bertentangan dengan semangat penyelesaian sengketa secara damai.
Makanya, ia berharap forum KTT ASEAN menjadi momentum para pemimpin negara-negara anggota mengambil satu sikap bersama dengan semangat penyelesaian sengketa secara damai. Jika negara-negara ASEAN bersatu, ia yakin sengketa LCS bisa diselesaikan dan lebih kuat menghadapi kekuatan besar, seperti China. “Indonesia harus memanfaatkan momentum tersebut,” paparnya.
Charles menambahkan, sebagai negara terbesar di ASEAN, dapat mengoptimalkan perannya dengan mendorong negara-negara anggota lain, termasuk China agar segera memformulasikan dan menyepakati suatu Code of Conduct atau Tata Perilaku dalam hal LCS.
Pengaturan mengenai kebebasan berlintas dan pengelolaan bersama Sumber Daya Alam yang ada di LCS bisa diatur dalam Tata Perilaku tersebut. Termasuk juga diatur dan disepakati mengenai masalah penyelesaian sengketa sehingga agar tidak mengacu pada aksi militer.
“Kita harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa konflik dan pertikaian internasional bisa diselesaikan melalui diplomasi, hukum dan institusi-institusi internasional, bukan melalui kekerasan atau kekuatan militer semata,” ujar Charles. (rmol)