eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Butuh waktu empat jam bagi hakim Mahkamah Konstitusi (MK), untuk menuntaskan sidang pendahuluan sengketa Pilpres 2019, Jumat (14/6).
Tim kuasa hukum paslon 02 selaku pemohon cukup lama membacakan permohonan setebal kurang lebih 180 halaman. Sementara, KPU selaku termohon dan kuasa hukum paslon 01 sebagai pihak terkait menyatakan keberatan.
Keberatan yang disampaikan KPU maupun tim 01 berkaitan dengan adanya perbaikan permohonan yang disampaikan pemohon. Padahal, dalam hukum acara jelas diatur bahwa tidak ada perbaikan bagi permohonan sengketa pilpres. Sejak awal, KPU hanya menyiapkan jawaban bagi permohonan yang diajukan pada 24 Mei lalu.
Ruang Sidang utama MK kemarin dipenuhi oleh kuasa hukum pemohon, termohon, pihak terkait, dan Bawaslu. Kamera-kamera televisi dan fotografer nyaris tanpa henti mengambil gambar. Sebagian di antaranya menyiarkan secara langsung. Di luar ruang sidang, para jurnalis mendengarkan dan mencatat poin-poin penting sepanjang jalannya sidang.
Sidang yang dimulai pukul 09.05 itu diwarnai dua kali skors. Pertama saat menjelang waktu salat Jumat pukul 11.15. kedua, pukul 14.45 setelah KPU meminta tambahan waktu untuk mengajukan saksi dan bukti ekstra. Sebab, KPU juga harus menjawab permohonan hasil perbaikan yang dibacakan tim 02.
KPU pun sempat menginterupsi dua kali saat tim 02 membacakan permohonan. Sebagai bentuk protes atas dibacakannya perbaikan permohonan. Namun, hakim melarangnya. ’’Tidak ada interupsi,’’ ucap Ketua MK Anwar Usman.
Kuasa hukum KPU Ali Nurdin saat diberi kesempatan mengatakan bahwa yang disampaikan tim 02 berbeda dengan permohonan sebelumnya. ’’Apa yang dibacakan memuat posita (dalil) dan petitum (tuntutan) yang sama sekali baru,’’ ujarnya.
Karena itu, pihaknya menyatakan keberatan karena jawaban yang diserahkan ke MK pun tidak terkait dengan perbaikan permohonan.
Senada, kuasa hukum 01 Yusril Ihza Mahendra meminta hakim mempertegas posisi permohonan itu. sebab, hal tersbeut juga berkaitan dengan keterangan yang akan disampaikan timnya selaku pihak terkait. ’’Kiranya bisa diambil keputusan, permohonan mana yang akan dipakai. Kami bingung mengacu yang mana,’’ ucapnya.
Protes tersebut sempat membuat hakim jengah. Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta para pihak berhenti mempersoalkan perbaikan permohonan yang diajukan tim 02. Termohon punya dasar formal aturan, pemohon punya dasar pada pernyataan juru bicara MK yang dianggap memungkinkan mereka mengajukan perbaikan. ’’Itu semua serahkan kepada mahkamah untuk menilai,’’ tegasnya.
Suhartoyo tidak membantah bahwa hingga sidang dimulai, permohonan yang diberi cap register hanya yang pertama. Namun, permohonan kedua pun juga telah disampaikan kepada masing-masing pihak sebagai bentuk transparansi. Hakim mempersilakan termohon dan pihak terkait menyampaikan keberatan tersebut dalam jawaban yang akan disidangkan selasa pekan depan. Juga mempersilakan pihak-pihak tersebut untuk bersikap apakah akan mengabaikan dalil-dalil pemohon atau tidak.
Usai sidang, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan bakal memberi jawaban atas dalil-dalil pemohon. Meskipun menurut pihaknya permohonan tersebut tidak bisa masuk ke dalam sidang. Jawaban itu sebagai bentuk penghormatan atas proses persidangan. ’’Tapi KPU sebetulnya ingin mengatakan bahwa kami keberatan atas adanya perbaikan permohonan itu,’’ terangnya.
KPU akan mengecek lebih lanjut apakah jawaban-jawaban yang akan diberikan juga memerlukan saksi. ’’Apakah cukup mendatangkan dokumennya saja atau harus mendatangkan orangnya. Khususnya saksi dari KPU provinsi dan kabupaten/kota,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu.
Senada, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan, hampir semua yang dibacakan pemohon relatif baru. banyak yang substansinya berubah dari permohonan pertama. disinggung soal tudingan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, Hasyim mengaku bingung di mana letak pelanggarannya. ’’Kalau ada pelanggaran sebanyak itu, kok nggak lapor Bawaslu, nggak ada putusan Bawaslu,’’ ucapnya.
Begitu pula dengan tudingan penggelembungan suara. menurut Hasyim, sepanjang proses rekapitulasi tingkat nasionalbisa dikatakan tidak ada keberatan mengenai penghitungan suara pilpres. ’’Kalau mereka punya dasar dari bawah, apaah di TPS, PPK, kabupaten/kota, provinsi, pasti akan jadi soal di tingkat nasional,’’ lanjut manan komisioner KPU Jateng itu.
Persidangan kali ini memang panggung bagi Tim 02 selaku pemohon. Sidang kemarin hanya mengagendakan pembacaan permohonan pemohon. Selama hampir tiga jam, tiga pengacara 02 bergantian membacakan dalil yang diakhiri dengan tuntutan. Mulai Bambang Widjojanto, Denny Indrayana, hingga Teuku Nasrullah.
BW, panggilan Bambang Widjojanto, menyatakan bahwa penetapan perolehan suara kedauy paslon presiden dan wakil presiden oleh KPU tidak sah secara hukum. ’’Karena perolehan suara paslon 01 yang sebenarnya ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum,’’ ujarnya.
Atau setidak-tidaknya disertai dengan penyalahgunaan kekuasaan oleh Joko widodo selaku capres petahana.
Pelanggaran yang terjadi, menurut BW bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Menurut pemohon, seharusnya paslon 01 tidak mendapat suara sebanyak 85.607.362. Melainkan 63.573.169 suara atau senilai 48 persen. Sementara suara paslon 02 tetap 68.650.239 suara atau senilai 52 persen.
Tim 02 juga menyinggung posisi Ma’ruf Amin sebagai pejabat di dua bank syariah nasional. ’’Cawapres 01 tidak mengundurkan diri dari jabatan sebagai pejabat BUMN,’’ lanjut mantan pimpinan KPK itu.
Dua bank syariah tersebut, yakni BNI Syariah dan Mandiri Syariah, menurut tim 02 adalah BUMN. BW juga menyinggung sumbangan Jokowi apda dana kampanye 01 sebesar Rp19,5 miliar dan barang senilai Rp25 juta. Padahal, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Jokowi berada di angka Rp50 miliar yang di dalamnya terdapat kas senilai Rp6 miliar.
Sementara, Denny Indrayana menyebut salah satu bentuk kecurangannya adalah penyalahgunaan kekuasaan sebagai petahana. ’’Kami mohon MK mendiskualifikasi paslon 01 atau paling tidak melakukan pemungutan suara ulang,’’ ujarnya.
Menurut denny, MK harus lebih progresif. Tidak hanya sekadar berkutata pada angka-angka semata. Pada petitum, Tim 02 menyebutkan 15 tuntutan. Sebagian besar berbeda dengan tujuh tuntutan pada permohonan pertama. seperti menetapkan perolehan suara versi 02 dan menyatakan paslon 01 secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu. Juga melakukan audit terhadap Sistem Informasi penghitungan Suara (Situng).
Hanya ada beberapa tuntutan yang masih sama. Seperti tuntutan untuk mendiskualifikasi paslon 01 dan menetapkan paslon 02 sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Serta opsi pemungutan suara ulang di sebagian atau seluruh wilayah NKRI. ’’Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya. Ex aequo et bono,’’ tambah BW.
Tambah Pengamanan
Pengamanan stakeholder yang terlibat dalam jalannya sidang.
Termasuk diantaranya adalah keamanan dari ke-9 hakim yang menangani sidang tersebut. MK sudah meminta aparat keamanan untuk melakukan perlindungan secara berlapis.
Dalam hal ini permintaan tersebut ditujukan ke Polri dan TNI. Tidak hanya membarikade gedung MK. Tapi juga melindungi keselamatan ke-9 hakim tersebut.
Hal ini dilontarkan oleh Sekjen MK, M Guntur Hamzah. Permintaan tersebut dilakukan semenjak jauh-jauh hari. Mengingat eskalasi keamanan yang terjadi pada 21-22 Mei yang lalu. MK merasa perlu untuk meningkatkan keamanan mereka. “Sudah, sudah kami koordinasikan dengan TNI dan Polri terkait hal ini semenjak jauh-jauh hari,” akunya.
Seperti yang sudah terlihat di gedung MK semenjak beberapa hari yang lalu. Beberapa aparat berseratam hitam dari Brimob, sudah banyak yang bersiaga. Kawat berduri juga sudah dipasang mengelilingi gedung MK. Terutama, di bagian paling depan. Tempat pintu masuk utama berada. Sesekali, mereka juga melakukan patroli untuk memastikan semua titik di gedung MK sudah aman. “Selain itu, kami juga meminta pengamanan untuk ke-9 hakim kami yang mengawal jalannya sidang,” tambah pria yang akrab disapa Guntur tersebut.
Pengamanan terhadap ke-9 hakim ini, dilakukan secara mobile. Artinya, ada anggota polisi atau tentara yang melekat ke mereka. Mereka bertugas untuk memberikan pengawalan setiap perjalanan para hakim. Termasuk diantaranya adalah perjalanan dari rumah menuju ke kantor. “Mereka dikawal dari kediaman sampai menuju ke gedung MK,” lanjut pria kelahiran Makasar tersebut.
Tidak hanya secara mobile. Penjagaan terhadap ke-9 hakim juga dilakukan secara stasioner. Artinya, ada beberapa anggota yang bersiaga di satu tempat saja. Yakni, di kediaman ke-9 hakim tersebut. Sekali pun, mereka tinggal di luar daerah ibukota.
Penjagaan ini dilakukan tidak hanya mendekati sidang PHPU dilaksanakan. Guntur menjelaskan, pengamanan ini sudah dilakukan semenjak akhir Mei lalu. Tepatnya pada 20 Mei. Saat itu, MK meminta pengamanan segera dilakukan. Mengingat kerusuhan yang terjadi di depan Bawaslu pada 21-22 Mei lalu. Guntur menjelaskan, itu merupakan sebuah tindakan prefentif untuk mencegah keributan masa yang berpotensi ke MK juga. “Ternyata kan tidak, nah ya sudah standar pengamannya pun diteruskan ke 9 hakim yang menangani kasus PHPU ini juga akhirnya,” tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua KPU Arief Budiman. Tidak ada penambahan pengamanan yang terjadi di sekelilingnya. Hanya karena kemarin, sidang PHPU sudah mulai digelar. Personel pengamanan yang mengamankan setiap komisioner dan dirinya pun tidak berubah. “Kalau dibandingkan dengan yang rekap saat itu, sekarang sudah cenderung berkurang jumlahnya,” ucapnya Kamis (13/6) lalu.
Arief menjelaskan, pengamanan di KPU sendiri memang dibagi menjadi tiga. Ada personel pengamanan yang bertugas untuk menjaga Gedung KPU di Jalan Imam Bonjol. Ada pula personel yang bersifat melekat di setiap komisioner dan dirinya. Mereka mengikuti kemana pun Arief, dan ke-7 komisioner lainnya pergi. Terakhir personel pengamanan juga ditempatkan di rumah dinas mereka. “Saya sih biasa saja, keluarga saya juga tidak pernah ngeluh. Ada petugas yang merespon kalau diajak bicara, ada yang diam saja,” tuturnya.
Selama ini, Arief tidak merasa terganggu. Dia malah merasa lebih nyaman, ketika datang ke tempat kerja. Arief juga tidak pernah mengeluh terhadap standar pengamanan yang dilakukan oleh kepolisian selama ini. Pengamanan tersebut pun ada bukan karena permintaan KPU sendiri. Berbeda dari MK yang memang sengaja mengajukan pengamanan tersendiri. Pengamanan oleh KPU merupakan standar yang dilakukan kepolisian setiap pemilu dilaksanakan. “Jadi pokoknya saya nyaman saja, mau pagi, siang, malam kerja pun saya tetap merasa nyaman,” ungkap pria asli Surabaya tersebut. (Jawapos/JPG)