eQuator.co.id – Sanggau-RK. Bupati Paolus Hadi menegaskan, Kabupaten Sanggau merupakan miniatur Indonesia dengan keberagaman etnis, adat dan budaya di dalamnya. Meski tak bisa lepas dari peribahasa ‘Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung’, namun tidak ada larangan mengekspresikan budayanya walaupun bukan ditanah kelahiran. Menurut PH, sapaan akrab Paolus Hadi, adat dan budaya adalah identitas suatu suku bangsa dan merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan.
“Inilah salah satu keistimewaan Kabupaten Sanggau, yang saat ini sudah banyak merangkul untuk mendukung berbagai etnis yang berdomisili di Kabupaten Sanggau agar bisa melestarikan adat dan budayanya masing-masing. Termasuklah Perpulegen Merga Silima untuk masyarakat adat Karo,” katanya pada HUT ke-32 Perpulungen Merga Silima, Sabtu (8/6) di gedung Balai Batomu Sanggau.
Orang nomor satu di Kabupaten Sanggau itu juga mengapreseasi lantaran Perpulengen Merga Silima Kabupaten Sanggau telah mendaftarkan diri di Kesbangpol Kabupaten Sanggau, agar keberadaan paguyuban itu terdata secara sah. Tak sampai di situ, Bupati juga minta pengurus mengajukan kepada pemerintah supaya kegiatan pelestarian adat dan budaya untuk masyarakat Karo ini bisa menjadi agenda rutin tahunan yang tercatat di pemerintahan seperti etnis-etnis lain yang sudah mendapat dukungan pemerintah.
“Perpulungen Merga Silima ini sudah 32 tahun ada di Kabupaten Sanggau. Seharusnya sudah bisa menjadi agenda rutin tahunan, tapi syaratnya harus terdaftar dulu. Dua tahun yang lalu saya minta paguyuban ini untuk mendaftarkan diri. Sekarang sudah terdaftar di Kesbangpol,” ungkapnya.
Pemkab sendiri sudah menetapkan agenda rutin tahunan untuk penyelenggaraan sejumlah kegiatan kebudayaan dan mengalokasikan anggaran operasional tetap yang dikelola sembilan lembaga dari beberapa etnis, meskipun belum untuk semua kegiatan.
Adapun kegiatan budaya yang sudah didukung yaitu: Gawai Dayak Kabupaten Sanggau yang diselenggarakan setiap 7 Juli dikelola Dewan Adat Dayak, Festival Paradje Pasaka Negeri untuk masyarakat adat Melayu yang setiap September yang kelola Keraton Suryanegara dan MABM, Wayang Kulit dan Campursari untuk memperingati 1 Suro yang dikelola Guyup Gawe Guna, Perayaan Cap Go Meh yang dilaksanakan setiap hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi MABT, Mandi Bedel dan Perang Ketupat yang dikelola Keraton Pakunegara-Tayan, Malam Badendang untuk masyarakat Padang, Budaya Pasundan, dan Titian Muhibah, pagelaran budaya dua negara (Indonesia – Malaysia).
“Kedepannya pagelaran-pagelaran budaya seperti ini, bisa diselenggarakan di tempat terbuka, tidak harus digedung dan terbuka untuk umum agar tidak hanya dinikmati etnisnya saja. Mau nonton wayang di malam 1 Suro di Sanggau sudah ada, mau nonton budaya Pasundan di Sanggau sudah ada. Masih banyak budaya lainnya, ada budaya Tionghua, Batak, Padang, Irian, Madura itu ada di Kabupaten Sanggau. Kami (Pemerintah) menunggu masyarakat Karo dan Paguyuban yang belum, untuk menentukan penanggalan tetap penyelenggaraan kegiatan kebudayaannya,” papar Bupati.
Laporan: Kiram Akbar