Disrupsi Sekolah

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Saya akan memulai babak baru. Dalam perjalanan bisnis sebagai penyedia jasa webinar. Web for seminar.

 

Saya akan membuka sekolah. Mulai 15 Juni ini. Sekolah online. Dengan guru dan siswa yang tersebar di seluruh Indonesia. Menggunakan metode tatap muka virtual. Menggunakan platform webinar.

 

Ada empat kelas yang saya buka pada tahap pertama: Property, Waralaba, Beasiswa dan Crowdfunding. Jumlah siswanya beragam. Kelas crowdfunding siswanya paling sedikit. Hanya ada 23 siswa. Kelas creative business paling banyak peminatnya. Mencapai 201 orang. Adapun kapasitas maksimal per kelas 250 orang.

 

Tapi bukan sekolah  itu yang ingin saya ceritakan. Sistem pengelolaan sekolah online itu lebih penting untuk Anda. Siapa tahu, Anda tertarik menirunya.

 

Sekolah online sebenarnya tidak berbeda dengan sekolah offline. Ada nama sekolahnya. Ada nama kelasnya. Ada siswanya. Ada gurunya. Ada mata pelajarannya. Ada jadwal belajarnya. Ada penugasan siswa atau PR-nya. Ada  penilaiannya.

 

Nama sekolah yang saya bangun adalah Sekolah Wira. Tapi beberapa kawan saya mengusulkan nama baru: KelasInspira. Saya manut saja. Toh mengubah nama sekolah cukup dengan mengedit account.

 

Sekolah Wira, eh, KelasInspira, akan memiliki banyak kelas. Jumlahnya tidak terbatas. Sebanyak yang diperlukan.

 

Setiap kelas memiliki kapasitas siswa. System memungkinkan untuk menampung hingga 10.000 siswa per kelas. Tetapi agar pengelolaan kelas berjalan lebih efektif, jumlah siswa per kelas dibatasi hanya 100 orang saja.

 

Guru dan murid harus terdata dengan baik. Untuk itu semua harus bergabung dalam aplikasi classroom. Aplikasi ini membantu saya sebagI “kepala sekolah” untuk mengontrol guru dan siswa. Guru mengunggah PR ke server. Siswa mengirim PR yang telah dikerjakan ke server.

 

Di sekolah online, guru dan siswa bertemu sesuai jadwal (jam, hari, tanggal, bulan) belajar-mengajar yang ditetapkan. Durasinya bebas. Bisa 60 menit. Bisa 90 menit. Bisa 120 menit. Terserah saja.

 

Guru dan murid bertemu dalam kelas virtual. Masing-masing bisa saling berinteraksi secara audio visual. Padahal, guru dan murid berada di lokasi masing-masing. Inilah manfaat aplikasi video conference yang menjadi basis teknologi webinar.

 

Guru mengajar secara jarak jauh. Materinya dalam format power point bisa dipresentasikan melalui sistem. Bila guru butuh menulis di papan tulis, sistem menyediakan aplikasi whiteboard. Bisa digunakan untuk menulis menggunakan digital pen pada touchscreen device.

 

Untuk mengelola sekolah itu, saya hanya menggunakan sebuah smartphone seharga Rp 3 juta. Buatan China.

 

Operasional sekolah online pun super murah. Hanya Rp 10 juta per bulan. Bayangkan kalau punya 1 kelas dengan 100 siswa. Biaya sekolah per siswa hanya Rp 10.000.000 : 100 = Rp 100.000 per bulan. Bila kelas dibuka seminggu sekali, biaya untuk setiap pertemuan bagi seorang siswa tak lebih dari Rp 25 ribu.

 

Era disrupsi telah tiba. Siswa yang di Sampit maupun yang di Jakarta sama peluang majunya. Jarak dan waktu bukan lagi kendala.(jto)