eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemrov) Kalbar secara total menjadi komitmen Gubernur Kalbar, Sutarmidji. Masyarakat harus bisa mengakses informasi mengenai keuangan daerah.
Tidak boleh lagi ada yang tertutup. Termasuk, tegas Gubernur, rincian penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Mesti bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Caranya dengan membangun sistem infomasi publikasi berbasis online. Sehingga semua rencana dan pagu anggaran pembangunan di APBD tahun berjalan terpublikasi secara detil. “Kedepan, saye maoknye semuenye transparan. Tahun ABPD berjalan, semua masyarakat harus bisa mengakses,” kata Sutarmidji, belum lama ini.
Karena itu, Sutarmidji menegaskan, kedepan tidak ada lagi yang ditutup-tutupi ke masyarakat dibawah kepemimpinannya sebagai Gubernur Kalbar. Sekalipun jumlah uang kas pemerintah daerah. Seluruhnya harus diketahui oleh masyarakat. Tanpa terkecuali. “Saya akan buat sistem itu. Mudah-mudahan tahun depan itu (2020, red) bisa selesai. Itu harus. Sistem IT kite harus diperbaiki secara total,” tegasnya. “Jadi, tidak ada lagi yang disembunyi-sembunyikan dari masyarakat,” timpalnya.
Dengan keterbukaan informasi tersebut, masyarakat bisa tahu apa-apa saja yang akan dibangun di daerahnya masing-masing. Desa-desa juga demikian. Masyarakat mesti tahu, apa saja program Pemrov yang akan masuk ke desa-desa. “Jadi ndak ade lagi boleh diubah-ubah,” katanya.
Sebelumnya, mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu menyebutkan, APBD Tahun 2018 yang disusun di tahun 2017 lalu amburadul. Terjadi defisit. Mencapai Rp600 miliar lebih. Sebab, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) lebih kecil dibanding utang bagi hasil pajak ke kabupaten/kota. Sampai tahun 2018, dalam APBD banyak proyek yang disusun dengan nilai yang lebih besar. Akibatnya, defisit anggaran semakin besar.
Tidak hanya itu, APBD 2018 lalu, juga tidak dianggarkan gaji ke-13 plus THR ASN, yang totalnya mencapai Rp114 miliar. Padahal, penyusunannya dilakukan September.
Pembayaran gaji 13 plus THR itu sudah diumumkan presiden, bahwa pemerintah daerah berkewajiban membayarnya di bulan Agustus. Sedangkan Pemrov ketika itu, baru akan mengangarkannya di APBD Perubahan. Begitu dilantik pada September 2018, Midji harus menyelesaikan sengkarut APBD.
Ironisnya, ketika Pemrov mengajukan pembahasan APBD Perubahan, terjadi dinamika di DPRD Provinsi Kalbar. Singkatnya, DPRD bersama Pemrov tidak menemukan kesepakan untuk membahas APBD Perubahan tersebut.
Akhirnya, untuk menyelesaikan segala persoalan defisit itu, Sutarmijdi terpaksa menggunakan diskresi. Dengan menerbitkan peraturan gubernur (Pergub) untuk membayar utang, bagi hasil pajak dengan kabupaten/kota dan lain sebagainya.
Namun, langkah itu dinilai BPK tak tepat. Pergeseran anggaran tanpa melalui APBD Perbuhanan dinilai tak taat aturan. Sehingga penilai LKPD Pemrov Kalbar tahun 2018 oleh BPK menempatkan nilai dengan predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP).
Midji mengaku tak kecewa dengan WDP tersebut. Sebab, dia merasa belum ikut terlibat langsung saat penyusunan APBD Tahun 2018.
Laporan: Abdul Halikurrahman
Editor: Yuni Kurniyanto