Pemblokiran Medsos Rugikan Konsumen

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Tiga hari pembatasan akses konten media sosial yang diberlakukan pemerintah, mulai banyak keluhan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum bisa memastikan kapan pembatasan akan dicabut.

Menkominfo Rudiantara mengaku bahwa dirinya juga merasakan dampak pembatasan ini. “Saya pun ingin segera memfungsikan kembali fitur yang sementara dibatasi, yaitu fitur video dan gambar,” kata Rudi, Jumat (24/5).

Rudi mengatakan, sementara hanya fitur seperti teks, voice call dan video call yang masih bisa berfungsi normal. Semoga situasi segera pulih sehingga fitur yang sementara dibatasi bisa segera difungsikan kembali. “Saya juga sama, tidak bisa mengunduh dan mengunggah video/gambar,” tuturnya.

Namun, Rudi meminta semua pihak memaklumi bahwa pengambilan keputusan tentunya mempertimbangkan berbagai macam aspek, antara lain hukum dan keamanan. Rudi sendiri belum bisa memastikan pembatasan akan diberlakukan.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pemerintah tidak bisa melakukan pembatasan secara gegabah dan sembrono. Menurutnya pembatasan ini sama dengan menegakkan hukum tetapi dengan cara melanggar hukum. “Janganlah ingin menangkap seekor tikus tetapi dengan cara membakar lumbung padinya. Bagaimanapun pemblokiran itu melanggar hak hak publik yang paling mendasar yakni mendapatkan informasi bahkan merugikan secara ekonomi,” katanya.

Pembatasan akses media sosial ini kata Tulus secara sektoral melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta UU sektoral lainnya.

Menurut Tulus, pemerintah seharusnya tidak  melakukan pemblokiran tanpa paramater dan kriteria yang jelas. Ia khawatir pemblokiran ini menjadi preseden buruk pemberangusan suara publik yang dijamin oleh konstitusi. “Tidak bisa dikit-dikit blokir. Pemblokiran hanya bisa ditoleransi jika dalam keadaan darurat, dan parameter darurat harus jelas dan terukur,” katanya.

Jikapun alasan cukup kuat, Tulus mengatakan penting bagi pemerintah untuk menjelaskan kepada publik manfaat dan efektivitas pemblokiran tersebut. Jangan sampai pemblokiran tidak mempunyai efek signifikan, tetapi mudharatnya malah lebih signifikan. “Toh masyarakat bisa bermanuver dengan cara lain, seperti menggunakan VPN dan atau menggunakan medsos lainnya,” katanya.

Tulus menambahkan, saat ini medsos seperti whatsapp dan sejenisnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bukan hanya untuk bersosialita, tetapi untuk menunjang aktivitas kerja dan aktivitas perekonomian.

Peneliti di Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Indonesia Pratama Persadha juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut Pratama, masyarakat bisa memaklumi alasan pemerintah melakukan pembatasan pada kondisi pasca kerusuhan kemarin. “Tapi ya itu jangan lama-lama. Kasihan masyarakat yang menggunakan medsos untuk kebaikan. Misalnya untuk jualan,” katanya.

Pratama menjelaskan, memang sulit untuk mencegah penyebaran konten negatif tanpa melakukan pemblokiran. Setidaknya secara teknologi. “Jadi yang paling efektif saat ini ya menggalakkan literasi digital,” jelasnya.(Jawapos/JPG)