Patriot Bercincin

Oleh : Dahlan Iskan

eQuator.co.id – Pemilu selesai. Minggu besok. Di India.

Untuk tahap ke tujuh ini masa kampanyenya dipersingkat sehari. Ketegangan memuncak. Terutama di negara bagian West Bengal.

Pemilu di India berlangsung tujuh minggu. Beda Dapil beda tanggal mencoblosannya. Akan terlalu lelah kalau pencoblosannya serentak dalam satu hari. Bisa-bisa ribuan KPPS yang meninggal dunia.

Di Bhopal, India Tengah, juga riuh. Caleg wanita dari partai penguasa mengusung isu sensitif: yang berani membunuh Mahatma Gandhi itu harus diakui sebagai seorang patriot bangsa.

Yang mengusung tema itu Pragya Thakur. Caleg wanita dari partai BJP yang berkuasa. Yang terus mengusung tema agama di seluruh negeri.

Sebenarnya Pragya dalam status menunggu pengadilan. Dia sendiri ditangkap lantaran dianggap terlibat dalam peledakan bom di Gujarat. Yang juga terjadi di beberapa tempat lain. Sebagai balasan atas bom yang meledak di  hotel besar di Mumbai tahun 2008.

Pragya tidak ditahan. Alasannya: sedang dalam perawatan dokter. Ia terkena kanker. Yang sudah menjalar sampai ke paru. Umurnya baru 49 tahun.

Kanker itu juga sudah lama menyerang payudaranya. Dua-duanya sudah dipotong. Lalu sehat lagi. Pragya lantas bikin kontroversi baru. Dia bilang: kankernya sembuh karena ia minum air kencing sapi. Juga karena minum ramuan lain: panchagavya. Yakni campuran antara kencing sapi, tletong-nya dan susunya.

Sejak kecil Pragya sudah ganjil. Dia jarang tampil sebagai cewek. Potongan rambutnya selalu pendek. Kesukaannya balap sepeda. Atau ngebut dengan sepeda motor. Salah satu motor itu tertangkap di sekitar bom di Malegaon itu. Belum tentu dia pelakunya. Atau dia yang menyuruh. Tapi dia ikut jadi tersangka.

Pragya memang militan ‘kanan-luar’. Pidato kampanyenya minggu lalu sangat mengejutkan. Yang menyebutkan Nathuram Vinayak Godse adalah patriot bangsa.

Godse adalah pembunuh Mahatma Gandhi. Yang dilakukannya pada jam 17.17 sore hari. Tanggal 30 Januari 1948.

Hari itu Godse mendatangi tempat tinggal sementara Gandhi. Di New Delhi. Di rumah seorang pengusaha besar bernama Birla. Yang rumahnya memang besar. Terdiri 12 kamar tidur. Dengan  teras yang luas. Di tengah kota. Hanya sekitar 2 Km dari pusat bisnis.

Siapa pun akan bahagia ditempati tokoh legendaris seperti Gandhi. Ia adalah bapak bangsa. Pejuang kemerdekaan India. Gandhi harus tinggal sementara di Delhi karena tugas. Sebagai tokoh nasional. Yang harus berada di ibukota. Di saat India baru saja merdeka.

Hari itu hari ke 144 Gandhi tinggal di rumah itu. Ia ditemani seorang cucu perempuannya. Sore itu Gandhi baru pulang dari sembahyang bersama umatnya. Sebagian mengantarkan Gandhi sampai di rumah Birla.

Ketika cucunya memapah Gandhi naik ke teras, seorang anak muda mendekat. Menyingkirkan tangan sang cucu dari tubuh Gandhi.

Langsung menembakkan pistol ke dada orang tua itu. Tiga kali. Dengan moncong pistol praktis menempel di dada.

Godse langsung diringkus. Banyak polisi yang jaga di situ. Tidak ada celah sedikit pun untuk berkelit. Bukti lengkap. Saksi banyak. Praktis Godse tertangkap basah.

Gandhi diberitakan tewas di tempat. Tapi ada juga berita bahwa Gandhi baru tewas setengah jam kemudian. Sempat diangkat ke tempat tidurnya. Dan dibacakan puja-puja menurut agama Hindu.

Saat mendatangi Gandhi itu Godse berpakaian necis. Celana panjangnya agak longgar tapi disetrika rapi. Baju hemnya lengan panjang putih. Dimasukkan ke celana. Dengan ikat pinggang melingkar. Postur tubuhnya ramping, tinggi dan kelihatan terpelajar.

Rupanya kini, kian banyak yang simpati pada Godse. Tidak hanya caleg wanita dari Bhopal itu saja.
Lima tahun lalu sudah mulai muncul tuntutan itu. Persis 65 tahun setelah pembunuhan Gandhi itu. Ketika partai kanan-luar BJP memenangi Pemilu 2014.

Tuntutan itu adalah: rehabilitasilah nama Godse! Angkatlah Godse sebagai patriot bangsa.

Bahkan beberapa film dibuat. Untuk mengenang dan menghargai Godse. Diputar tepat setiap tanggal 30 Januari. Oleh kelompok kanan luar di sana.

Godse sendiri lantas dibawa ke pengadilan. Sebulan kemudian sudah mulai disidang. Bukti dan saksi lengkap.

Tidak sampai setahun pengadilan sudah bisa memutuskan: Godse dihukum mati. Pengadilan di atas-atasnya tetap menjatuhkan hukuman mati.

Sebenarnya dua anak Mahatma Gandhi sudah mengajukan commutation. Agar Godse dimaafkan. Atau dijatuhi hukuman yang lebih ringan. Tapi Presiden India saat itu, Jawaharlal Nehru, menolak commutation itu.

Hukuman mati itu pun dilaksanakan tanggal 15 Nopember 1949. Dengan cara digantung. Di penjara Ambala, Punjab. Sekarang termasuk negara bagian Haryana. Satu jam dari Delhi.

Godse lahir di Pune, tidak jauh dari Mumbai. Ketika di SMA ia putus sekolah. Pilih jadi aktivis. Termasuk aktivis agama. Ia pilih bergabung ke organisasi keagamaan radikal: Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Lihat DI’sWay: Sayap RSS.

Godse membaca banyak sekali buku. Yang berat-berat. Dari penulis-penulis dunia. Ia pelajari juga Marxisme. Dan ia juga mengagumi ajaran Mahatma Gandhi. Ahimsa. Gerakan perlawanan dengan diam. Tanpa kekerasan.

Lama-lama Godse merasa ada yang ganjil. Ajaran Gandhi itu tidak cocok dengan lingkungan yang lagi bergejolak. Ketidakadilan tidak cukup dilawan dengan diam. Kekerasan harus dilawan kekerasan.

Puncaknya terjadi saat perjuangan Gandhi berhasil. Penjajah Inggris akhirnya setuju: memerdekakan India.

Hanya saja Inggris bingung: apakah merdeka sebagai satu negara atau merdeka menjadi dua negara.

Mahatma Gandhi terus berjuang untuk merdeka sebagai satu negara. Tapi pemimpin masyarakat Islam India, Ali Jinnah, terus mendesak Inggris: merdeka dua negara. Hindu (India) dan Islam (Pakistan).

Kedua masyarakat itu memang sering terlibat konflik. Saat itu. Jinnah merasa konflik akan selesai kalau berpisah saja.

Gandhi sangat sedih kalau harus berpisah. Ia terus berjuang untuk tetap bersama. Sampai ia pun rela kalau negara itu punya nama baru: Hindustan.

Kesan di kalangan Hindu Gandhi terlalu mengalah. Terlalu pro Islam. Orang seperti Godse termasuk yang marah pada Gandhi. Justru Godse menilai Gandhi menjadi orang sombong dengan kesuciannya.

Saya baca berkali-kali ‘pidato’ Godse di depan hakim. Sebagai pidato, isinya sangat bagus. Wajar kalau kaum nasionalis-religius di India sangat mendukung isi pidatonya. Yang sangat heroik bagi nasionalisme India. Yang sangat fanatik dari kacamata agama.

Kalau saja saya orang Hindu di India mungkin saja saya akan sangat terbakar oleh pidatonya itu.

Untuk membunuh Gandhi itu Godse menggambarkan diri sebagai Arjuna. Yang sampai harus membunuh orang suci seperti Bhishma. Lantaran Bhishma melindungi Kurawa.

Harusnya, kata Godse dalam pidatonya di pengadilan, Gandhi harus seperti Rama. Yang mau melindungi Shinta sampai harus memerangi Rahvana.

Dalam pidatonya itu, ia meramalkan suatu saat kelak, orang akan mengakui kepatriotikan dirinya. Ia tidak menyebut itu akan terjadi  tahun 2014. Atau tahun 2019. Tapi nama Godse kini memang naik daun di masyarakat Hindu India.

Tentu ia tidak menyangka kelak di tahun 2014 ada partai yang sangat Hindu. Yang memenangkan pemilu di India. Yang lagi berjuang merehabilitasi namanya. Bahkan hari kematian Gandhi itu akan dijadikan hari besar: Hari Keberanian India. Belum tentu akan disetujui. Dunia akan menentang ya.

Godse itu sebenarnya bukan nama lahirnya. Ia dilahirkan dengan nama Ramachandra. Tapi ada masalah kepercayaan yang berat: tiga kakak laki-lakinya semua meninggal. Saat masih bayi.

Untuk menghindari kematian yang sama, Ramachandra diberi nama perempuan: Nathuram. Artinya: gadis dengan hidup bercincin.

Hidungnya memang ditindik dan diberi cincin. Juga diberi pakaian wanita. Orang tuanya pun memperlakukan Godse sebagai anak wanita.

Sampai lahirlah adiknya: perempuan. Cincin di hidungnya dicopot. Pakaiannya dikembalikan ke laki-laki.

Tapi akhirnya ia meninggal juga. Di tiang gantungan. (Dahlan Iskan)