Alasan Sabotase

Oleh: Dahlan Iskan

eQuator.co.id – Harus pergi. Warga AS di Iraq diminta tinggalkan negara itu. Pesawat pembom AS sudah tiba di Bahrain. Armada lautnya sudah di selat Hormuz. Sebanyak 120.000 tentara Amerika disiapkan berangkat.

Adakah Amerika segera menyerang Iran?

Presiden Donald Trump membantah pengiriman tentara itu. “Itu berita palsu,” katanya Rabu lalu.

Ia hampir selalu begitu. Menilai berita di ‘New York Times’ sebagai berita palsu. “Kalau toh akan kirim tentara jauh lebih banyak dari itu,” katanya.

Berarti benar? Siap kirim tentara?

Kelihatannya tinggal tunggu alasan pembenar. Seperti saat menyerang Iraq dulu. Ditemukan alasan: Saddam Husein memproduksi senjata kimia. Contoh kimia di dalam botol pun ditunjukkan kepada wartawan. Yang kelak diakui  itu hanya rekayasa intelijen.

Untuk menyerang Iran sebenarnya sudah disediakan alasan terbaru. Yang bisa membuat serangan ke Iran itu sah. Yakni lubang di dua kapal yang lagi berlabuh di Fujairah, Uni Emirat Arab. Salah satunya  milik Saudi Arabia. Satunya lagi  milik Norwegia. Keduanya lagi bermuatan minyak mentah.

Lubang pada kapal Andrea Victory Bergen

Lubang di kapal itu sudah dipublikasikan sebagai tindakan sabotase Iran. Atau kelompok yang dikendalikan Iran.

Pokoknya lubang itu terjadi setelah membentur  benda. Entah apa jenis benda itu. Tapi tidak sampai membuat kapal bocor. Foto lubang itu dipublikasikan di media internasional.

Kalau di balik kebencian pada Tiongkok ada Steve Banon (baca DisWay Guo Banon) di balik kebencian pada Iran ada John Robert Bolton.

Bolton-lah yang sejak lama anti Iran. Termasuk ia juga yang mendorong Trump untuk membatalkan sepihak perjanjian internasional perlucutan nuklir Iran. Yang bikin Inggris, Perancis, Russia dan Tiongkok sewot, tapi tidak bisa banyak berbuat.

Negara-negara itu sebenarnya memihak Iran. Tetap mengijinkan perusahaan mereka berbisnis dengan Iran. Tapi perusahaan itu sendiri yang takut. Bisnis mereka dengan Amerika jauh lebih besar. Secara bisnis lebih baik mengorbankan Iran. Dari pada kehilangan bisnis dengan Amerika.

Bolton jugalah yang pro serangan ke Iraq dulu. Bahkan ia juga pro penyerangan terhadap Vietnam Utara. Saat itu umurnya baru 20-an tahun. Pada tahun 1969 itu.

Kini Bolton sudah berumur 70 tahun. Hidup rukun dengan isterinya. Dan satu putrinya.

Jabatan resminya sangat strategis: penasehat keamanan nasional presiden Trump.

Bolton jugalah di balik ancaman serangan pada Korea Utara. Yang tujuan akhirnya tunggal: gulingkan Kim Jong-Un. Seperti misinya yang lain: gulingkan Maduro di Venezuela, gulingkan Ayatullah Khamenei di Iran, gulingkan Basyar Asad di Syiria.

Bolton adalah lulusan terbaik Yale University: summa cum laude. Salah satu universitas terbaik di Amerika. Lalu menjadi pengacara. Bergabung ke partai Republik. Menjadi tokoh ekstrim kanan. Dan pernah ingin menjadi calon presiden. Ia kalah sebelum babak penyisihan tingkat partai.

Bolton pernah dicela. Sebagai salah satu pendukung perang Vietnam ia tidak mau berangkat perang. Saat ia berumur 17 tahun.

“Waktu itu saya menjelang lulus. Dan lagi saya tidak mau mati di sebidang sawah di Asia Tenggara,” katanya.

Tapi sebenarnya ia sudah menandai: Dalam perang Vietnam itu, Amerika akan kalah.

Waktu itu mencari sukarelawan perang kian sulit. Gerakan anti perang Vietnam meluas di Amerika. Banyak yang menolak dikirim ke Vietnam. Termasuk yang masih Anda ingat: petinju Mohamad Ali. Yang sampai dijatuhi hukuman berat: gelar juara dunianya dicopot.

Saking sulitnya sampai Amerika mewajibkan siapa saja untuk berangkat perang. Dengan cara diundi.

Panitia undian, komite rekrutmen tentara, menulis angka 1 sampai 366. Di secarik kertas. Lalu digulung. Dimasukkan kapsul kecil. Itulah angka jumlah hari dalam setahun.

Setelah dipotong hari raya. 366 kapsul itu dimasukkan kotak sepatu. Dikocok. Lalu dituang ke tabung kaca. Diundi.

Siapa pun lelaki yang lahir antara tahun 1944 sampai 1949 harus mendaftar ikut undian. Atau, berarti, berumur 15 sampai 20 tahun.

Belakangan Bolton masuk tentara. Selama empat tahun. Lalu pindah kesatuan dua tahun lagi. Sebelum akhirnya kuliah lagi. Sampai mendapat gelar doktor hukum.

Sebagai aktivis ekstrim kanan Bolton bergabung ke organisasi  kanan. Ke lembaga think-thanks milik keluarga Yahudi Amerika: Gatestone Institute. Bolton menjadi Chairman di lembaga ini.

Yang menjadi presidennya adalah seorang wanita. Yang menyatakan dirinya aktivis zionis yang sangat antusias. Yang kaya raya. Yang tinggalnya di sebuah apartemen di New York. Yang harganya sekitar Rp 400 miliar.

Nama wanita ini: Nina Rosenwaldl. Kini umurnya 45 tahun.

Nina masih punya enam apartemen lagi. Yang semua pintunya terhubung. Di satu lantai. Lantai 41. Di Trump Tower New York. Dekat Central Park itu. Tidak jauh dari museum Natural History Museum  itu. Yang sering untuk lokasi shooting film itu. Terutama film Night at the Museum. Nina memang salah satu penyumbang dana museum itu.

Nina mewarisi kekayaan itu dari ayahnya: William Rosenwald. Kini berumur 72 tahun. Pendiri jaringan toko serba ada: Sears. Pemilik gedung tertinggi di Chicago itu.

William juga mendanai Breitbert. Lembaga ekstrim kanan lainnya. Yang dipimpin Steve Banon. Yang ingin menumbangkan penguasa Tiongkok sekarang.

Bahkan ia juga ikut mendanai gerakan Brexit di Inggris. Agar Inggris keluar dari masyarakat Eropa. Yang dianggap terlalu lunak pada imigran Islam dari Afrika Utara dan Timur Tengah.

Sang ayah memulai bisnis Sears di Evansville, kota kecil di Indiana. Tempat saya pernah sekolah. Sebelum terkena urusan yang sia-sia itu.

Sampai tahun 1989 Sears masih yang terbesar di Amerika. Lalu, di tahun itu, dikalahkan Walmart. Kian lama kian kalah. Tahun lalu Sears mengajukan permohonan bangkrut. Dengan tujuan mengecilkan jaringan tokonya. Permohonan itu dikabulkan tiga bulan lalu. Sears diizinkan menyehatkan perusahaannya. Dengan cara hanya mempertahankan sebanyak 430 toko.

Waktu mendirikan Gatestone Institute Nina menetapkan lembaganya itu sebagai not for profit. Ini untuk membedakan dengan lembaga yang menyebut diri non profit.

Lembaga not for profit boleh berbisnis dan mencari laba. Tapi labanya tidak untuk kepentingan pemiliknya. Melainkan untuk memperbesar pengabdian sosial lembaga itu sendiri.

Mirip itu pula yang sebenarnya ingin saya dirikan dulu. Setelah tidak menjadi sesuatu lagi. Yang saya sebut sosiopreuneur itu. Yang akhirnya batal total itu. Akibat kesibukan yang sia-sia itu.

Di Gatestone Nina berhasil merekrut beberapa aktivis Islam. Yang tidak risi dengan cap bahwa Gatestone itu anti-Islam.

Misalnya Amir Taheri. Wartawan terkemuka asal Iran. Kini berumur 72 tahun. Saat menjadi pimpinan harian Kayhan Taheri sangat pro Shah Reza Pahlevi. Yang digulingkan people powernya Ayatullah Khomaini.

Taheri lari ke Eropa. Menjadi wartawan beberapa media terkemuka dunia. Menulis banyak buku. Anti pemerintahan negara Islam Iran.

Banyak juga yang tulisannya hantam kromo. Misalnya tulisan yang hoax ini: di Iran diberlakukan UU pembedaan warna pakaian. Kuning untuk orang Yahudi. Merah untuk orang Kristen. Putih atau hitam untuk yang Islam. Tujuannya, tulis Taheri, untuk memudahkan siapa pemeluk agama lain. Yang harus dijauhi. Lantaran najis.

Masih banyak lagi tulisan Taheri yang pokoknya asal bisa merusak nama negara Islam Iran. Ia memang top saat jadi wartawan: pernah mewawancarai banyak presiden Amerika, raja-raja Arab dan pimpinan negara Tiongkok.

Gatestone juga merekrut tokoh wanita Islam. Asal Pakistan. Lulusan Karachi University. Aktivis persamaan gender. Dan juga hak asasi manusia.

Namanya: Raheel Raza. Kini 68 tahun. Tinggal di Toronto, Kanada. Raheel adalah salah satu pemikir Islam yang berpendapat beda: bahwa wanita boleh jadi imam salat. Dia sendiri berharap suatu saat bisa menjadi imam salat. Ketika pendapatnya itu sudah bisa diterima kalangan Islam pada umumnya.

Kalau Steve Banon banyak mendapat bahan tentang Tiongkok dari pelarian seperti Guo Wen Gui, Bolton banyak dapat bahan tentang Iran dari pelarian seperti Taheri.

Akankah Iran benar-benar akan diserbu? Terserah Bolton kelihatannya. (Dahlan Iskan)

Foto: www.laprogressive.com dan southfront.org