Pukul Drum Bekas, Bangunkan Warga untuk Sahur

Aktivitas Pemuda Tambelan Sampit di Bulan Ramadan

KELILING KAMPUNG Para pemuda di Kelurahan Tambelan Sampit, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak keliling kampung membawa alat seadanya yang dapat menghasilkan bunyi. Mereka membangunkan warga agar tidak telat memasak untuk makan sahur. Maulidi Murni/Rakyat Kalbar.

Selain bulan penuh berkah. Setiap daerah punya keunikannya masing-masing dalam menjalani ibadah puasa sebulan. Baik saat menunggu waktu berbuka, maupun ketika hendak makan sahur.

Maulidi Murni, Pontianak

eQuator.co.id – Salah satunya ada di Kota Pontianak. Keunikan itu ialah, adanya sekelompok pemuda yang berkeliling kampong. Mereka membawa alat seadanya yang bisa menghasilkan bunyi, sambil berteriak “sahur..sahur.. sahur..”.
Ada delapan pemuda yang sudah bersiap-siap sejak pukul 02.30 WIB. Mereka rela begadang. Tidak tidur untuk keliling kampung. Demi membangunkan warga di kampungnya untuk makan sahur.
Alat yang mereka gunakan hanya seadanya. Dari bahan bekas, berupa drum plastik dan potongan seng yang ukurannya tidak begitu besar. Bahan apa saja, asalkan bisa menghasilkan bunyi, mereka bawa serta. Walaupun irama yang keluar agak sumbang, tak menyatu dari berbagai alat yang mereka bawa. Tapi, mereka selalu percaya diri dan bersemangat. “Setiap malam libur jak bang bangunkan orang sahur ni,” ucap Zainuddin, warga Kelurahan Tambelan Sampit, beberapa hari lalu.
Zainuddin mengungkapkan, mengapa kegiatan ini dilakukan pada waktu libur saja. Sebab, sebagian dari mereka ada yang masih sekolah dan ada juga yang sudah bekerja.
Zainuddin mengaku, tradisi ini sebelumnya kerap dilakukan para seniornya. Tradisi ini pun seperti sudah mengakar. Setiap bulan Ramadan mereka lakukan. “Kita putar-putar kampung, kurang lebih enam gang lah. Lalu kite pun selesai bangunkan untuk orang sahur,” ujarnya.
Tujuan para pemuda ini tidak banyak. Asal warga dan keluarganya yang masih tertidur, maupun yang takut kesiangan dapat memanfaatkan waktu untuk memasak menu sahur. Sehingga tidak terburu-buru sahur karena terlambat bangun. “Kite liat-liat jam gak, takutnye kite pulak yang endak sahur,” sambung Zainuddin sambil tertawa.
Drum plastik yang dijadikan sumber suara, mereka angkut menggunakan gerobak, pinjaman dari salah satu warga. Mereka berbagi tugas. Yang suaranya paling nyaring, mendapatkan peran sebagai tukang teriak. Lalu yang lain ada yang memukul seng, memukul drum plastik dan mendorong gerobak.
Saking semangatnya, mereka yang berkeliling dengan berjalan kaki sambil berteriak dan memukul-mukul alat musik seadanya, tidak merasakan lelah. Dia berharap, upaya membangunkan orang untuk sahur dinilai positif oleh warga yang rumahnya mereka lintasi. “Ada yang pas kite lewat, orang rumahnye tu bilang udah bangun. Lalu ade gak yang balas dengan kata sahur..sahur,” tuturnya.
Mereka mengaku paling senang, jika kedatangan mereka sudah ditunggu warga. Walau hanya untuk melihat mereka sambil melontarkan candaan.
Puas berkeliling. Para pemuda lalu kembali ke tempat awal mereka berkumpul, yaitu di tepian Sungai Kapuas. Berbagai macam alat yang mereka gunakan tadi, lalu disimpan dan dikembalikan ke tempat semula. “Nantinye kalau mau dipakai agik, ndak leteh becari,” pungkasnya.

 

Editor: Yuni Kurniyanto