eQuator.co.id – JAKARTA-PONTIANAK-RK. Pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2019 lewat lebih dari 20 hari. Namun, jumlah petugas pemilu yang meninggal terus bertambah. Dorongan dilakukannya investigasi atas fenomena itu pun bermunculan.
Salah satunya berasal dari Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa. Komunitas yang beranggota para dokter itu melakukan pertemuan di kantor Elza Syarief, kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mereka sepakat mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah sebagai respons banyaknya petugas penyelenggara pemilu yang meninggal.
Tuntutan itu, antara lain, menetapkan hari berkabung nasional hingga 22 Mei, membentuk tim gabungan pencari fakta independen, dan mendorong Komnas HAM untuk membawa kasus tersebut ke internasional. Mereka juga meminta Polri mendesak kebutuhan otopsi kepada para korban serta menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab penuh memberikan santunan yang layak. ’’Tanpa otopsi, kami tidak akan tahu penyebab kematian para petugas yang sedang bertugas di lapangan tersebut,’’ ucap Ketua Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa, dr Bakta Iswara.
Menurut dia, sampai saat ini tidak ada alasan kuat yang mendasari kematian para petugas itu. Kelelahan memang bisa menjadi penyebab utama seseorang meninggal begitu saja. Namun, dari ratusan yang meninggal, Bakta menduga ada penyebab lain. Termasuk kemungkinan pelanggaran HAM terhadap petugas yang diminta bekerja lebih dari waktunya.
Elza Syarief menambahkan, pemberian santunan oleh pemerintah memang menjadi salah satu tuntutan komunitas dokter tersebut. Namun, perempuan yang berprofesi advokat itu menyarankan agar nilai diukur terlebih dahulu. ’’Apakah santunan yang diberikan sesuai dengan apa yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan ataupun mereka yang kini masih dirawat di rumah sakit,’’ ujarnya.
Sementara itu, Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memastikan bahwa pihaknya akan turun ke lapangan untuk menggali informasi tentang kematian ratusan petugas pemilu. Rencananya, langkah itu dilakukan mulai Senin pekan depan (13/5). ’’Ada 30 personel, termasuk komisioner, yang akan turun ke sejumlah lokasi di daerah guna menggali informasi tentang kematian petugas KPPS. Sebelum 22 Mei (penetapan rekapitulasi suara nasional, Red), diharapkan sudah ada hasil dari tim,’’ terang Ahmad, Kamis (9/5).
Dia menambahkan, tim pemantau akan berfokus pada aspek HAM. Salah satunya menelusuri apakah ada atau tidak mekanisme respons cepat pihak terkait ketika muncul persoalan kesehatan petugas KPPS. ’’Kami akan melihat dari aspek manusianya saja. Nanti kami menyimpulkan fakta-fakta di lapangan secara objektif,’’ ujarnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Azis menyatakan bahwa kasus petugas pemilu meninggal bukan hanya tahun ini. Hal serupa terjadi pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014. ’’Pada 2014 jumlahnya mencapai 157 orang,’’ katanya.
Karena itu, sejak awal pihaknya berupaya melakukan antisipasi. Misalnya, membuat terobosan pembatasan jumlah di TPS maksimal 300 pemilih. Padahal, di undang-undang disebutkan batasan maksimal 500 pemilih. Terobosan itu dilakukan untuk mempertimbangkan beban kerja.
Sementara KPU Kalbar mencatat, sebanyak 21 petugas KKPS di wilayah Kalbar yang meninggal dunia. Sementara yang sakit sebanyak 112 orang.
Ketua KPU Kalbar, Ramdan mengucapakan bela sungkawa terhadap para pejuang demokrasi yang gugur tersebut. “Kami tentu mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya,” katanya, Rabu (8/5).
Kepada anggota KPPS yang sakit, ia juga mendoakan agar segera diberi kesehatan. Sehingga bisa berkumpul kembali bersama sanak keluarga masing-masing.
Menurutnya, data-data 21 orang anggota KPPS yang meninggal dunia itu sudah disampaikan ke KPU RI. Begitupula data 112 orang anggota KPPS yang sakit. “Sesuai arahan KPU RI, data-data tersebut sudah kami laporkan. Supaya bisa menerima santunan,” katanya.
Untuk penyerahan santuanan, saat ini masih didalam proses. Sebab, ada beberapa persyaratan administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu. “Kami masih menunggu. Bagian SDM kami sudah mendapat informasi dari KPU RI. Tentu ada persyaratan administrasi yang harus lengkapi. Terkait SK-nya dan lain sebagainya,” katanya.
Persyaratan administrasi pemberian santuanan itu, penting untuk memastikan apakah yang gugur tersebut adalah benar-benar anggota KPPS yang sedang bertugas. “Termasuk itu data yang sakit juga kita sampaikan ke KPU RI,” pungkasnya.
Laporan: Jawapos/JPG, Abdul Halikurrahman
Editor: Yuni KUrniyanto