50 Persen Badan Publik di Kalbar Belum Informatif

KETERBUKAAN INFORMASI Koordinator bidang Advokasi dan Sosialisasi Komisi Informasi Kalbar, Ruspita Suci Paulin menyampaikan materi kepada mahasiswa dalam kegiatan Sosialisasi Keterbukaan Informasi Publik di Perguruan Tinggi, yang digelar di Magister Fisipol Untan, Kamis (2/5). Abdul Halikurrahman/Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Hasil Evaluasi Komisi Informasi (KI) Kalbar Tahun 2018, separuh Badan Publik di Kalbar belum melaksanakan amanah Undang-undang Ketebukaan Informasi Publik.

“Dari 285 Badan Publik, kita lakukan monev. Hasilnya 50 persen belum informatif,” ujar Wakil Ketua Komisi Informasi Kalbar, Darusalam saat kegiatan Sosialisasi Keterbukaan Informasi Publik di kampus Megister Fisipol Untan, yang di ikuti ratusan mahasiswa Fisipol, Kamis (2/4).

Menurutnya, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 telah menjamin setiap warga negara berhak memperoleh keterbukan informasi publik. Tanpa terkecuali.

Ia pun berharap, mahasiswa sebagai agen perubahan, mampu berperan membantu Komisi informasi mendorong keterbukaan informasi pabilik di segala lini pemerintahan.

Koordinator bidang Advokasi dan Sosialisasi Komisi Informasi Kalbar, Ruspita Suci Paulin menambahkan, mahasiswa memang menjadi sasaran sebagai perpanjangan tangan Komisi Informasi dalam mendorong keterbukan informasi publik. “Karena kita memandang, mahasiswa ini sebagai insan akademisi, yang memiliki intelktual. Kita berharap mahasiswa bisa terlibat aktif mendorong keterbukaan informasi publik di Kalbar,”katanya.

Menurutnya, Gubernur Kalbar, Sutarmidji sangat komitmen terkait transparansi informasi publik. Itu kata dia sangai baik.  Namun, sampai sekarang, memang masih banyak lebaga pemerintah yang belum tranparan dalam memberikan informasi. “Media masa saja yang memerlukan informasi dengan cepat, kadang-kadang tidak diberikan,” ungkapnya.

Padahal, sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008, siapapun berhak memeperoleh akses informasi. Apalagi media massa. Yang perlu memberikan informasi dengan data akurat. “Makanya kita imbau media massa, kalau melakukan uji akses, tidak diberikan informasi, maka laporkan kan ke komisi informasi. Kita sengketakan. Supaya ada pembelajaran. Sehingga tidak ada lagi informasi yang ditutupi,” imbuhnya.

Kecuali informasi tersebut menyangkut tiga hal. Seperti, informasi menyangkut kemananan negara, kerahasiaan bisnis, dan kerahasiaan pribadi. “Itu boleh ditutupi. Tetapi sebagian besar, 90 puluh persen informasi di badan publik itu harus dibuka. Tidak ada alasan lagi. Apalgi media massa yang memerlukan informasi yang cepat untuk diberikan ke publik,”pungkasnya.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman

Editor: Yuni Kurniyanto