Sungguh suatu kebanggaan besar ketika kita diberi kesempatan untuk menampikan salah satu keunikan seni dan budaya bangsa sendiri di negeri orang. Terkhusus apabila yang ditampilkan adalah seni dan budaya tanah kelahiran, Kalimantan Tengah.
Heronika, Palangka Raya
eQuator.co.id – Begitu chatting atau perbincangan awal dari seorang teman yang saat ini sedang berada di Republik Ceko, baru-baru ini. Namanya Muhammad Sauqi. Namun banyak orang mengenal dengan panggilan Coqi. Pria kelahiran Kota Palangka Raya 18 Agustus 1988 itu sedang merantau di negeri pecahan Chekoslavakia, tiga bulan belakangan ini.
Coqi adalah seorang seniman Bumi Tambun Bungai yang mengadu nasib di Pulau Dewata Bali. Dia bersama seorang rekannya memiliki sebuah workshop Art dan Etnik khas Kalimantan di kawasan Jimbaran. Belakangan dia punya kesempatan melancong ke Republik Ceko bersama temannya Eliska Surmarova, mahasiswi internasional yang belajar di Bali.
Pemuda yang hobbynya traveling ini berniat mengembangan usahanya hingga ke negeri Balkan itu. Dalam rangka itu dia bersama Eliska mencoba merintisnya. Sekaligus memperkenalan seni dan budaya Dayak yang dikuasainya. Apalagi Eliska juga sudah piawai menari mendampingi Coqi pada sebuah kesempatan sebelumnya.
Mereka dilibatkan dalam salah satu organisasi non profit yaitu Kintari. “Kebetulan salah satu pengurus dari orginisasi tersebut adalah teman kita, Jana. Dia (Jana, red) mengenal dan mempecayai kita menjadi salah satu bagian dari mereka untuk menampilkan keindahan seni dan budaya Kalimanatan,” kata Coqi melalui sambungan WA, belum lama ini.
Coqi menceritakan bahwa dia sudah beberapa kali tampil. Namun kali ini performance-nya dalam rangka merayakan ulang tahun yang ke-100 atas nama Miroslav, seorang traveller dan peneliti, serta pengarang buku di negeri itu. Acara di Kota Brno. Tepatnya pada salah satu gedung teater terbuka pada 16 April 2019, lalu.
Tarian yang dibawakannya adalah tari kreasi dengan dengan judul Balaku Dua atau memohon doa. Tarian itu terinspirasi dari Tari Mandau dan diangkat dari pengalaman pribadinya sebagai seorang lelaki di perantau di negeri orang. “Dimana saja tempatnya seorang perantau harus menunduk atau merendahkan diri, serta meminta izin dan doa serta dukungan agar setiap apa yang ingin dilakukan mendapatkan perlindungan dari Tuhan. Tentu saja selamat sampai terlaksana dengan baik,” ujarnya membeberkan makna dari tarian itu.
Dan ternyata penampilan Tari Balaku Dua itu, Coqi dan Aliska mendapat perhatian besar dari warga dan penonton. Bahkan setelah tarian selesai penonton berdiri memberi penghargaan. “Alangkah terharunya melihat antusias penoton yang memberikan standing applause setelah tarian itu,” lanjutnya.
Dengan perhatian itu, bahwasannya budaya Kalimantan khususnya Suku Dayak menarik perhatian serta dapat memberikan hiburan bagi orang lain di luar sana. Maka perlu dijaga, dilestarikan dan dipertahankan. Keunikan dan khasnya budaya mengingatkan kita untuk mengenang jasa para leluhur yang telah susah payah ikhlas menciptakan karya seni itu. “Terima kasih kepada pihak-pihak yang selalu mendukung dan memperhatikan para pelaku seni di Kalimantan Tengah. Mulai dari mempersiapkan perizinan, costume, music serta arahan-arahan dalam penampilan. Dengan kerjasama yang baik maka kebudayaan dan kesenian Kalimantan Tengah dapat dilirik dan kembangkan ke kancah lebih luas lagi,” pungkasnya. (Kalteng Pos)