eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengunjungi salah satu lokasi ujian tes berbasis komputer seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (UTBK SBM PTN). Yakni, di gedung Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) Universitas Indonesia di Salemba, Sabtu (13/4).
Nasir tidak sendirian. Mantan rektor Universitas Diponegoro tersebut didampingi Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Ravik Karsidi dan Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo Widyobroto dalam kunjungan tersebut. Nasir memastikan bahwa tidak ada gangguan maupun masalah teknis di hari pertama UTBK.
Pada tes tersebut peserta harus mengerjakan 160 soal selama 4 jam 15 menit. Rinciannya, 80 soal tes potensi skolastik dan 80 soal potensi akademik. Nasir menjamin tidak ada kecurangan maupun kebocoran soal.
Berdasarkan pengamatan Jawa Pos, para peserta nampak serius memperhatikan layar monitor soal. Dosen pengawas dua kali mengingatkan agar tidak membawa handphone di ruang ujian. Soal baru bisa dibuka saat hari pelaksanaan ujian. ”Jadi tidak ada curang seperti itu dan terhindar dari perjokian,” ucap menteri 58 tahun asal Ngawi itu.
Ravik menyadari kemungkinan soal bocor akibat perbedaan waktu pelaksanaan UTBK SBM PTN di Indonesia Tengah dan Timur. ”Kami percaya dengan sistem yang kami terapkan. Setiap peserta akan menghadapi soal yang berbeda, namun memiliki bobot yang sama. Jadi jangan khawatir,” terang mantan rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta itu.
Sementara itu, Putri Ayu, peserta UTBK SBM PTN kelompok saintek asal Cibinong, merasa cukup lelah usai menjalani ujian selama itu. ”Bete sih iya. Apalagi baca soal cerita yang panjang memang capek matanya,” ujar Putri.
Dia menyiasati dengan mengerjakan soal-soal berhitung terlebih dulu. Sebab, tidak memakan waktu lama. ”Ngerjain yang deret angka dulu untuk tes skolastiknya sama matematika di tes potensi akademik,” urai siswi SMAN 3 Cibinong. Putri berharap, strateginya itu mampu mengantar dirinya masuk Arsitektur UI.
Farhan Riordan, siswa asal SMA Labschool Cibubur, lebih memilih mengerjakan secara acak. Mengerjakan soal yang dia anggap mudah dulu. Soal cerita tes skolastik diakui Farhan cukup menyita waktu. Butuh penalaran dan logika untuk menjawabnya.
Tapi, remaja 18 tahun itu punya strategi jitu untuk mengerjakannya tanpa perlu waktu banyak. ”Baca pertanyaannya dulu. Lalu, lihat opsi jawaban. Baru kemudian cari jawabannya dari narasi soalnya,” jelas Farhan. Justru Farhan berkebalikan dengan Putri. Menurut dia, soal hitungan cukup merepotkan dan membutuhkan waktu untuk menjawab. (Jawa Pos/JPG)