Indonesia Jangan Tiru Thailand

Beda Pilihan Politik dan Hoaks Ancam Persatuan

LUHUT DAN MAHFUD Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan bersama anggota Badan Pembina Ideologi Pancasia (BPIP), Mahfud MD saat tiba di Rumah Radakng, Jumat (12/4). Abdul Halikurrahman/Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Di tengah hiruk pikuk dinamika politik, warga diserukan menjaga persatuan. Apa yang dialami Thailand tidak boleh ditiru. Pebedaan pilihan politik dan hoaks (berita bohong) rentan memecah belah kerukunan yang sudah terawat dengan baik.

Karena itu, Gubernur Kalbar, Sutarmidji meminta agar seluruh warga berdemokrasi dengan baik. Bisa menerima apapun hasil pemilu pada 17 April nanti.

Pasca pemliu, semua masyarakat harus kembali bersatu dan saling merangkul untuk membangun daerah dan bangsa ini supaya bisa lebih maju. “Kita pahami Kalbar sangat banyak etnis. Suku, bangsanya. Harus kita rawat dengan baik. Tujuan bernegara untuk kesejahteraan semua,” kata Mijdi, sapaan karib Sutarmidji menyampaikan sambutan acara Silaturahmi dan Apel Kebangsaan Dalam Rangka Menuju Pemilu Damai, Jumat (12/4) di Rumah Radakng.

Sebagai Gubernur, ia menjamin kebebasan seluruh kegiatan seni dan kebudayaan semua etnis yang ada di Kalbar. Tanpa terkecuali. Karena, kal itu dilindungi undang-undang. “Intinya, kita komintmen jaga kebersamaan. Eratkan tali silaturahmi. Apapun hasil pemilu, harus diterima, dan kembali bersatu,” pungkasnya.

Kegiatan Apel Kebangsaan Dalam Rangka Menuju Pemilu Damai, turut menghadirkan pembicara dari Badan Pembina Ideologi Pancasila, Mahfud MD dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. “Saudara, kita bersyukur. Dunia internasional menyebut, Indonesia adalah laboratorium terbaik untuk memahami pluralisme,” sebut Mahfud.

Berdasarkan data statistik tahun 2010, Indonesia memilik pulau sebanyak 17.504 pulau. Tidak ada negara lain yang menandingi jumlah pulau itu. “Luar biasa. Kita punya 1.300 lebih suku. Ada 726 bahasa daerah. Yang kadang kala kita bertengkar, berkelahi karena perbedaan bahasa. Tetapi kalau sudah bicara bangsa Indonesia, kita bisa bersatu,” ucapnya.

Karena itu, Mahfud meminta semua masyarakat bersyukur, dengan kerukunan tersebut. Mensyukuri artinya, kata dia, harus dibarengi dengan merawat keragaman itu sendiri. “Karena kemajemukan Indonesia, membuat bangsa ini maju bersama. Penjajah bisa ditumpas karena persatuan,” katanya.

Sistem politik demokrasi di negara ini, kata Mahfud, adalah pilihan dan hasil kesepakatan bersama. “Sebab itu, mari kita hidup dengan berdemokrasi yang sportif,” ajaknya.

Dalam sistem berdemokrasi, lanjut dia, ada koridor yang harus dipatuhi. Pertama, libery. Artinya, setiap orang bebas menentukan pilihan politiknya. Tak boleh diintervensi dalam bentuk apapun.

Kemudian, egalite. Artinya, setiap warga mempunyai kedudukan yang sama didepan hukum. Tak boleh diskriminasi dalam penegakan hukum. Demokrasi tidak boleh merampas hak kesejahteraan masyarakat. “Mari jaga demokrasi ini. Jangan sampai kita berdemokrasi, lalu rusak. Pecah. Saling fitnah. Bikin hoaks. Mari kita laksanakan pemilu ini dengan damai,” serunya.

“Siapun yang terpilih pada tanggal 17 Aprli nanti, harus dirangkul kembali. Menerima pemimpin yang sudah dipilih rakyat, berdasarkan suara terbanyak,” timpalnya.

Jika ada persoalan pelanggaran pemilu, tentu ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh. Sebab, demokrasi memang sejatinya harus diimbangi dengan hukum.

Di tempat yang sama, Luhut Binsar Panjaitan juga menyerukan kepada seluruh masyarakat, tetap kompak menjaga persatuan. Menurutnya, perbedaan politik adalah proses demokrasi. “Jika ada perbedaan pandangan politik, jangan terus berburuk sangka. Tapi, kalau ada yang salah, ya dibawa ke pengadilan, dihukum. Tapi jangan merusak semua kebaikan yang kita bina berpuluh tahun,” pesannya.

Di momen politik ini, hoaks menjadi ancaman nyata dan berpotensi memecah belah persatuan. Untuk kepentingan tertentu. Masyarakat tidak jarang dihadap-hadapkan dengan isu yang berbau provokasi. “Untuk berita hoaks, saya berharap, saya imbau elite-elite kita. Terutama untuk mengurangi, menghilangkan berita berita itu. Berkampanyelah dengan baik, bijaksana. Untuk masa depan Indonesia,” ajaknya.

Jangan sampai, isu-isu hoaks bertendensi provokasi politik, Indonesia seperti negara Thailand. Yang sampai saat ini, negara tersebut terpecah. Akibat gagalnya membangun sistem politk yang baik. “Saya sampaikan juga untuk anak muda. Kita jangan seperti Thailand. Negara yang tidak ada beda agama. Hanya satu suku. Tapi terpecah dua sisi. Karena perbedaan politik dan berita-berita tidak benar juga. Sampai hari ini mereka terpecah,” katanya.

“Kita hebat di bawah ideologi Pancasila. Jangan sampai ideologi Pancasila ini kita ganggu,” tutupnya.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman

Editor: Yuni Kurniyanto