eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Merasa disudutkan dengan postingan yang diunggah akun Instagram @zianafazura, Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalbar melapor ke Polda Kalbar. Padahal, Polresta Pontianak belum selesai memproses kasus pengeroyokan yang dialami AU, salah satu siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Pontianak.
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati mengatakan, akun Instagram @zianafazura menulis bahwa KPPAD berharap berakhir damai demi masa depan pelaku dan korban, terkait kasus penganiayaan yang dialami AU yang dilakukan oleh 12 orang dari berbagai SMA di Kota Pontianak. “Atas kesepakatan dari rapat pleno Selasa (9/4/) pukul 11.00 WIB, kami sudah melaporkan secara resmi ke Polda Kalbar, nomor registrasi 240 yang melapor langsung bapak Tumbur Manalu beserta Anggi Febian Lubis, mewakili KPPAD,” tutur Eka.
Laporan tersebut dibuat, kata dia, karena KPPAD menemukan statement ini meruncingkan dan membelokkan tugas pokok serta fungsi (Tupoksi) KPPAD, dimana tupoksi KPPAD sebenarnya adalah perlindungan dan pengawasan terhadap anak-anak yang ada di Kalbar.
Kalau berkaitan dengan penegakkan hukum, Eka menekankan, bahwa ranah tersebut bukan ke KPPAD. “Ranah hukum bukan ada di KPPAD. Jika memang harus melalui proses hukum bukan masyarakat, masuk ke ranah KPPAD. Tidak menuntut dan mempertanyakan ke KPPAD, dimana kasus ini sudah dilimpahkan ke Unit PPA Polresta Pontianak,” paparnya.
Eka menuturkan, jika masyarakat ingin tahu lebih jauh tentang masalah hukum terkait kasus tersebut, dia mempersilakan menanyakan langsung, kroscek bagaimana kelanjutan kasus ini ke Polresta. “Tolong kita sama-sama menghargai dan menghormati bidang kerja masing-masing. Kami memiliki tupoksi yang harus konsentrasi kepada anak, terlepas anak ini pelaku maupun korban dalam hal ini. Dalam kasus ini, kami tetap konsentrasi dan fokus kepada korban terlebih dahulu,” terangnya.
“Untuk pelaku, saat ini bagaimana pun sudah diserahkan kepada pihak kepolisian. Jika masyarakat, netizen ingin mempertanyakan, mengembangkan, atau memiliki kepentingan politik, pribadi, maupun kelompok jangan pernah masuk dalam ranah KPPAD. Jangan pernah mengintervensi atau memanfaatkan lembaga kami untuk kepentingan tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh Eka menuturkan, KPPAD Kalbar tidak mengambil jalur damai terhadap kasus ini. “Semua ini dikembalikan kepada pihak korban, bagaimana korban mengambil langkah, selanjutnya proses hukum ada di pihak kepolisian,” imbuhnya.
Statement akun yang dilaporkan KPPAD, kata Eka, didapat dari twitter yang memang begitu sekian menit langsung banyak komentar, begitu-begini tentang KPPAD. “Jadi yang kita rilis kemarin, bahasa itu diambil separo-separo akun ini. Yang menjadi pertanyaan kami, kepentingannya apa, apa yang mereka inginkan dari kami,” ujarnya.
Eka mengatakan, KPPAD sudah datang langsung kroscek ke korban untuk mengecek kesehatannya, komunikasi dengan ibu korban, dan tidak ada permasalahan apapun. “Untuk masalah kasus hukumnya, itu kita tidak bisa masuk. Kami tidak bisa mengintervensi, apalagi untuk masuk, apalagi harus damai, tidak bisa. Kita tidak boleh melakukan itu, kita hormati kepolisian, mereka sudah bekerja semaksimal mungkin, bekerja sesuai tupoksinya. Kami sesuai dengan tupoksi kami,” tegasnya.
Eka mengatakan, korban akan dilindungi sesuai tupoksi KPPAD, yaitu perlindungan dan pengawasan anak. “KPPAD sudah menekankan kepada ibu korban tadi, siapapun yang ingin datang mengunjungi AU, tolong koordinasi dengan KPPAD, karena anak ini masih dalam pengawasan sampai anak ini sembuh dan pulih secara fisik dan mental,” ujarnya.
Eka menuturkan, kemarin setelah melihat postingan akun twitter tersebut, sekira pukul 10.00 sampai 11.00 WIB, akun tersebut langsung naik followernya menjadi ratusan ribu. “Itu yang membuat kita heran, ini akun fake, akun bodong,” ujarnya.
Eka menilai, ada yang memanfaatkan situasi ini, satu sisi menjatuhkan nama lembaga atau ada kepentingan yang KPPAD tidak ketahui untuk memanfaatkan lembaga ini.
Eka meminta masyarakat yang tidak mengetahui duduk permasalahannya, jangan mengambil informasi hanya sebelah ‘telinga’ kanan, gunakan dua belah telinga, kroscek kembali ke KPPAD Kalbar. “Disini ada KPPAD, kami tidak berpihak kemanapun, tapi kepentingan yang kami utamakan adalah kepentingan korban, bagaimanapun posisi korban saat ini sangat dirugikan,” paparnya.
Eka meminta, tidak ada yang menyudutkan sebelah pihak. “Seolah-olah ini ada mediasi dan lain-lain, itu ada ranahnya kenapa bisa sepeti itu. Kita mengatakan ada mediasi, kami tanggal 5 April menerima pengaduan pukul 13.00 siang, lalu sekira pukul 14.00 ada mediasi di Polsek Pontianak Selatan,” bebernya.
Dimana korban sudah melaporkan terlebih dahulu ke Polsek. Selanjutnya, KPPAD diminta untuk mendampingi, bukan KPPAD yang membuat mediasi tersebut. Hal itu harus menjadi garis besar bagi masyarakat menyikapi kasus ini. “Tolong dipahami kembali UU SPPA Nomor 11 Tahun 2012, disitu sudah menjelaskan foto wajah identitas tersangka maupun korban, tidak boleh kami buka, tapi dipaksakan sama netizen harus dibuka. Hukum seperti ini, kami tidak bisa mengikuti maunya netizen. Negara ini punya aturan hukum, bukan hukum rimba,” ujarnya.
Eka menegaskan, hukum di Indonesia mesti dijalankan sesuai aturan. “Negara ini punya aturan hukum. Sekalipun korban mendapat perbuatan yang tidak menyenangkan yang sangat merugikan korban, ada jalur-jalurnya yang harus kita lewati mekanismenya,” terangnya.
Eka mengatakan, semua sudah ada dalam bidangnya. Berkembang isu ada intervensi dari pejabat. “Kami tidak pernah berpikir bapaknya pejabat, mau presiden sekalipun, kami tidak perduli dalam masalah itu,” kesalnya.
Dia menegaskan, jangan pernah berpikir KPPAD menerima uang, satu recehpun dalam kasus ini. “Tidak ada, kami hanya menegakkan UU Nomor 35 Tahun 2014 secara murni dan real, demi kepentingan anak-anak di Kalbar, agar penyelenggaraan dan perlindungan anak berjalan dengan baik dan benar,” pungkasnya
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol M Husni Ramli mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan jajarannya, sementara terduga pelaku hanya tiga orang. “Jadi apa yang ada di media sosial sampai 12 orang. Sampai saat ini dari hasil pemeriksaan kami, hanya tiga orang,” terangnya.
Ketiga terduga pelaku, kata Husni, sampai saat ini masih belum dilakukan pemeriksaan, karena masih melengkapi saksi-saksi dan lagi berkordinasi dengan Rumah Sakit Mitra Medika untuk rekam medis dari korban.
Kompol Husni melanjutkan, untuk mengarah kepada tersangka, pihaknya masih melengkapi saksi-saksi lebih dulu.
Husni membeberkan, kasus ini terjadi pada tanggal 29 Maret sekira pukul 14.30 WIB. Kejadian pertama di belakang paviliun Jalan Sulawesi, Kecamatan Pontianak Selatan. Kejadian kedua terjadi di Taman Akcaya yang tidak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP) pertama. “Kejadian ini kemudian dilaporkan orangtuanya ke Polsek Pontianak Selatan, satu minggu setelah kejadian,” ujarnya.
Setelah diterima pengaduan, selanjutnya dilakukan visum. Selanjutnya, perkara tersebut dari Polsek Selatan dilimpahkan ke Polresta Pontianak untuk penanganan lebih lanjut. “Untuk laporan resmi dari orangtua korban, baru kemarin sore. Sementara untuk pemeriksaan, baru memeriksa orangtua korban. Hari ini (kemarin, red) masih menunggu saksi yang ada di TKP, yakni PP dan DE,” terangnya.
Sementara korban belum dapat dimintai keterangan, karena masih dirawat inap di Rumah Sakit Mitra Medika. Husni membeberkan, kronologis kejadian pengeroyokan. Mulanya AU dijemput DE untuk diantar ke rumah sepupunya, PP. “Dari rumah PP, korban keluar menggunakan kendaraan roda dua dan dan diikuti dua sepeda motor yang tidak dikenal, menurut korban,” paparnya.
Setelah sampai di belakang paviliun, korban dicegat. Setelah itu, dari belakang tiba-tiba TR menyiramkan air dan menarik rambut korban, hingga korban jatuh ke jalan. “Setelah korban terjatuh, EC menginjak perut korban dan membenturkan kepala korban ke jalan,” jelasnya.
Korban kemudian melarikan diri bersama PP menggunakan motor. Namun, dicegat kembali oleh TR dan LL di Taman Akcaya. “Disitu korban dipiting oleh TR, selanjutnya LL menendang perut korban,” tuturnya.
Kejadian tersebut disaksikan masyarakat sekitar. Sehingga para pelaku melarikan diri.
Di tempat terpisah, Gubernur Kalbar, Sutarmidji ikut berkomentar mengenai aksi pengeroyokan tersebut. Mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu mengaku miris mendengar kejadian tersebut. “Sekarang korban masih di rumah sakit. Kalau dengar cerintenye miris juga kita. Korban itu diculik. Dibawa ke tempat sepi. Dan 12 orang (yang menganiaya) perempuan semua,” kata Midji saapaan karib Sutarmidji, Selasa (9/4).
Sebab itu, ia mendorong agar penanganan kasus tersebut diproses sesuai aturan yang berlaku. Artinya, meskipun 12 pelaku pengeroyokan itu masih dibawah umur, penanganan perkara pidanya harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Jangan cerita dibawah umur. Perbuatan dia (12 pelaku) sudah bisa dipertanggungjawabkan oleh para pelaku,” tegas Mijdi.
Midji berharap, KPPAD bisa bersikap adil dalam menangani perkara itu. Penegakan hukum harus dikedepankan. Meskipun para pelaku dibawah umur. “Selama ini selalu bicara pelaku tindak pidana adalah anak dibawah umur. Sehingga sepertinya pelaku lebih dilindungai daripada korban. KPPAD, saya gak mau seperti itu. KPPAD harus adil,” pintanya. “Pelaku karena dibawah umur lalu dilindungi. Tidak boleh. Ya jangan. Kasihan lah korban,” timpalnya.
Menurutnya, apabila pelaku tidak dihukum tegas, lantaran dalihnya masih dibawah umur, maka kedepan akan menjadi contoh yang tak baik. Orang bisa memperalat anak dibawah umur untuk melakukan tindak pidana. “Ini sudah perlakuan yang luar biasa. Saya minta, harus ada tindakan terhadap meraka yang 12 orang ini. Harus ditindak,” pungkasnya.
Laporan: Andi Ridwansyah, Abdul Halikurrahman
Editor: Yuni Kurniyanto