Rupanya, kondisi itu tidak hanya terjadi di kelompok masyarakat kebanyakan. Di komunitas elite yang terdidik pun situasinya tidak jauh berbeda.
Di Indonesia saat ini ada sekitar 32 ribu doktor dan profesor. Kewajiban mereka setiap tahun harus menulis jurnal ilmiah. Faktanya, jumlah jurnal ilmiah di Indonesia per tahun hanya sekitar 9 ribu. Artinya, ada 23 ribu doktor dan profesor yang tidak menulis karya ilmiah.
Kalau di kalangan elite terdidik saja seperti itu, bisa dibayangkan bagaimana situasi di lingkungan masyarakat awam. Sungguh pekerjaan rumah yang tidak ringan.
Sayangnya, terlalu banyak pihak belum berpihak pada dunia penulisan. Padahal, buku merupakan sumber ilmu pengetahuan. Dan ilmu pengetahuan inilah sumber kemajuan peradaban suatu bangsa.
Jumat lalu, di Surabaya, ada sebuah peristiwa yang menyedihkan. Terkait dunia literasi. Sebuah acara bedah buku yang digelar komunitas milenial di Kafe Joker dibubarkan aparat. Alasannya klasik: tidak ada izinnya.
Memang cukup mengherankan. Sejak zaman pemerintahan BJ Habibie, acara diskusi buku sudah tidak membutuhkan izin lagi. Buku yang dibedah pun bebas. Termasuk buku-buku aliran ‘kiri’ alias buku-buku ‘merah’.
Mengapa tiba-tiba izin bedah buku dipersoalkan lagi di Surabaya? Rupanya, izin itu terkait dengan nama pengarang bukunya: Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno. Keduanya mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden 2019 – 2024. Dan tengah memasuki masa kampanye terbuka.
Karena pengarangnya jadi capres dan cawapres, maka acara bedah buku dikategorikan sebagai acara politik: kampanye. Padahal, komunitas penyelenggaranya bukan tim kampanye pasangan capres – cawapres nomor urut 02. Begitu pun masyarakat yang diundang.
Bedah buku itu bertujuan mengajak generasi milenial untuk bersama-sama mengkaji pokok-pokok pikiran Prabowo – Sandi dalam bidang perekonomian. Sebagaimana yang ditulis dalam buku itu.
Sebagai penulis buku, saya kecewa. Akan lebih elok seandainya, pemikiran-pemikiran Prabowo – Sandi dalam buku itu dilawan dengan gagasan lain oleh penulis lain. Juga dalam bentuk buku.
Nasi telah menjadi bubur. Hanya karena lebay dan baperan. (jto)