Sri Mulyani Batalkan Pajak e-Commerce

ilustrasi : internet

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Pajak bagi pelaku usaha e-Commerce, sempat akan diterbitkan oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani. Namun belakangan, peraturan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce) batal dilaksanakan.

Pembatalan PMK ini, disebutkan lantaran pemerintah masih perlu melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antar kementerian dan lembaga.

“Saya menarik PMK ini. Dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-Commerce itu tidak benar,” kata Sri Mulyani, Jumat (29/3).

Sri menerangkan, peraturan e-Commerce ini mesti dikaji lagi sehingga tepat sasaran, adil, efisien, serta tetap mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital.

Penarikan PMK tersebut sekaligus memberikan waktu pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan. Selain itu mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-Commerce.

Sebelumnya, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga berharap penerapan PMK ini ditunda. Peraturan ini terkesan dipaksakan untuk diberlakukan pada 1 April lantaran hingga saat ini aturan teknis berupa Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) tidak kunjung diterbitkan.

Ketua Bidang Ekonomi Digital idea, Bima Laga menyebutkan, ada beberapa poin dari peraturan tersebut yang belum siap diimplementasikan. Misalnya, pengawasan atas transaksi di media sosial (medsos).

“Kami berharap PMK turunannya positif dan fleksibel. Tetapi, ada satu bagian yang kami merasa itu masih perlu diatur. Contohnya, media sosial yang sama sekali tidak ada dan bentuk pelaporan satu pintunya belum klir 100 persen,’’ ujar Bima, kemarin.

Bima berharap pajak e-Commerce untuk marketplace diberlakukan secara bersamaan dengan medsos. “Kami sudah mengirimkan surat kepada pemerintah,” kata Bima.

Dia mengatakan, jika pajak e-Commerce hanya berlaku untuk marketplace, lanjut dia, berarti pemerintah bersikap tidak adil untuk model bisnis lainnya. Dia khawatir banyak penjual yang justru pindah berjualan lewat medsos. “Penurunan belum terjadi karena aturan ini belum berlaku. Tetapi, kalau melihat dari besaran user, bakal terjadi penurunan,” jelas Bima.

IdEA memaparkan data yang menunjukkan medsos seperti Facebook dan Instagram meraup porsi 66 persen dari keseluruhan transaksi secara online di Indonesia pada 2017. Hanya 16 persen yang bertransaksi melalui platform marketplace.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menjelaskan, penerapan pajak e-Commerce memungkinkan ditunda karena Perdirjen tidak kunjung terbit. Meski Perdirjen diterbitkan, dibutuhkan waktu setidaknya tiga sampai empat bulan untuk sosialisasi.

Yustinus menambahkan, transaksi e-Commerce di luar platform marketplace seperti online retail, classified ads, daily deals, atau medsos sebenarnya bisa mengikuti ketentuan dalam PMK Nomor 210 Tahun 2018.

“Namun, pemerintah perlu segera membuat peraturan lanjutan agar terjadi equal treatment,’’ tuturnya.

 

Laporan : Jawa Pos/JPG

Editor : Andriadi Perdana Putra