76 WNA di Kalbar Pemegang KITAP

KPU Singkawang Pastikan DPT Tanpa WNA

Muhammad Yanis

eQuator.co.id – PONTIANAK-SINGKAWANG-RK. Sebanyak 76 warga negara asing (WNA) di Kalbar memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Dua WNA diantaranya telah dihapus dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019, yakni Wendi Van Broek asal Belanda di Kabupaten Melawi, dan Kim Soh Yeon asal Republik Korea di Kabupaten Ketapang.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil KemenkumHAM) Kalbar, Muhammad  Yanis memaparkan, sebanyak 76 WNA yang sudah memiliki KITAP memang dimungkinkan dan diperbolehkan mempunyai Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el). Ketentunya sesuai UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminitrasi Kependudukan (Adminduk).

Meski boleh memiliki KTP-el. Namun mereka tetap tidak bisa masuk dalam DPT. “Ada dua WNA, satu warga Korea, ada di wilayah kerja Imigrasi Singkawang dan Ketapang. Kita sudah koordinasi dengan KPU setempat, dan sudah dihapus namanya dalam DPT. Sehingga tidak bisa ikut dalam DPT dan memberikan suara dalam pemilu,” ungkapnya di Mapolda Kalbar disela Kunjungan Kerja Wakil Ketua  Komisi III DPR RI, Rabu (27/3) siang.

Tidak hanya WNA, menjelang Pemilu 17 April mendatang, Kanwil KemenkumHAM juga memperhatikan penguhuni lembaga pemasyarakatan (Lapas) yang hak pilihnya harus dijamin. “Dari sisi kesiapan, insya Allah semua sudah siap. mereka sudah paham, dan sudah ada koordinasi dengan KPU. Pengalamannya pun bukan baru 2019, tapi  2014 dan sebelumnya pun sudah berjalan,” katanya.

Dia menuturkan, di Lapas Kelas II Pontianak ada 3 TPS untuk warga binaan. “Dua untuk yang dari Lapas Pontianak. Satu untuk Lapas Perempuan dan itu dalam satu tempat,” jelasnya.

Terpisah, Ketua KPU Kota Singkawang, Riko mengatakan, terkait WNA yang masuk dalam DPT bukan di Kota Singkawang, melainkan daerah lain. “Mungkin Ketapang,” ujar Riko ketika dikonfirmasi Rakyat Kalbar, Kamis (28/3).

Penegasan senada disampaikan Anggota KPU Kota Singkawang, Umar Faruq. Menurutnya WNA yang mengantongi KITAP tidak mungkin bisa masuk DPT. “Coba konfirmasi ke Capil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, red),” katanya.

Sementara seperti ditulis Puspen Kemendagri, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof Dr Zudan Arif Fakrullah memastikan WNA tak memiliki hak pilih pada Pemilu Serentak 2019 meski memiliki KTP-el. Tak hanya itu, kepemilikan KTP-el juga diikuti dengan ketentuan tidak terlibat dalam proses politik, baik itu memiliki hak dipilih maupun hak untuk memilih. Kepemilikikan KTP-el tersebut hanya sebagai identitas sementara selama WNA tinggal di Indonesia.

“WNA itu punya KTP el hanya untuk identitas selama tinggal di Indonesia. Dia tidak punya hak politik, baik itu dipilih maupun pemilih, jadi keliru kalau bilangg WNA punya KTP-el untuk dipergunakan Pemilu 2019,” terang Zudan.

Ketentuan kepemilikan KT-el bagi WNA terdapat dalam  Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 24 tahun 2013 dalam Pasal 63 ayat (1) dijelaskan bahwa penduduk Orang Asing yang memilik Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. Lebih lanjut dalam Pasal 64 ayat (7) huruf b disebutkan bahwa masa berlaku KTP-el bagi Orang Asing disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap. “Kepemilikan KTP-el  bagi TKA/WNA  tidak sembarangan. KTP didapat setelah yang bersangkutan memiliki surat tinggal tetap atau KITAP.  Undang-undangnya ada pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 63 dan 64,” kata Zudan.

Zudan mengatakan, yang dimaksud dengan penduduk ialah termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA), keduanya dikenakan kewajiban untuk memiliki KTP el dengan ketentuan sebagaimana yang tersebut dalam undang-undang, diantaranya berusia 17 tahun dan untuk WNA telah memiliki KITAP.

Adapun KTP el bagi WNA memiliki perbedaan dengan kepemilikan KTP WNI secara sepintas sama karena dicetak pada blangko yang sama. Namun demikian apabila dicermati dapat dibedakan dengan mudah karena KTP-el WNA didesain dengan aplikasi dan format yang berbeda.

Pertama, KTP WNA memiliki masa berlaku maksimal lima tahun, atau sesuai dengan izin tinggal yang diberikan Kantor Imigrasi. Jika  masa berlaku habis, maka WNA harus pulang ke negara asalnya atau wajib memperpanjang KITAP dan KTP-el nya. Sementara KTP WNI berlaku seumur hidup.

Kedua, tiga kolom  pada KTP el WNA menggunakan bahasa Inggris. Ketiga, NIK berisi konfigurasi domisili dan tanggal lahir, dua digit berisi kode provinsi, dua digit kode kota/kabupaten, dua digit kode kecamatan, enam  digit  tak akan terganggu dan tak bisa dimanipulasi karena  karena dua digit sesuai dengan tanggal lahir atau konfigurasi lahir dan empat digit urutan penerbitan.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Suhendra

Editor: Yuni Kurniyanto