eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Setelah polemik berpanjangan, pemerintah akhirnya mengumumkan penentuan tarif ojek online. Aturan tarif ini sudah terangkum dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.
Dalam ketentuan tarif ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membaginya dalam tiga zona.
Adapun zona 1 meliputi wilayah Jawa non-Jabodetabek, Sumatera, dan Bali. Zona 2 meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Terakhir, zona 3 meliputi Kalimantan, Papua, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT). Beleid ini bakal resmi diberlakukan pada 1 Mei 2019 mendatang.
“Tarif ini sudah memperhitungkan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya langsung saja. Sedangkan biaya tidak langsung itu yang ada di pihak aplikator sebesar 20 persen,” kata Dirjen Perhubungan Darat Budi Setyadi dalam konferensi pers di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (25/3).
Berikut rincian tarifnya:
- Zona 1: Biaya jasa batas bawah sebesar Rp 1.850 per km dan tarif batas atas sebesar Rp 2.300 per km. Sementara itu biaya jasa minimal sebesar Rp 7 ribu – Rp 10 ribu.
- Zona 2: Biaya jasa batas bawah sebesar Rp 2 ribu per km dan tarif batas atas sebesar Rp 2.500 per km. Sementara itu biaya jasa minimal sebesar Rp 8 ribu – Rp 10 ribu.
- Zona 3: Biaya jasa batas bawah sebesar Rp 2.100 per km dan tarif batas atas sebesar Rp 2.600 per km. Sementara itu biaya jasa minimal sebesar Rp 7 ribu – Rp 10 ribu.
Dari tarif tersebut, biaya jasa minimal merupakan biaya jasa yang dibayarkan oleh penumpang untuk jarak tempuh paling jauh 4 kilometer (km). Adapun tarif yang berlaku itu bersifat nett atau bersih diterima pengemudi.
Budi menjelaskan, khusus Jabodetabek memiliki besaran biaya jasa yang berbeda. Alasannya, penggunaan ojol pada wilayah tersebut sudah menjadi kebutuhan primer.
“Karena pola perjalanan untuk ojol di jakarta sudah kebutuhan primer. Hasil riset mengatakan itu. Artinya ada aspek plus miledandan last mile, ojol ini sekarang sudah jadi kebutuhan untuk terhubung ke kendaraan lain (transportasi massa lain),” tuturnya.
Selain itu, Dirjen Budi menyampaikan permohonan maaf mewakili Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dia meminta maaf apabila masih ada yang belum sesuai dari penentuan biaya jasa tersebut. Meski begitu, pemerintah terus membuka ruang diskusi kepada semua pihak.
“Dalam kesempatan yang baik ini, seperti yang disampaikan bahwa biayanya diumumkan hari ini. Jadi yang pertama kami ingin sampaikan permohonan maaf kepada semua pihak terkait biaya jasa ini. Tapi kalau kemudian tarif belum sesuai kita masih membuka diskusi,” pungkasnya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memuji langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menetapkan biaya jasa ojek online (ojol) dengan menggunakan skema batas atas dan batas bawah. Menurut mereka, keputusan itu sudah tepat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pengaturan biaya jasa ojol sangat penting bagi keberlangsungan bisnis daring ini. Di sisi lain, campur tangan pemerintah juga punya peran penting bagi pengemudi, aplikator, dan masyarakat sebagai konsumen.
“Tanpa campur tangan pemerintah, dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi hak-hak konsumen sebagai pengguna ojol, atau bahkan hak-hak pengemudi sebagai operator ojol,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26/3).
“Oleh karena itu, pengaturan tarif ojol dengan model tarif batas atas dan batas bawah adalah langkah tepat. Batas atas untuk menjamin agar tidak terjadi eksploitasi tarif pada konsumen yang dilakukan oleh aplikator, dan tarif batas bawah untuk melindungi agar tidak ada banting tarif dan atau persaingan tidak sehat antar aplikator,” tambah Tulus.
Lebih lanjut, Tulus menilai penerapan tarif pada ojol merupakan hal lazim, kendati bukan kategori transportasi umum. Selain itu, pihaknya berharap kenaikan tarif juga harus sejalan dengan peningkatan kualitas pelayanan khususnya dari aspek keamanan dan keselamatan.
“Kenaikan tarif juga harus menjadi jaminan untuk turunnya perilaku yang ugal-ugalan pengemudi ojol, tidak melanggar rambu lalu lintas, tidak melawan arus, dll; sehingga bisa menekan lakalantas. Regulasi yang baru ini, seharusnya sudah termasuk di dalamnya adalah adanya asuransi bagi pengguna ojol, seperti asuransi dari PT Jasa Raharja,” tuturnya.
Tulus menambahkan, besaran tarif yang ditentukan pemerintah dinilai masih terlalu besar. Meski begitu, dia berharap pemerintah bisa terus fokus melakukan pengawasan.
Potongan 20 persen yang dilakukan aplikator kepada pengemudi seharusnya bisa diturunkan. Karena dengan kenaikan tarif berarti pendapatan aplikator juga naik. Setelah kenaikan ini, perlu ada sinergi dengan Kominfo agar tidak ada pelanggaran regulasi di lapangan, baik oleh pengemudi dan atau aplikator. (Jawa Pos/JPG)