eQuator.co.id – Pontianak-Kubu Raya. Fenomena Equinox dimana Matahari mencapai titik terdekat dengan bumi dan suhu udara akan naik, tanggal 22 sampai 28 Maret dirasakan di wilayah yang berada di garis Khatulistiwa. Termasuk Kota Pontianak.
Pada saat ini, seluruh tempat di Bumi akan memiliki jumlah jam siang 12 jam, serta jam malam 12 jam pula. Equinox yang terjadi pada 21 Maret disebut sebagai vernal equinox (musim semi) untuk wilayah bumi bagian utara.
Sementara bagi bagian selatan Bumi, Equinox ini menjadi autumnal equinox (musim gugur). Sesuai namanya, fenomena ini menandakan peralihan musim bagi kedua wilayah Bumi. Equinox akan kembali terjadi sekitar tanggal 22 September, yang akan menjadi awal musim semi bagi wilayah selatan, dan musim gugur untuk wilayah utara.
Hingga pukul 18.00 WIB, Jumat (23/3), suhu di Kota Pontianak masih berada di posisi 33 derajat Celcius. Hal itu pun mengundang keluh warga kota Pontianak. Satu diantaranya Rama yang menuturkan cuaca panas ini memperhambat aktifitas keluar remah. Sebab panas terik matahari bisa menyebabkan terjadinya dehidrasi. “Jadi saya mau keluar rumah pikir dua kali dulu. Panas sekali,” ucapnya kepada Rakyat Kalbar, Jumat (22/3).
Padahal puncak kulminasi ini selalu dilalui oleh warga kota Pontianak. Kendati begitu, ia menilai tahun ini cuacanya lebih menyengat dari tahun sebelumnya. “Ya ini lebih panas daripada tahun lalu. Mungkin karena sebelumnya juga curah hujan berkurang,” ucapnya.
Untuk mengantisipasi cuaca terik ini. Ia akan menggunakan pakaian panjang dan masker saat bepergian menggunakan sepeda motor. “Pakai jaket dan akan dikurangi lah aktifitas diluar rumah dalam dua tiga hari kedepan,” tutup Rama.
Sementara itu, Kepala BPBD Kalbar TTA Nyarong menuturkan Posko Utama, Posko Pendamping dan Posko Lapangan dalam rangka siaga darurat penanganan bencana asap akibat Karhutla di Kalimantan Barat sudah diaktifkan. “Posko sudah diaktifkan. Seharusnya BPBD Kabupaten/Kota juga mengaktifkan,” tegas Nyarong.
Ia mengatakan berdasarkan pantauan dari BMKG analisis kondisi ENSO hingga bulan Maret 2019 menunjukkan kondisi El Nino lemah. Kondisi ini diprediksi akan benangsung hingga pertengahan tahun 2019. “Tujuh institusi memprediksi masih akan terjadi El Nino dengan kategori lemah hingga moderat. Sedangkan BMKG memprediksi El Nino Lemah,” ungkapnya.
Sedangkan dampak fenomena El Nino di Kalimantan Barat cukup bervariasi. Mengingat luasan wilayah dan kondisi geografi Kalbar yang cukup beragam. Tercatat pada empat kejadian El Nino lemah sebelumnya yaitu tahun 2002-2003, 2004-2005, 2006-2007, dan tahun 2009-2010. Dari kejadian El Nino tersebut berimbas pada penurunan curah hujan di beberapa wilayah Kalbar. Khususnya wilayah bagian pesisir barat. “Kejadian curah hujan rendah. Signifikan terjadi pada periode kering yaitu antara bulan Juni hingga Oktober,” jelasnya.
Wilayah pesisir barat itu meliputi Kabupaten Sambas. Kejadian EI Nino cenderung mambuat periode kering pada wilayah tersebut menjadi semakin kering. Tercatat bahwa pada periode kering dan bertepatan dengan fenomena El Nino terlihat sifat curah hujan pada periode tersebut cenderung di bawah normal.
Ia mengatakan analisis curah hujan dasarian ll Maret 2019 menunjukkan adanya curah hujan rendah selama satu dasarian (10 hari). Berkisar antara 0-50 mm/dasarian. Dengan kondisi dinamika atmosfer global saat ini. Diperkirakan curah hujan berkurang, terutama pada periode kering. “Saya mengimbau kepada masyarakat untuk waspada terhadap tingginya potensi munculnya titik api yang menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan. Serta mempersiapkan cadangan air untuk masyarakat diwilayah Kalbar. Yang menggunakan air hujan sebagai konsumsi air utama,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi kelas I BMKG Supadio, Sutikno mengatakan, hingga saat dengan melihat cuaca mulai kemarau, titik hospot di Kalbar sudah mulai terlihat, diantaran di Kubu Raya. “Saat ini jumlah hospot sebanyak 12 titik yang tersebar di beberapa wilayah di Kalbar. Baik hospot sedang maupun besar. Saat ini di Kubu Raya sudah ada 10 hospot. Titik hospot saat ini sudah mulai berkurang yang sebelumnya, sekitar tanggal 20 Maret lalu mencapai 51 hospot”ungkap Sutikno, Jumat(22/3).
Sutikno menambahkan, kondisi tersebut di perkirakan akan berlanjut hingga minggu akhir maret. Sedangkan suhu udara saat ini diperkiraan 29 sampai 30 derajat celcius. Diprakirakan potensi kebakaran hutan dan lahan masih sangat tinggi di seluruh Kalbar, hingga tanggal 25 Maret 2019 mendatang. “Dan juga pada tanggal 26 Maret 2019 potensi kebakaran hutan /lahan masih tinggi di Kalbar bagian barat yakni Sambas, Kota Singkawang, Bengkayang, Landak, Sanggau, Mempawah, Kota Pontianak, Kubu Raya, Kayong Utara dan Ketapang bagian utara,”ucapnya.
Sementara hujan, lanjut Sutikno, diprakirakan akan mulai turun pada tanggal 26 Maret 2019 di Kalbar bagian timur, yakni Kapuas Hulu, Melawi, Sintang, Sekadau, dan sebagian wilayah Sanggau dan Ketapang bagian selatan. “ Tanggal 27 Maret 2019 diprakirakan hujan akan turun di sebagian besar wilayah Kalbar,”kata Sutikno sambil mengingatkan agar tidak membakar hutan dan lahan.
Sementara itu, BPBD Kubu Raya Mochtar mengatakan, pihaknya saat ini melaksanakan patroli terpadu serta berusaha memadamkan api yang terjadi dibeberapa titik, di antaranya Rasau Jaya. Patroli terpadu menurutnya dilasanakan untuk melakukan pencegahan kebakaran karhutla di Kalbar, khsusnya di Kubu Raya.
Di mengakuinya, ada beberapa titik yang menjadi fokus dalam pengawasan serta pemadaman, karena saat ini di Kubu Raya sudah muncul beberapa titik api. “Titik di Kubu Raya, diantaranya Rasau Jaya, Sungai Raya, Kakap dan beberapa titik yang terdampak Kahutla. Saat ini memang ada titik api, tetapi kecil, namun dengan adanya titik api kecil itu, kami melakukan sosialisasi, supaya tidak menjadi besar. Intinya menekan Kahutla sedini munkin,” pungkasnya.
Laporan: Syamsul Arifin, Rizka Nanda
Editor: Yuni Kurniyanto