Kajati Kalbar Lindungi Pelaku Pelecehan Seksual

HMI Desak Tuntaskan Proses Hukum Oknum Jaksa

BERORASI Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam HMI Cabang Kota Pontianak mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, Senin, (18/3) sore. Massa mendesak penuntasan kasus AJ, oknum jaksa yang melakukan pelecehan terhadap anak. Andi Ridwansyah-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Proses hukum terhadap AJ yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandung lelakinya, belum menampakkan titik terang. Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menjadi ganjalan, memproses oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat itu.

Tudingan itu disampaikan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam HMI Cabang Kota Pontianak. Mereka mendatangi Kantor Kejati Kalbar, Senin sore (18/3). Massa mendesak penuntasan kasus AJ, oknum jaksa yang melakukan pelecehan terhadap anaknya saat berusia 4 tahun 6 bulan.

Kasus yang mendera aparat penegak hukum ini sudah bergulir sejak Agustus 2018 lalu. Kasus itu pun sempat berkembang. hingga ditetapkan AJ sebagai tersangka pada November 2018 oleh Polda Kalbar.

Namun, setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka AJ, tak kunjung diperiksa sebagai tersangka, karena berdalih pemeriksaan AJ harus mendapat persetujuan dari Jaksa Agung RI. Nyatanya, surat persetujuan itu sampai saat ini belum turun.

Sehingga AJ masih dapat melenggang bebas, dan masih aktif  sebagai seorang  jaksa. Kondisi itulah yang memunculkan perhatian publik, khususnya pada semangat penegakan hukum di negeri ini. Salah satunya, HMI Cabang Kota Pontianak.

Membawa banner bertuliskan “Adili AJ” dan “Darurat Pelecehan Seksual,” puluhan anggota HMI menyambagi kantor Kajati Kalbar. Aksi mereka mendapatkan pengawaan dari aparat kepolisian.

Dalam orasinya, mereka meminta Kejati Kalbar tidak menghalangi proses hukum AJ.

Mereka mendesak, agar kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum jaksa Kejati Kalbar segera dituntaskan. Teriakan turunkan dan penjarakan AJ, menggema tepat di depan pintu masuk Kejati. Mereka beberapa kali meneriakkan, agar AJ keluar dari gedung Kejati untuk menemui massa. Sementara beberapa perwakilan massa aksi  beraudiensi dengan perwakilan Kejati Kalbar.

Hakiki, salah seorang koordinator aksi menjelaskan, Kejati Kalbar sudah mengabaikan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan tidak memberhentikan AJ dari pekerjaannya.

Menurutnya, ASN yang berstatus sebagai tersangka sebagaimana tertuang dalam UU tersebut, wajib diberhentikan sementara.“Kita sudah melakukan kajian, ternyata kasus ini sudah P19. Anehnya tersangka masih bekerja di Kejati Kalbar. Padahal, UU ASN sudah memvonis tersangka, maka harus diberhentikan sementara,” katanya.

Dia juga menuding Kajati Kalbar memberikan perlindungan hukum terhadap AJ. Kajati sebutnya, memanfaatkan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyebutkan, bahwa pemeriksaan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana hanya boleh dilakukan atas izin Jaksa Agung. “Dalam UU Kejaksaan Nomor 14 Tahun 2004 pasal 8, bahwasanya harus ada izin dari Jaksa Agung ketika pihak kepolisian ingin memeriksa tersangka. Berhubungan dengan martabat profesinya. Sementara yang kita ketahui, tersangka tidak mencabuli korban di wilayah Kejati Kalbar, melainkan di rumah pribadinya. Jadi menurut kami, kasus ini sama sekali tidak berhubungan dengan martabat profesi AJ,” paparnya.

Dengan adanya kejanggalan tersebut, massa menilai kasus ini jadi jalan di tempat. Mereka meminta pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Kalbar bergerak cepat menuntaskan persoalan. “Kasus ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. Kasus ini jalan di tempat. Kami menuntut tersangka harus segera diberhentikan. Kapolda mesti berjibaku dalam menangani kasus ini, supaya kasusnya cepat segera tertangani,” tutupnya.

Terpisah, Penasihat Hukum Korban, Dewi Ari Purnamawati menuturkan, kasus tersebut sampai saat ini masih jalan di tempat. Setelah AJ ditetapkan sebagai tersangka pada November tahun lalu.

Dewi berujar, usai ditetapkan sebagai tersangka, AJ pernah dipanggil pihak penyidik dari Polda Kalbar, untuk diperiksa dalam status tersangka. “Namun AJ saat Itu tidak hadir, karena  permintaan dari Kajati, agar pemeriksaannya setelah ada izin dari Kejagung, dengan dasar UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, tepatnya pasal 8 ayat 5,” katanya, saat dikonfirmasi Rakyat Kalbar via WhatsApp, Senin, (18/3) pukul 17.00 WIB.

Dalam UU tersebut, kata dia, intinya adalah mengatur agar jaksa yang diduga melakukan tindak pidana karena jabatannya, proses penggeledahan, dan pemeriksaanya harus seizin Kejaksaan Agung. “Namun menjadi pertanyaan, dasar pasal 8 ayat 5 tersebut, apakah perbuatan AJ ada hubungan dengan jabatan dia?,” tanya dia.

Sehingga kata dia, proses pemeriksaannya AJ  harus menunggu izin Kejagung terlebih dahulu. “AJ  dengan statusnya sebagai tersangka tindak pidana cabul, masih aktif hingga saat ini,” katanya. “Bagaimana dengan perlindungan kepada korban yang seharusnya juga dilindungi oleh aparat penegak hukum kejaksaan?,” ungkapnya.

Dia menuturkan, Polda Kalbar sudah mengirim surat ke Kejagung soal izin pemeriksaan AJ. “Namun sampai saat ini belum ada jawaban,” ujarnya.

Dia meminta, agar kasus ini dapat ditangani secara profesional. “Demi hukum dan keadilan, mestinya kepentingan korban dikedepankan, apalagi korbannya anak dibawah umur dan tidak ada alasan perkara ini berhenti, karena ini pidana murni dan sudah berstatus tersangka,” harapnya.

Sedangkan Plh Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Dony Charles Go menuturkan, kasus tersebut masih dalam penanganan penyidik Ditreskrimum Polda Kalbar. “Saat ini kasusnya masih P-18,” ucapnya.

Dia memastikan kepolisian akan tetap profesional dalam proses penanganan kasus yang melibatkan oknum jaksa Kejati Kalbar,” ucapnya.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Kalbar, Pantja menuturkan, berkas perkara kasus AJ, baik formil dan materilnya masih belum cukup. “Sehingga kita minta penyidik dalam hal ini kepolisian dan Polda untuk memenuhi petunjuk yang kita mintakan tersebut, guna melaksanakan tugas kami selaku Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan perkara di pengadilan,” terangnya.

Apabila kata dia, berkas perkara tersebut secara formil dan materil sudah terpenuhi, maka pihaknya akan bersikap untuk menyatakan berkas perkara ini lengkap atau istilahnya P21. “Kemudian ada penyerahan tersangka dan barang bukti, tapi itu belum kita bicarakan, karena berkas perkara itu sampai saat ini masih P19,” katanya.

Pantja melanjutkan, hal ini berarti perkara tersebut bukannya tidak memiliki progres. “Progres terakhir kami sudah mengembalikan perkara kepada penyidik pada tanggal 27 November 2018, itu progres kami, karena tugas dan tanggung jawab kami dalam UU. Apabila ada kekurangan dalam berkas perkara, maka Jaksa Penuntut Umum mengembalikan kepada penyidik,” paparnya.

Saat ini, pihaknya kata dia, masih menunggu pengembalian berkas perkara dari penyidik.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Abdul Halikurrahman

Editor: Yuni Kurniyanto