eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pengalaman Internasional menunjukkan bahwa keberhasilan penanggulangan HIV AIDS dan pengurangan dampak buruk pengunaan narkoba, tergantung kepada komitmen politik sebuah negara. Serta kesungguhan dan ketulusan pemimpin dalam mengatasi permasalahan.
“Saya melihat banyak program dan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menghambat laju penyebaran HIV AIDS dan dampak buruk penggunaan narkoba. Baik oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil khususnya di Kota Pontianak,” ungkap Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan ketika pertemuan advokasi kebijakan pengurangan dampak buruk pada pengguna Napza di Kota Pontianak, Rabu (13/3).
Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, ditegaskan Bahasan, memiliki komitmen politik yang kuat untuk mengembangkan kebijakan yang berimbang dan terpadu dalam rangka penanggulangan persoalan HIV AIDS dan dampak buruk yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba.
Hal itu ditunjukan dengan terdapatnya beberapa kebijakan, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS serta Peraturan Walikota Pontianak Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.
Namun upaya dan pendekatan, tersebut kata dia, tampaknya masih bersifat parsial. Tidak komprehensif dan masih berjalan sendiri-sendiri. Sehingga daya jangkau terhadap sasaran kurang dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan.
“Salah satu faktor penting yang harus dibangun dan dikembangknn adalah kesamaan persepsi dalam memahami pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba. Sehingga diperoleh sinergitas serta keterpaduan langkah dan upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut,” ujarnya.
Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkoba (Harm Reduction) merupakan bagian dari upaya pencegahan HIV dan penanggulangan AIDS. Namun yang menjadi salah satu catatan menurut dia adalah ketergantungan program pencegahan dan penanggulangan dengan dana bantuan luar negeri masih tinggi.
Sehingga dibutuhkan mekanisme akses pendanaan dari APBD bagi organisasi masyarakat sipil yang menjadi ujung tombak dalam program penanggulangan.
“Diharapkan adanya keterlibatan aktif stakeholder terkait dalam rangka penganggaran atau keberlanjutan program HIV dan AIDS. Terutama terkait pengurangan dampak buruk pengguna narkoba suntik di Kota Pontianak,” katanya.
Mengingat upaya-upaya yang dilakukan masih sangat terbatas, dirinya mengimbau dan mengajak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terlaksananya kegiatan program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba. Yaitu dengan mengurangi stigmatisasi, diskriminasi den pelanggaran hak azasi bagi penyalahguna narkoba.
“Pemerintah Kota Pontianak dalam hal ini Dinas Kesehatan dan beberapa stakeholder terkait diharapkan dapat menganggarkan program pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba melalui dana APBD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Bahasan juga mengajak meningkatkan pelibatan dan peran masyarakat sipil sebagai mitra kerja pemerintah dalam mendukung mengembangkan berbagai kebijakan, strategi, perencanaan dan implementasi program yang sesuai dan merespon kebutuhan populasi kunci (pengguna narkoba).
“Saya harapkan kepada masyarakat khususnya yang beresiko tinggi terhadap penularan HIV dapat berkunjung ke layanan kesehatan yang ada di rumah sakit maupun puskesmas untuk dapat memeriksakan diri,” saran dia.
Hal itu juga mengingat status penyalahgunaan narkoba di Mota Pontianak sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dia juga meminta semua pihak untuk dapat turut serta berperan aktif dalam memberikan informasi terkait pencegahan efektif dari ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba kepada keluarga, rekan kerja dan masyarakat.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Ocsya Ade CP