eQuator.co.id – SINTANG-RK. Mapolsek Sungai Tebelian dipadati puluhan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sintang, Selasa pagi (12/3). Para pendidik mendesak, AD yang pernah memukuli salah satu guru SMPN 1 Negeri Sungai Tebelian diproses hukum. Pasalnya, warga Desa Perembang (SP6) itu diusulkan sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Kedatangan guru menuntut kejelasan status pelaku. Selasa (5/3) lalu, pelaku hanya sehari diamankan, usai melakukan penganiayaan hingga membuat korban memar.
Ketua PGRI Sintang, Usman Adi mengatakan, mereka mendatangi Polsek untuk mengawal kasus tersebut, agar berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. “Jangan sampai proses hukumnya diinterpensi oleh pihak-pihak lain. Intinya, kita ingin mengawal kasus ini,” ujarnya, usai melakukan audiensi dengan Polsek Sungai Tebelian.
Usman mengatakan, dilepaskannya pelaku yang saat ini sudah berstatus sebagai tersangka oleh Polsek Tebelian, karena dianggap mengidap gangguan jiwa. Hanya saja, yang menjadi pertanyaannya, kenapa pelaku bisa menjadi anggota KPPS. “Kita khawatirkan dia pura-pura, seolah dia kurang waras saat ditahan. Itu yang kita takutkan, nanti dia menyerang lagi ke sekolah,” terangnya.
Usman mengaku telah mendapat jaminan dari Polsek, kalau ada kejadian serupa lagi mendatang, maka merupakan tanggung jawab Kapolsek beserta jajarannya. “Kita juga menunggu hasil dari psikolog terhadap pelaku, sesuai yang disampaikan pihak kepolisian. Kita harap kasus ini berjalan sesuai proses yang berlaku,” pintanya.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Tebelian, Endang Purwantini mengatakan, bahwa sekolah ingin proses hukum tetap berlangsung, karena kasus ini menyangkut institusi. Karena pelaku melakukan pemukulan saat guru sedang menjalankan profesinya. “Hal tersebut dilakukan pelaku di sekolah di depan peserta didik, saat proses belajar mengajar saat berlangsung. Itu yang membuat kami merasa tersakiti dan tidak bisa menerima,” katanya.
Setelah kejadian ini, kata Endang, guru menjadi was-was, jika sewaktu-waktu menertibkan siswa. Kemudian didatangi orangtua siswa dan melakukan yang serupa. “Jadi tetap ada rasa ketakutan. Saya ingin masyarakat memahami kami ingin mendidik, menjadikan peserta didik yang baik dan berkarakter untuk generasi emas,” katanya.
Dikatakan Endang, pemukulan itu menurutnya, tidak ada kaitananya dengan proses belajar-mengajar di sekolah. Kalau masalah penertiban kepada siswa, itu sudah dilakukan seusia prosedur. “Apabila ada masalah pun sebelumnya sudah diselesaikan dengan prosedur dan kesepakatandari orang tua peserta didik,” katanya.
Ia mengatakan, masalah profesi dan institusi, jadi pihaknya tidak menyelesaikan masalah tersebut ke pihak keluarga pelaku, melainkan langsung ke jalur hukum.
“Tapi kita juga berkoordinasi dengan berbagai pihak juga. Seperti Komite, Disdik dan pengurus adat di kecamatan, untuk bagaimana jalan keluarnya,” katanya.
Memang diakuinya bahwa pihaknya juga sudah mendapatkan informasi bahwa pelaku sedikit terganggu kejiwaannya, tetapi diharapkannya informasi itu lebih kuat dibuktikan dengan hitam di atas putih. “Tentunya oleh pihak yang berkompeten untuk membuktikan bahwa pelaku memang terganggu kejiwaannya,” katanya.
Sementara itu, guru yang menjadi korban, S mengatakan, bahwa saat kejadian, dirinya sedang mengambil nilai praktek senam di lab sekira pukul 8.20 WIB. “Tiba-tiba pelaku datang menghampiri saya, dan bertanya apakah benar S namanya. Sebelum saya jawab, langsung saya ditampar pipi kanan dan kiri,” terangnya.
Setelah itu, pelaku melayangkan tinjuan ke keningnya sehingga memar. Hal tersebut membuat korban sedikit mulai emosi, hanya saja ia masih sadar bahwa di depannya banyak anak murid yang melihatnya. “Saya tidak mau mengajarkan ke siswa, bahwa saya guru yang brutal atyau ringan tangan. Makanya pukulan yang dilayangkan ke saya tidak saya balas,” katanya.
Hanya saja, kata korban, setelah dilakukan pemukulan tersebut, pelaku langsung dipeluknya dan ingin dibawa ke kantor sekolah untuk mediasi, apa permasalahannya. “Namun perjalanan menuju ke kantor, saya diseret lagi, sampai di tengah lapangan, saya dipukuli lagi. Setelah itu, barulah ada rekan-rekan saya yang tahu bahwa saya dipukuli,” ceritanya.
Atas kejadian itu, korban mengatakan, dirinya diminta Kepsek untuk melaporkan kejadian itu ke Polsek. Ia juga menjelaskan, bahwa motif pelaku memukul, diduga karena tidak terima korban dianggap menantang kelompok tertentu. “Saya tegaskan, bahwa tidak ada bahasa dari mulut saya yang keluar seperti itu. Memang sebelumnya keponakan pelaku, pernah bermasalah di sekolah, tapi sudah diselesaikan secara mediasi,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus lama tersebut tidak menjadi pemicu langsung, karena sudah diselesaikan dengan cara baik-baik. “Mungkin latar belakangnya memang karena itu, karena digosok lagi permasalahannya,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Pejabat Sementara Kanit Reskrim Polsek Sungai Tebelian, Bripka Siswo Kusuma mengatakan, pelaku memang tidak pernah ditahan. Hanya saja, diamankan 1×24 jam. “Pelaku kita amankan sore hari setelah pemukulan yang dilakukannya tersebut, Selasa (5/3) lalu” ungkapnya.
Saat dalam tahap pemeriksaan, dilihat ada tingkah-tingkah yang dianggap oleh penyidik memang ada gangguan kejiwaan dari pelaku, dan informasi dari keluarga juga begitu. “Demi keamanan Mapolsek, kita minta penjamin dari kepala desa, maka pelaku tidak kita lakukan penahanan,” katanya.
Untuk langkah selanjutnya, apakah benar pelaku mengidap gangguan mental, Polsek melakukan pemeriksaan ke psikolog. Kalau memang terbukti tidak benar, maka proses hukum akan dilanjutkan. “Tapi kalau memang gangguan jiwa, pelaku akan kita rujuk di Dinsos. Kemudian ke Rumah Sakit Jiwa di Singkawang,” terangnya.
Pihaknya akan menunggu hasilnya kembali dari RSJ Singkawang tersebut. “Kalau memang benar gangguan jiwa, maka kita lakukan SP3 pemberhetian penyelidikan,” terangnya.
Senin (11/3), Polsek juga sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyeledikian (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sintang.
Laporan: Saiful Fuat
Editor: Yuni Kurniyanto