eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Pemerintah memastikan bahwa KTP elektronik (KTP-el) milik warga negara asing (WNA) yang beredar selama ini adalah palsu. Untuk mencegah terulangnya kasus masuknya KTP-el WNA dalam daftar pemilih tetap (DPT), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menginstruksikan pencetakan dihentikan hingga Pemilu 2019.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, peraturan yang mendasari penerbitan KTP-el untuk WNA ada sejak 2016. Aturan tersebut lantas direvisi menjadi UU No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Dalam aturan tersebut, lanjut Tjahjo, WNA bisa memiliki KTP-el dengan sejumlah syarat. Di antaranya, usia melebihi 17 tahun atau sudah menikah. Nah, jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, barulah mereka bisa mengurus kartu izin tinggal tetap (kitap) ke imigrasi. Kitap itulah persyaratan utama pembuatan KTP-el untuk WNA. ”Prosesnya juga tidak mudah. Jadi, tidak sembarangan WNA yang bisa mendapatkan KTP ini,” ucapnya, Senin (4/3).
Menurut Tjahjo, Kemendagri telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menelusuri kabar adanya WNA masuk DPT. Dua lembaga itu menyisir data kependudukan di Cianjur, Jawa Barat, untuk memastikan tidak ada lagi yang salah input WNA ke DPT. Hasilnya, ada empat WNA yang terbukti masuk ke database KPU setempat. ”Keempat NIK (nomor induk kependudukan, Red) yang kami temukan di Cianjur adalah palsu,” tegas Tjahjo. Menurut dia, kemarin merupakan rapat koordinasi terakhir Kemendagri dengan KPU untuk menangani kasus masuknya WNA ke DPT di Cianjur.
Tjahjo menjelaskan, empat NIK itu dipastikan palsu karena tidak sesuai dengan persyaratan untuk masuk DPT. Meski punya KTP-el, WNA jelas-jelas tidak boleh memilih. Sebab, syarat utama penggunaan hak pilih adalah berkewarganegaraan Indonesia. Sementara itu, data yang masuk di database tersebut bukan NIK dari satu pun warga di Cianjur. ”Di Cianjur itu ada salah input. Jadi, kami nyatakan informasinya palsu alias hoax,” beber pria kelahiran Surakarta tersebut.
Tjahjo menyatakan wajar jika terjadi kekeliruan. Kasus itu tidak hanya terjadi di kantor pusat, tetapi juga di daerah. KPU, lanjut Tjahjo, harus terus-menerus melakukan update data agar tidak terjadi kesalahan serupa. ”Ini menjadi koreksi kita semua untuk terus melakukan penataan dengan baik,” lanjutnya.
Namun, langkah preventif tetap ditempuh Kemendagri. Salah satunya adalah dengan menghentikan pencetakan KTP-el untuk WNA. Tujuannya, mengurangi terjadinya konflik antarwarga. Sebab, masih banyak yang hingga saat ini kebingungan. Apakah hak pilihnya bisa terpenuhi di Pemilu 2019 atau tidak. ”Dalam pemilu kali ini, tema soal DPT, surat suara kan sangat sensitif bagi masyarakat. Maka, kami akan hentikan sementara,” tegas pria yang menjabat Mendagri sejak 2014 itu.
Dikonfirmasi secara terpisah, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrullah mengatakan, pelayanan KTP-el bagi WNA terus berjalan. Dia menyebut pelayanan KTP-el untuk WNA harus diberikan karena diatur dalam undang-undang. ”Layanan perekaman, penunggalan data terus dilakukan,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (4/3).
Hanya, lanjut dia, pencetakan tidak bisa dilakukan. Sesuai keputusan yang diambil Mendagri, aktivitas pencetakan kembali dibuka setelah pemilu. Sebagai gantinya, Zudan menyebut WNA bisa memperoleh surat keterangan (suket) pengganti KTP-el jika dibutuhkan. ”Bila mereka membutuhkan, bisa diberi suket,” imbuhnya.
Meski layanan perekaman masih diberikan, pria asal Sleman itu meminta masyarakat tidak terlalu terpengaruh isu-isu miring. Pasalnya, tidak mudah bagi WNA mengurus KTP-el. Syaratnya, mereka harus memiliki izin tinggal tetap dari imigrasi. ”Sehari juga belum tentu ada WNA yang minta KTP-el,” tuturnya.
Zudan menyebut kepemilikan KTP-el WNA sangat diperlukan. Salah satunya memantau keberadaan dan tempat tinggal WNA. (Jawapos/JPG)