BNNP Mengharapkan Peran Pemda Cegah Peredaran Narkoba

PEMUSNAHAN. Empat tersangka yang diamankan pada Januari lalu dihadirkan saat pemusnahan bahan barang bukti di halaman kantor BNNP Kalbar, Jalan Parit H Husin II, Selasa (12/2)--Ambrosius Junius-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kasus narkotika  di Kalbar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jika dihitung dari tahun 2016 hingga 2019 awal ini, setidaknya BNNP Kalbar telah mengungkap kurang lebih 110 kilogram sabu, 4900 butir ektasi.

Januari lalu, BNNP Kalbar menggungkap kurang lebih 4,45 kilogram sabu. Dalam dua kasus  dengan empat orang tersangka. Yakni penangkapan tersangka Ali di rumahnya Komplek Tiara Pesona I, Blok A, Jalan 28 Oktober, Pontianak Utara, Selasa (15/1) lalu.

Hasil pengembangan, petugas BNNP mengamankan Ikbal. Di lokasi lain, di Komplek Pamela Mas, Jalan Trans Kalimantan, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Rabu (16/1) lalu, BNNP mengamankan pasangan suami istri, Halim Wijaya alias Asin dan Netti.

Selanjutnya barang bukti dari dua kasus ini dimusnahkan menggunakan insernerator, dihadapan para tersangka di halaman Kantor BNNP Kalbar, Jalan Parit H. Husin II, Pontianak Tenggara, Selasa (12/2).

Kepala Bagian Umum, BNNP Kalbar, M. Eka Surya Agus mengatakan, dari beberapa kasus yang ditanganinya, narkotika ini berasal dari Malaysia yang diselundupkan ke Kalbar. Juga diedarkan ke provinsi lain.

Jika dilihat dari trennya narkotika yang beredar, menunjukkan bahwa Kalbar tidak hanya menjadi tempat persinggahan saja, tetapi juga menjadi pasar peredaran gelap narkotika. “Pernah kita ungkap sampai ke NTB (Nusa Tenggara Barat). Sabu yang berasal dari Kalbar diteruskan dan dikirimkan ke NTB,” ujarnya kepada para pewarta.

Eka mengatakan, Kalbar menjadi provinsi rentan dan rawan, karena wilayah ini sangat terbuka. Memiliki garis batas darat dengan negara Malaysia, terbentang ribuan kilometer. Sementara sumberdaya yang ada di BNNP, untuk mengawasi jalur masuknya benda haram ini sangat terbatas.

Maka dari itu, Eka berharap ada kerjasama dan sinergi dengan TNI Polri, Kemenkum HAM, Imigrasi, Bea Cukai, dan peran pemerintah daerah (Pemda). “Karena wilayah yang di perbatasan punya Pemda, kita harap pemda memainkan perannya melalui jajarannya,” harapnya.

Camat dan kepala desa pun diharapkannya dapat menggalangkan upaya pencegahan. “Karena, dibeberapa beberapa kasus, ada warga di perbatasan dijadikan alat sebagai kurir membawa masuk narkotika ke Kalbar,” ujarnya.

Dari identifikasi pihaknya, sambung Eka, ada 52 jalan tikus di wilayah perbatasan yang kemungkinan berpotensi sebagai pintu masuk narkotika. “Kita sudah memetakan. Tidak menutup kemungkinan desa-desa yang ada di wilayah perbatasan yang tidak kita identifikasi menjadi pintu masuk,” imbuhnya.

Eka mengatakan, masyarakat di perbatasan adalah milik Pemda.  Pemda harus memberikan dukungan dengan regulasi yang menguatkan upaya pencegahan dan pemberatasan melalui peraturan daerah (Perda). “Masyarakat di perbatasan itu tidak akan dijadikan alat lagi jika adanya aparatur pemerintah yang ada di perbatasan memberikan edukasi,” harapnya.

Eka menjelaskan, dukungan Pemda ini misalnya dengan fasilitasi. BNNP kemampuannya sangat terbatas ketika melakukan tes urin kepada aparatur sipil negara (ASN) dan warga perbatasan. Difasilitasi oleh Pemda dengan payung hukum tersebut, daerah bisa menganggarkannya.

“Minimal mereka ada upaya cegah dini kepada aparaturnya yang ada di perbatasan, tes urin, sosialisasi, membentuk relawan antinarkotika, memetakan wilayah rawan dengan program pemberdayaan,” paparnya.

Jika hanya mengandalkan APBN, lanjut Eka, tidak mampu menjangkau seluruh wilayah perbatasan di Kalbar. BNNP juga memiliki anggaran terbatas. Namun jika dibantu APBD, program pemberatasan dan pencegahan melalui Perda, bisa terarah.

“Pemda juga lebih fokus membantu kami dalam upaya pencegahan,” tutupnya.

Laporan: Ambrosius Junius

Editor: Ocsya Ade CP