Mengisi Ruang Kosong di Hati Anak-Anak

Hidupkan Lagi Mendongeng

PELATIHAN. Iman Surahman memberikan pelatihan mendongeng di ruang ampiteater SMA Negeri 1 Pontianak, Selasa. (5/2). Subekti-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Mendongeng kini menjadi sebuah kegiatan yang mulai menghilang. Padahal sejak zaman dahulu, para orangtua banyak memberikan nasihat dan petuah melalui dongeng yang diambil dari cerita rakyat.

“Kalau di masa lalu, istilah mendongeng belum ada. Di kita, namanya bekesah atau berkisah,” ungkap Syafarudin Usman, peneliti serta praktisi sejarah, dongeng dan literasi asal Kalbar, saat membuka kegiatan Pelatihan Mendongeng Bercerita Dengan Cinta Menanamkan Akhlak Mulia bersama narasumber utama pendongeng nasional Iman Surahman di ruang ampiteater SMA Negeri 1 Pontianak, Selasa (5/2).

Syafarudin menjelaskan, mendongeng merupakan kegiatan untuk membangun citra bangsa. Karena di dalamnya terdapat kegiatan menyampaikan nilai-nilai budaya.

“Bahkan mendongeng pun bisa menjadi sebuah sarana sindiran halus yang nantinya akan membangun wibawa setiap pendengarnya,” tutur Syafarudin.

Dongeng, jelas Syafarudin, bisa menghapuskan batas antar suku dan bangsa. Karena baginya sebuah dongeng tak bisa diklaim sebagai milik satu bangsa saja.

“Contoh cerita mengenai latar belakang Naik Dango di suku Dayak. Bila ditelusuri lebih dalam, ada sebuah keterkaitan dengan cerita Dewi Sri. Karena menjadikan padi sebagai objek cerita. Begitu juga dengan Kabayan dari tanah Sunda. Yang juga mengangkat tema serupa,” kata Syafarudin.

Ia menegaskan, kegiatan mendongeng seharusnya masuk menjadi pelajaran sekolah. Karena mendongeng ini dapat memberikan pesan moral kepada semua orang.

“Dulu kita diajarkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Sebenarnya dalam PMP itu ada materi mendongeng. Karena intinya adalah penyampaian nilai moral melalui sebuah cerita yang mengasah imajinasi kita,” tutup Syafarudin.

Dalam materinya, Iman Surahman menyampaikan bahwa dongeng berasal dari imajinasi anak-anak. Sementara imajinasi bersumber dari harapan anak-anak. “Dengan dongeng, anak-anak berimajinasi menjadi apa yang mereka harapkan,” ujarnya.

Menurutnya, anak-anak merupakan sebuah jalur sepi. Bila melihat anak-anak, maka dapat dipastikan akan terlihat wajah Indonesia ke depannya.

“Karena itulah, dongeng ini digunakan untuk mengisi kekosongan tersebut. Bila wajah anak-anak kita ceria, maka Indonesia ke depan akan baik,” katanya.

Anak-anak merupakan pribadi yang jujur dan sportif. Dalam bermain, mereka tidak pernah keberatan dengan peraturan yang ada. Mungkin sedikit berdebat, namun pada akhirnya mereka mengikuti apa yang sudah disepakati.

“Misalnya anak-anak yang main warung-warungan. Pasir dijadikan beras, pecahan genting dijadikan daging atau tempe dan lainnya. Selesai bermain, tidak ada yang bilang pasir itu beras atau genting itu tempe. Karena permainan sudah selesai,” paparnya.

Dalam mendongeng, para orangtua harus bisa memasuki dunia anak dengan total. Orangtua tidak boleh memaksakan pikirannya kepada sang anak bila sedang mendongeng.

“Anak yang tertarik dengan dongeng kita bisa dilihat dari sorot matanya. Untuk itu, kita harus melepas batas antara kita dan anak. Biarkan anak memposisikan kita pada dirinya,” kata Iman.

Iman juga mengkritik generasi masa sekarang. Dikatakannya, perkembangan teknologi terutama media sosial justru membuat daya saing tiap individu semakin lemah. Menjadikan generasi sekarang menjadi generasi cengeng.

“Marah sedikit, update status. Diomel atasan, lari ke status. Jadinya tiap pribadi menjadi lemah dan cengeng. Bisa garang di medsos, namun lemah saat berhadapan langsung. Dibandingkan masa lalu, kalau mau berantem ya berantem saja. Selepas itu, ya sudah,” tutup Iman.

Ditemui usai memberikan materi, Iman menyinggung mengenai keberadaan gadget yang kini mewabah di kalangan masyarakat. Terutama anak-anak.

“Saat ini, keberadaan gadget lebih menarik bahkan daripada keberadaan orang tuanya. Apabila kita tidak meningkatkan pengetahuan diri kita, maka keberadaan gadget tersebut tetap menarik bagi mereka melebihi apa pun,” tutur Iman di depan awak media.

Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap gadget adalah dengan bermain. Baik aktif mau pun pasif.

“Bermain aktif itu misalnya dengan bermain sepeda dan sejenisnya. Bermain pasif itu misalnya mendongeng atau bermain game,” jelas Iman.

Bila kondisi anak telah senang dengan bermain, maka akan mudah untuk menanamkan pesan moral kepada mereka.

“Pesan yang disampaikan dengan cara yang menyenangkan akan jauh lebih mudah diterima dibanding dengan pesan yang berifat menekan dan menakut-nakuti,” ujar Iman.

Baginya, ruang mendongeng di sekolah mau pun di rumah sudah tidak ada. Maka dari itu, pelatihan mendongeng ini bermaksud untuk menghidupkan kembali ruang tersebut.

“Karena hidup kita ini adalah sebuah cerita. Ada sebuah cerita perjalanan yang melatarbelakangi kita dalam berbuat sesuatu,” pungkas Iman.

 

Laporan: Bangun Subekti

Editor: Arman Hairiadi