eQuator.co.id – Sekuler inilah sistem yang dianut oleh negeriku, bukti nyata bahwa negeri ini gagal dalam meriayah urusan rakyat. Semakin hari bukan keringanan yang rakyat dapatkan. Beban menghimpit hidup terjepit, rakyatpun menjerit. Kali ini giliran harga tiket penerbangan yang melambung tinggi. Setelah bahan bakar, bahan pangan dan kesehatan yang belum menemukan jalan keluar, saat ini pemerintah membuat jalan baru untuk menambah penderitaan yang tiada akhir.
Begitu mudahnya Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengatakan, harga tiket melambung rakyat disuruh ikhlas. Statement ini sama dengan statement menteri-menteri yang lain. Daging mahal makan keong sawah, cacing berprotein, cabai mahal tanam di pekarangan. Kali ini harga tiket melambung, rakyat disuruh ikhlas, apa-apaan ini.
Masyarakat mengeluhkan harga tiket pesawat, khususnya rute domestik, belakangan ini. Saking mahalnya, masyarakat Aceh yang ingin bepergian ke Jakarta, kebanyakan memilih transit dulu ke Kuala Lumpur, ketimbang langsung ke ibukota. Kenyataannya, memang pergi ke Jakarta lewat Malaysia lebih murah, jika dibandingkan terbang langsung dari Aceh (CNN Indonesia).
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Akshara Danadiputra mengatakan, mahalnya harga tiket pesawat disebabkan banyak hal. Salah satunya, pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Rencana Menhub Budi Karya Sumadi, mengevaluasi tarif batas bawah angkutan udara usai Lion Air jatuh di perairan Karawang, mendapat respons positif.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto menyebut, wacana ini cukup masuk akal, mengingat industri penerbangan merupakan bisnis yang padat modal. “Industri ini sangat sensitif terhadap nilai tukar rupiah, serta fluktuasi harga bahan bakar avtur. Jadi usulan kenaikan merupakan usulan yang masuk akal,” kata Agus dikutip dari Tirto, Jumat (2/11/2018)
Pak Budi juga mengatakan, dalam konteks yang sama bahwa kenaikan harga tiket pesawat untuk mengurangi kecelakaan Lion Air yang berulang. Memang seperti inilah kinerja dalam sistem kapitalis, ketika ada uang mereka baru bekerja, ketika tak ada uang, nyawa manusia tidak ada harganya. Perlu kita ketahui, jauh perbedaannya dalam pandangan Islam.
Dalam Islam, penguasa diamanahi berbagai urusan dan kemaslahatan rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti di hadapan Allah SWT atas amanah yang dia emban, dalam pengurusan berbagai urusan rakyat. Penguasa yang memahami tanggungjawabnya tentu akan sangat berhati-hati dalam semua tindakan, kebijakan dan ucapannya. Dia tidak akan mudah menebar harapan dan janji. Sebab, dia tahu semua itu harus dia pertanggungjawabkan di akhirat dihadapan Allah SWT. Dia sadar kalau dia menjanjikan sesuatu tetapi tidak ditepati, pasti dia akan sengsara di akhirat. Jika dia menjanjikan akan melakukan sesuatu, namun nyatanya tidak dia lakukan, atau menjanjikan tidak akan melakukan sesuatu, tetapi justru dia lakukan, niscaya dia tidak akan luput dari ancaman Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba, yang Allah minta untuk mengurus rakyat, mati pada hari di mana dia menipu (mengelabuhi) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan bagi dia surga (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahua’lam bi ash-shawâb
* Aktivis Komunitas Intelektual Muslimah Inspiratif (KIMI)