Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalbar diharapkan bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Mampu mengedukasi masyarakat agar bisa mengakses dan menyampaikan informasi melalui berbagai media dengan akurat.
Rizka Nanda, Pontianak
eQuator.co.id – Hal tersebut dikatakan Gubernur Sutarmidji menyikapi keterbukaan informasi. Yang dapat menimbulkan penyebaran berita hoax atau bohong di masyarakat.
“Ini perlu kedewasaan dalam bersosial media, karena sekarang ini sosial media sudah mengurangi peran informasi lainnya yang benar,” ungkapnya kala melantik KI Kalbar, di Balai Petitih, kantor gubernur, Pontianak, Kamis (10/1).
Ditegaskan Midji, karib ia disapa, pengguna media sosial (Medsos) bukan orang-orang yang mempunyai ilmu di bidang media. Sehingga yang disampaikan itu termasuk informasi yang tidak terfilter dengan baik ke masyarakat.
“Nah, inilah yang kerap menimbulkan berita hoax, ini peran Komisi Informasi untuk melakukan pengawasan dan mengedukasikannya,” pintanya.
Ia menambahkan, tidak akan ada yang bisa bersembunyi dengan menggunakan data-data palsu. Membuat suatu postingan atau menyampaikan informasi palsu bisa menimbulkan kerugian seseorang atas informasi palsunya tersebut. Dan dapat merusak tatanan sosial di masyarakat.
“Tak hanya Komisi Informasi saja melakukan pengawasan, namun kita semua yang memiliki sosial media bisa jadi pelaku penyebaran informasi bohong atau hoax, namun itu semua bisa kita tekan dengan melakukan edukasi,” yakin Midji. Imbuh dia, “Karena edukasi sosial media dengan baik dan bijak dapat menekan informasi bohong”.
Sedangkan di dalam tata kelola pemerintahan, ia melanjutkan, keterbukaan informasi kepada masyarakat harus menjadi prioritas bagi penyelenggara negara di setiap instansi yang ada. “Karena tuntutan masyarakat untuk adanya transparansi dalam pengelolaan penyelenggaraan negara itu semakin besar,” tegasnya.
Ia menyadari, keterbukaan informasi belum diperhatikan secara serius oleh jajarannya. “Ini akan kita ubah,” tukas Midji. Dan hal itu, menurutnya, tugas penting bagi KI Kalbar.
Midji juga menuturkan, saat ini rata-rata pelayanan publik di Kalbar masih dalam zona kuning. Dengan nilai rata-rata 67. Bahkan ada beberapa SKPD yang perlu kerja keras seperti Dinas Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
“Saya rasa 6 bulan paling lama bisa selesai, kalau yang lainnya 3 bulan bisa selesai, kalau dia serius indikator itu gampang,” ujarnya.
Inti dari semuanya adalah SOP. Ditegaskannya, di setiap kegiatan harus dikerjakan sesuai SOP.
Yang terpenting, ia menegaskan tidak ada informasi yang perlu ditutupi. Termasuk persoalan APBD. Ia juga mewajibkan untuk buat ringkasan dan mengumumkan persoalan APBD ke media massa.
“Sampaikan saja kepada masyarakat. Sehingga keterbukaan informasi itu benar, ada kendala apapun sampaikan kepada masyarakat supaya mereka tau dan memaklumi, daripada tidak tahu lalu menganggap negatif, itu yang susah,” ungkap Midji.
Ia berharap, selama masa jabatannya bersama Ria Norsan, keterbukaan informasi dapat menjadi prioritas. “Saya sama wartawan juga sampai jam 12 malam, kalau die belum naik cetak, masih saya layani,” bebernya.
Di sisi lain, Komisioner KI Kalbar, Muhammad Darussalam, menyatakan pihaknya akan terus berusaha membangun keterbukaan informasi. Agar publik mengetahui perencanaan pembangunan seperti yang disampaikan oleh gubernur dan juga akan mendukung program pemerintahan.
“Terutama tentang keterbukaan dan transparansi yang saya rasa sangat sejalan terhadap visi komisi informasi,” tuturnya.
Fokus pengawasan yang dilakukan oleh KI terhadap informasi yang dibutuhkan oleh publik. Artinya informasi yang dibutuhkan tetapi tidak tersedia oleh badan publik itu yang menjadi kewajiban dan perhatian untuk dibuka agar publik mengetahui.
“Kalau tingkat keterbukaan untuk provinsi Kalbar saya rasa sudah cukup baik karena pencapaian untuk Kalbar itu saat ini kategori terbaik untuk diluar Jawa,” jelas Darussalam.
Ia pun berharap capaian itu bisa meningkat sesuai dengan keinginan gubernur dan pihaknya pun akan membangun sinergi dengan pemprov. Dengan harapan bisa menjadi terbaik se-Indonesia.
“Untuk media sosial kita lebih terkait mengedukasi kepada masyarakat bahwa ada konsekuensi hukum terkait hoax dan sebagainya. Informasi itu harus betul memiliki sumber data dan informasi yang akurat,” paparnya.
Darussalam menegaskan, masyarakat harus bisa memilah informasi yang benar. Dengan tidak sembarang share dan upload di medsos. Apabila informasi yang didapat itu masih belum memiliki kejelasan sumber data.
“Kita mengimbau kepada masyarakat dan hal layak bahwa informasi yang akan diupload harus diverifikasi lagi, agar betul-betul informasi itu mengandung nilai yang benar,” tandasnya.
Editor: Mohamad iQbaL