eQuator – Bola panas kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kepada manajemen PT Freeport Indonesia mengarah ke Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Meski namanya belum disebut terang-terangan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said maupun Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), politikus Partai Golkar itu sudah mengambil inisiatif untuk mengklarifikasi perihal dugaan keterlibatannya dalam pencatutan nama kepada Wakil Presiden JK.
Usai pertemuan sekitar 30 menit di Kantor Wakil Presiden siang kemarin, Setya terus memberikan jawaban diplomatis seputar dugaan tersebut, termasuk saat ditanya wartawan apakah dirinya memang pernah bertemu dengan manajemen Freeport. “Silakan tanya langsung ke Freeport,” ujar Setya.
Sebaliknya, JK lah yang mengungkap fakta bahwa Setya memang pernah bertemu dengan manajemen Freeport. Bahkan, JK menyebut jika pertemuan itu tidak dilakukan dalam forum resmi di DPR. “Pasti bertemu bukan sebagai ketua DPR,” ujar JK.
JK sendiri juga terkesan tidak ingin membuka banyak informasi seputar pertemuan Setya dengan Freeport. Sebab, prosesnya sudah bergulir di Mahkamah Kehormatan. Dia pun mengaku tidak mengetahui detil persoalan yang dibicarakan kedua pihak. “Saya hanya menjadi pendengar yang baik,” ucapnya.
Meski demikian, JK mendukung penuh langkah menteri ESDM melapor ke Mahkamah Kehormatan DPR. Sebab, dia ingin agar ada kejelasan, sehingga tidak memicu polemik dan kegaduhan berkepanjangan. Selain itu, JK juga ingin agar isu miring bahwa dirinya dan Presiden Jokowi dikabarkan meminta sembilan persen saham Freeport, bisa diklarifikasi. “Yang benar saja, kurang itu (sembilan persen),” kata JK dengan nada bercanda, lantas tertawa.
Sementara itu, meski tidak mau mengaku telah bertemu dengan manajemen Freeport, Setya menyiratkan jika dirinya pernah menjalin komunikasi dengan raksasa produsen emas dan tembaga yang beroperasi di Papua tersebut. “Saya berjuang supaya pendapatan masyarakat Papua (dari Freeport) lebih baik,” ucapnya.
Meski demikian, Setya yang juga memiliki bisnis pertambangan di Nusa Tenggara Timur (NTT), mengklaim jika dirinya tidak pernah mencatut ataupun membawa-bawa nama presiden dan wakil presiden, saat bicara perihal perpanjangan kontrak Freeport. “Saya tidak pernah menggunakan masalah-masalah ini untuk kepentingan lebih jauh,” ujarnya.
Tanya Sudirman Saja
Seorang sumber di MKD mengungkapkan, dua inisial pencatut nama Presiden dan Wakil Presiden yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said, terkait perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia (PTFI) disertai permintaan saham dan proyek adalah SN oknum DPR yang mungkin saja insial itu mengarah pada Setya Novanto dan RC (pengusaha).
Namun Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang ketika ditanya tentang kebenaran dua inisial tersebut yang dilaporkan Sudirman Said, kukuh tidak mau mengungkapnya sekarang.
“Tanya Sudirman Said saja. Saya belum waktunya bicara. Saya gak sebut SN atau siapa. Saya gak kapasitas dalam hal itu. Jangan paksa kami untuk jawab. Tolong kawal kami,” kata Junimart, usai rapat pleno MKD, Senin (16/11).
Politikus PDI Perjuangan itu hanya menyampaikan bahwa pleno MKD memang telah membahas soal laporan Menteri ESDM dan diputuskan, mahkamah masih menunggu kelengkapan dokumen dari Sudirman Said, terutama rekaman asli percakapan seorang oknum DPR, pengusaha dengan petinggi PTFI.
“Kami menunggu verifikasi dari TA (Tenaga Ahli). Kami harapkan Sudirman Said sesegera mungkin berikan rekaman asli. Kami berharap besok atau lusa sudah dia berikan supay TA bisa melakukan verifikasi untuk pelaporan tersebut. Pagi tadi dia bilang akan diserahkan sesegera mungkin. Jadi kami tunggu,” kata Junimart.
Pihaknya juga memastikan terkait laporan ini, MKD akan memanggil para pihak terkait, termasuk dari PTFI sendiri untuk diklarifikasi. Tapi hal itu baru akan dilakukan setelah proses verifikasi laporan selesai. Diantara data yang akan diverifikasi, rekaman asli dengan transkrip percakapan yang diserahkan Sudirman Said.
“Sesuai hasil verifikasi, siapapun pasti akan kami panggil setelah verifikasi. Transkip saja gak cukup. Kami combined (menggabungkan) juga antara transkip dengan rekaman. Transkripnya 3 halaman,” paparnya.
Indikasi Perang Mafia
Langkah Menteri ESDM, Sudirman Said ke MKD DPR RI melaporkan anggota DPR yang ditengarai meminta saham PT. Freeport Indonesia mengatasnamakan Presiden Jokowi dan wakilnya, Jusuf Kalla layak diapresiasi.
“MKD juga harus segera meresponnya dengan memanggil anggota DPR terlapor,” Adhie Massardi, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Senin (16/11).
Walau begitu, menurutnya, keberanian Sudirman tidak bisa disebut sebagai prestasi atas kinerjanya sebagai Menteri ESDM. Sebab, kebijakannya dalam mengelola ESDM sangat buruk.
“Nyaris tidak ada kontrak karya dengan pihak asing yang menguntungkan bangsa Indonesia,” kritik Adhie.
Salah satu contohnya dalam kasus Freeport. Kata dia, apabila publik tidak ribut-ribut, otomatis kontrak Freeport akan segera diperpanjang, sekalipun itu menyalahi UU, karena belum saatnya diperpanjang.
“Saya berharap langkah Sudirman Said (melaporkan anggota DPR peminta saham), ini bukan untuk mengelabui public dan “menyandera” Presiden agar tidak jadi me-reshuffle-nya,” harap Adhie.
Dia menambahkan, apabila Sudirman Said mau menyelamatkan ESDM dari tangan para mafia, dia juga harus membeberkan pejabat, politisi, dan bekas pejabat yang memiliki saham secara melawan hukum dalam perusahaan-perusahan di sektor ESDM.
“Jadi bukan hanya yang “akan” minta, tapi yang sudah mengangkangi selama bertahun-tahun. Beranikah Sudirman Said mengungkap yang demikian itu? Kalau tidak berani, bukan mustahil peristiwa ini merupakan perang “antar-gang” mafia tambang belaka,” demikian mantan Jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini. (Jawa Pos/JPG)