Dua Penyebar Hoax Surat Suara Jadi Tersangka

Surat Suara Segera Dicetak

ilustrasi.net

eQuator.co.id – Jakarta—RK. Penyebar hoax surat suara, HY dan LS, ditetapkan sebagai tersangka. Keterlibatan keduanya dapat dipastikan. Namun, sayangnya, hingga saat ini, inisiator dan produsen hoax itu belum juga diketahui.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan bahwa kedua tersangka tidak dilakukan penahanan karena kooperatif terhadap petugas. Ancaman hukuman untuk keduanya tiga tahun, sehingga tidak mengharuskan ditahan.

”Penyidik yang putuskan itu,” paparnya, kemarin.

Keduanya, lanjut dia, diduga hanya menjadi penyebar informasi hoax. Mereka bukan merupakan pembuat konten dan inisiator hoax tersebut.

”Saat ini masih dirangkai, mereka mendapat dari mana dan sebagainya,” terang Dedi.

Hingga saat ini, Polri juga masih berupaya untuk mengetahui identitas suara dalam video hoax surat suara tercoblos. ”Masih bekerja temukan suara siapa, nanti ada Laboratorium Forensik yang bisa pastikan,” jelasnya.

Sementara, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPM) Neta S. Pane menjelaskan, bahwa ada hal yang perlu disadari bahwa penangkapan dua penyebar hoax tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang timpang. Sebab, kedua penyebar hoax tersebut notabene merupakan orang kecil.

”Lalu, bagaimana dengan yang orang besar, seperti politikus dan lainnya,” ujarnya.

Dia meminta Polri dalam menangani kasus tersebut lebih adil. Tokoh semacam Andi Arief yang juga dinilai turut menyebarkan hoax tersebut mengapa hingga saat ini belum diperiksa atau ditangkap.

”Jangan melakukan diskriminasi,” ujarnya.

Sebelumnya, hoax surat suara tercoblos ini membuat sejumlah pihak meradang. Ketua KPU Arief Budiman dan Mendagri Tjahjo Kumolo sampai mendatangi Bareskrim untuk meminta proses hukum terhadap produsen dan penyebar hoax.

Muncul juga sejumlah laporan terhadap Andi Arief terkait penyebaran hoax tersebut. Hoax tersebut ditanggapi serius karena dinilai akan merusak demokrasi bahkan bisa menimbulkan kekacauan.

Di sisi lain, rangkaian validasi surat suara Pemilu 2019 berakhir Jumat (4/2). Secara serentak, KPU melaksanakan validasi dan approval (persetujuan) surat suara yang akan dicetak. Rata-rata caleg meminta perubahan untuk melengkapi gelar atau bahkan nama alias di kolom nama mereka. Sebab, nama alias itu yang saat ini lebih dikenal daripada nama asli.

Dalam kegiatan approval di ruang sidang utama KPU itu, perwakilan kedua paslon presiden-wakil presiden dan 14 partai hadir. Setiap partai menandatangani 80 dummy, sesuai dengan jumlah dapil pemilu legislatif. Dua partai, yakni Garuda dan PKPI, urung hadir dalam kegiatan tersebut. ”Nanti kami konfirmasi. Kami minta hadir meskipun terlambat,” ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi seusai penandatanganan. Validasi sendiri sudah berlangsung Desember lalu.

Permintaan perbaikan didominasi para caleg yang meminta ada penyesuaian untuk nama dan gelar mereka. ”Prinsipnya, pencantuman nama calon di dalam surat suara harus sesuai dengan nama di KTP,” lanjutnya.

Penambahan atau pengurangan dalam komponen nama itu boleh dilakukan sepanjang memiliki bukti hukum. Misalnya, bila meminta tambahan gelar akademik, harus ada bukti berupa ijazah. Perubahan nama, misalnya, harus menyertakan penetapan pengadilan bahwa nama yang digunakan saat ini memang nama baru.

Ada pula yang meminta nama julukan atau nama bekennya dicantumkan. Beberapa artis sempat mengajukan tambahan nama beken tersebut. ”Kan sering nama aslinya apa, nama bekennya apa. Itu juga harus ada penetapan pengadilan,” jelas pria kelahiran Semarang tersebut tanpa mau menyebut siapa caleg artis yang meminta tambahan nama beken. Bila tidak bisa menyertakan bukti hukum, penambahan atau pengurangan unsur nama tidak akan diakomodasi.

Jadwal produksi sendiri molor sekitar dua pekan. Rencananya, produksi baru dilakukan pada pertengahan bulan ini. Sementara pertengahan Maret sudah harus selesai beserta distribusinya. Sebab, kontrak produksi surat suara itu sudah satu paket dengan distribusinya hingga ke KPU kabupaten/kota.

Untuk sementara ada enam perusahaan pemenang tender itu. Antara lain PT Gramedia, Balai Pustaka, dan PT Aksara Grafika Pratama. Ketiganya berlokasi di Jakarta. Ada juga PT Temprina Media Grafika dan PT Puri Panca Pujibangun di Jawa Timur. Satu lagi adalah PT Adi Perkasa Makassar di Sulawesi Selatan. Dikatakan sementara karena saat ini masih masuk masa sanggah dari peserta tender yang kalah.

Pramono memastikan bahwa waktunya masih cukup untuk memproduksi meskipun terlambat hampir dua pekan. ”Itu sudah masuk range kami,” tambahnya.

Produksi dan distribusi surat suara untuk dapil-dapil di daerah terpencil akan didahulukan. Setelah beres, pada pekan-pekan akhir distribusi bisa dilanjutkan ke lokasi-lokasi yang mudah dijangkau. Misalnya Pulau Jawa.

Sementara itu, Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Aria Bima menyatakan bahwa pihaknya sudah sepakat dengan desain dan isi surat suara yang dituangkan KPU. ”Nggak ada catatan. Sudah cukup bagus,” ujarnya seusai validasi.

Mengenai pilihan tampilan paslon yang kompak memakai baju putih-putih, Aria mengatakan, tidak ada alasan khusus. Sebab, keduanya memang suka memakai pakaian putih. ”Pak Jokowi suka pakai baju lengan panjang putih. Pak Kiai (Ma’ruf Amin) sebagai ulama besar kebiasaan beliau juga menggunakan baju koko putih,” tambahnya.

Senada, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno Priyo Budi Santoso juga menyatakan, relatif tidak ada catatan untuk validasi kali ini. ”Hanya tadi kami maupun pasangan 01 ada sedikit koreksi mengenai penyempurnaan background merah putih,” terangnya. Bagian yang tampak agak gelap pada latar belakang tersebut diminta dijadikan lebih terang.

Nama dan foto dinilai sudah sesuai dengan usul BPN sehingga tidak ada lagi koreksi untuk hal tersebut. Dalam surat suara itu Prabowo dan Sandiaga mengenakan setelan jas dan berpeci hitam.

”Kali ini Pak Prabowo dan Sandi ingin tampil beda dengan baju yang mencitrakan kepemimpinan dan kewibawaan nasional,” jelasnya. (Jawa Pos/JPG)