eQuator – Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga mengatakan nama Jaksa Agung M Prasetyo yang terseret dalam kasus dugaan gratifikasi penanganan perkara korupsi dana bantuan sosial dan hibah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam posisi simalakama. Sebab, secara politik, kondisi yang ada sekarang ini mencerminkan Jokowi dalam pusaran kepentingan yang sulit.
“Ini sangat berhubungan dengan konstelasi politik pendukung pemerintah saat ini dan kelak,” kata Kastorius Sinaga saat diskusi di Jakarta, Minggu (15/11).
Menurutnya, kalau misalnya Jokowi harus memilih Jaksa Agung dari kader partai pendukung pemerintah, maka Presiden harus yakin dan punya jaminan tentang calon tersebut sehingga, masalah seperti sekarang ini tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Tapi, apa bisa? Mana mungkin ada pimpinan partai tempatkan kadernya di satu poisisi tanpa misi? Pastilah ada agenda,” ungkapnya.
Apalagi, kata dia, banyak kasus-kasus besar sekarang ini membutuhkan keberanian untuk menuntaskannya. Misalnya, kasus BLBI, kilang TPPI, maupun Pertamina yang termasuk kasus besar.
“Jadi, harus setengah dewa dan berani melawan arus politik demi tegaknya hukum yang kredibel,” katanya.
Dia mengatakan, ketika reshuffle kabinet jilid I Jokowi fokus pada bidang politik dan ekonomi.
“Kini saatnya dia (Jokowi) tunjukkan kepiawaan kepada hukum dengan mereshuffle Jaksa Agung,” tegas Kastorius.
Ia menambahkan, harus ada perubahan paradigma total. Presiden harus memahami. Sebelum terlambat kerusakan hukum ini diatasi. Menurut dia, di bidang hukum tentu akan ada invisible hand yang membawa hukum sebagai alat untuk meraih kepentingan. Karenanya, kata dia, perlu ada visible hand dan visible force yakni kepemihakan Presiden.
“Kemana dia berpihak? Akankah ada visible force? Kalau tidak ada negara ini runtuh,” paparnya.
Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Kaspudin Noor mengatakan, apapun keputusan presiden jangan sampai merugikan masyarakat. Keputusan itu harus efektif dan tepat. Jangan sampai presiden ambil keputusan yang keliru.
Menurutnya, Presiden harus menggunakan kewenangannya untuk mencari benar tidak isu yang tengah menerpa Jaksa Agung. Kalau itu benar, maka dalam hal ini tidak elok kejaksaan dipimpin oleh orang yang terlibat dan terbukti melanggar hukum. Kalau isu tidak benar, menurut Kaspudin, harus disampaikan ke publik bahwa ini tidak benar.
“Presiden bertanggungjawab sampaikan ini. Paling tidak juru bicaranya memberikan klarifikasi di masyarakat supaya tidak menduga-duga dan tidak ada langkah yang tidak jelas,” kata Kaspudin di kesempatan itu.(boy/jpnn)