Perlu Pasar-pasar Baru untuk Kopra

Telat Antisipasi Anjloknya Harga

Kopra

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Turunnya harga jual kopra yang dirasakan oleh petani, sebetulnya sudah diprediksi sejak awal tahun. Namun, dalam hal ini, pemerintah terlihat tidak melakukan antisipasi, sehingga tak sedikit petani mengalami kerugian.

“Pemerintah lamban menyikapi persoalan harga kopra yang anjlok ini, sehingga berakibat penurunan perekonomian petani yang bergantung pada komoditas ini,” sebut Akademisi dari Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Iwan Sasli, Sabtu (22/12).

Menurut Iwan, harga kopra yang menunjukkan trend menurun, sebetulnya sudah terlihat sejak awal 2018. Akan tetapi, ia menilai, hal tersebut tidak disikapi pemerintah.

“Seperti pada kwartal pertama 2018, industri di China sudah mengurangi pasokan, dan ini dapat dilihat,” terangnya.

Sedangkan, lanjut dia, saat itu, sejumlah negara seperti Thailand dan Vietnam, bersamaan dengan Indonesia, mengalami kelebihan produksi. Hal ini, yang menurutnya kurang dicermati oleh pemerintah.

Dosen Fakultas Pertanian Untan ini pun menyarankan, agar pemerintah mengidentifikasi penyebab turunnya harga kopra itu. “Jadi harus diidentifikasi, sebetulnya apakah benar anjloknya harga kopra karena harganya di pasar dunia menurun atau ada akibat lain,” papar Iwan.

Di sisi lain, anjloknya harga kopra ini semestinya menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan usaha di komoditi ini. Salah satu yang menurutnya bisa dijadikan solusi adalah dengan mendorong diversifikasi pertanian.

“Upaya ini tentu sebagai langkah lain yang dapat dilakukan oleh petani agar tidak hanya bergantung pada komoditi kopra saja, artinya ada komoditi lain yang juga menjadi andalan sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga,” jelasnya.

Di samping itu, pemerintah dalam hal ini juga harus berupaya mencarikan pasar-pasar baru untuk kopra, agar penyerapannya tidak bergantung dengan pasar dunia. Terutama, pasar-pasar baru dari dalam negeri sendiri.

“Jika perlu pemerintah membangun industri hilirisasi untuk produk turunan kelapa, otomatis untuk penyerapan kelapa bisa didominasi oleh industri lokal,” tutup Iwan.

Dari Senayan Jakarta, DPD RI juga meminta pemerintah agar segera menangani anjloknya harga kopra. Pasalnya, para petani menjerit dan susah menanggung kebutuhan hidup.

Anggota DPD RI dapil Maluku Utara, Matheus Stefi Pasimanjeku mengatakan, harga kopra anjlok dalam 10 bulan terakhir dari Rp 10 ribu menjadi Rp 3.200 tidak mampu lagi menutupi biaya produksi.

”Hampir 90 persen petani di Maluku Utara menggantungkan hidup bekerja sebagai petani kopra. Mereka tak sanggup lagi membiayai kebutuhan hidup dengan harga kopra sekarang yang hanya 3200 rupiah. Hal itu yang menjadi persoalan serius dan menjadi sorotan bagi pemerintah,” ujar Stefi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut pria kelahiran Ambon tersebut, seharusnya pemerintah melalui kementerian terkait harus segera menindaklanjuti permasalahan anjloknya harga kopra tersebut. Selain itu menurutnya masih belum adanya pihak swasta dalam skala besar yang berinvestasi dalam bidang ini di Maluku Utara juga mempengaruhi harga kopra tersebut.

”Saya sudah menyampaikan perihal ini anjloknya harga kopra di Maluku Utara pada sidang paripurna DPD RI yang lalu, dan saya harap melalui kewenangan kelembagaan DPD RI dapat mendesak pemerintah dan stakeholder terkait untuk mencari jalan keluar,” lanjutnya.

Dia menyarankan, pemerintah untuk memberikan subdisi harga kepada kopra sama seperti subsidi harga gabah yang pernah dilakukan oleh pemerintah di masa lalu. Selain itu pemerintah juga mencari solusi dalam mengolah produk olahan dari kopra agar mengangkat harga dari kopra tersebut.

”Jika ini masih berlanjut sampai tahun depan, maka pemerintah harus mengambil kebijakan untuk memberikan subsidi kepada kopra untuk membantu meningkatkan perekonomian para petani kopra,” tuturnya.

Imbuh dia, “Selain itu, produk lanjutan dari kopra sebagai solusi untuk menaikan harga kopra seperti produk santan beku, ataupun tepung dan bahan olahan lainnya harus dipikirkan oleh pemerintah dengan mendorong stakeholder melalui kementerian perdagangan, pertanian, untuk menarik investasi”.

 

Laporan: Nova Sari, JPG

Editor: Mohamad iQbaL