Menikah dan Hamil, Mantan Kasir Indomaret Diminta Mengundurkan Diri

Oktaviana Akhirnya Dipecat tanpa Pesangon

SURAT PHK. Oktaviana menunjukan surat pemberhentian kerjanya, Jumat, (14/12). Andi Ridwansyah-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Oktaviana, mantan kasir di salah satu cabang Indomaret Kota Pontianak hanya bisa berharap ada keadilan untuk dirinya. Perempuan 23 tahun ini merasa telah diberhentikan perusahaan secara sepihak tanpa diberi pesangon.

Oktaviana sebelumnya kasir Indomaret di Jalan M. Sohor, Pontianak. Awal permasalahannya dengan perusahaan muncul setelah dirinya melangsungkan akad nikah. Sebelum melaksanakan resepsi pernikahan, dirinya terlebih dahulu melangsungkan tunangan pada Juni 2018 yang diketahui team toko. “September, saya dilamar dan melanjutkan ke prosesi pernikahan,” katanya kepada Rakyat Kalbar, Jumat (14/12).

Sebagai karyawan, Oktaviana tentu saja menghormati aturan. Terlebih dahulu, ia meminta izin kepada Area Manager dan Area Supervisor Indomaret tiga bulan sebelum pelaksanaan resepsi pernikahan. Dirinya mendapatkan izin dan diberikan masa cuti selama seminggu. “Jadi itu sepengetahuan mereka dan mereka pun memberikan izin,” ujarnya.

Disaat hari kebahagiannya, dirinya harus menelan pil pahit. Saat membuka handphone di hari resepsinya, Oktaviana menerima chating group WhatsApp (WA) dari Area Managernya. Isinya, kasir yang sudah menikah atau hamil mengundurkan diri dari perusahaan.

“Di situ yang membuat saya bingung, kok disuruh mengundurkan diri. Saya pikir ini merupakan pemberhentian sepihak, karena kontrak saya masih ada,”ungkapnya.

Oktaviana menilai, keputusannya menikah tidak melanggar aturan. Lantaran tidak ada aturan karyawan kontrak kedua atau perpanjangan PKWT melarang kasir Indomerat menikah.

“Kalau yang pertama kali diinterview, dikontrak pertama memang betul ada aturan yang melarang kasir untuk menikah. Namun yang di kontrak PKWT saat saya menandatangani kontrak tersebut  tidak ada perjanjian kasir tidak boleh menikah,” paparnya.

Usia membaca pesan Area Manager tersebut, perempuan yang sudah bekerja dua tahun ini memberanikan diri komfirmasi ke Manager HRD perusahaan. “Saya sampaikan kepada HRD, pak bagi kasir yang sudah menikah atau hamil apakah sudah tidak berhak bekerja lagi?” tanyanya lewat pesan singkat WA. “Lho kan sudah tau kalau kasir tidak boleh menikah!” jawab Manager HRD.

Kepada Manager HRD, warga Jungkat ini menjelaskan ikhwal izin yang pernah disampaikannya kepada Area Manager dan Area Supervisor. Saat itu keduanya mengizinkan. Oktaviana juga mengatakan, dirinya bukan kontrak perdana di perusahaan. “Saya sampaikan bahwa saya sudah kontrak perpanjang atau PKWT kepada HRD,” jelasnya.

Usai menyampaikan hal tersebut, dirinya diarahkan datang ke kantor menemui ibu Rahmi. Pertemuan itu terjadi diakhir September 2018. “Pas bulan itu juga gaji saya kemudian di pending sama Area Supervisor,” ungkapnya.

Saat bertemu Area Supervisor, dirinya berupaya mengkonfirmasi. Namun tidak ada jawaban. “Malah saya diminta membuat surat  pengunduran diri,” ucapnya.

Oktaviana menolak diminta mengundurkan diri. Dirinya sebelum nikah telah meminta izin kepada Ibu Rahmi dan pak Ipin dulu. “Namun di situ lagi-lagi tidak ada jawaban,” katanya.

Oktaviana akhirnya menemui HRD. Dia mempertanyakan gajinya yang di pending pihak perusahaan. Namun lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban. “Namun gaji saya kala itu tetap dibayar dan ditransper lewat ATM,” jelasnya.

Usai gajinya dibayar, Oktaviana diberikan kesempatan bekerja selama satu bulan sebagai kasir. Itu setelah dirinya mengadukan permasalahannya ke Dinas Tenaga Kerja. Disnaker menegaskan, tidak ada larangan perempuan yang sudah menikah dan hamil bekerja selama kontrak masih ada. “Karena nantinya akan ada cuti selama tiga bulan,” ucapnya.

Makanya Disnaker menganjurkan Oktaviana tetap bekerja di Indomaret. “Apabila nanti pihak perusahaan mempermasalahkan itu, maka kamu bilang saja minta surat pemberhentian,” kata Oktaviana menirukan penjelasan petugas Disnaker.

Namun permasalahan Oktaviana tak berhenti di situ. Setelah sebulan kerja, Oktaviana dipanggil ke kantor perusahaan.

HRD menyampaikan, bahwa ada laporan dari karyawan toko dirinya sering datang terlambat. “Sehingga saya diberikan SP 3  secara langsung,” tukasnya.

Dirinya menerima dikatakan sering terlambat masuk kerja. Namun ia heran dengan keputusan tersebut. Pasalnya, bukan hanya dirinya yang sering datang terlambat. “Banyak kawan-kawan yang terlambat, tapi tidak diperlakuan seperti saya,” ujarnya.

Dengan sadar Oktaviana menandatangani SP 3 yang diberikan kepada dirinya. Konsekuensinya, dia pun harus menjadi doormen atau tukang buka pintu kaca kantor pusat Indomaret selama tiga hari berturut-turut. Setelah mengerjakan sanksi tersebut, Oktaviana bukannya dapat bekerja seperti biasa. Dirinya malah diperintahkan untuk tidak bekerja lagi dengan membuat surat pengunduran diri.

Oktaviana mengatakan, tidak ada sedikit pun niatnya untuk berhenti bekerja. Apalagi kontraknya habis pada 30 Juni 2019. “Masih terhitung delapan bulan sejak saya dilarang bekerja,” jelasnya.

Ia lantas mendatangi pihak perusahaan dan meminta surat pemberhentian. “Saya chatlah kepala toko, Manager Area, minta surat pemberhentian tapi mereka dan HRD menyampaikan nanti-nanti,” ungkapnya.

Berselang waktu, Oktaviana diperintahkan mengambil surat  pengalaman kerja. Dia kembali menanyakan surat pemberhentian kerja  tersebut. Namun kembali dijawab sudah menjadi satu oleh HRD.

Sesampainya di kantor, Oktaviana mengaku tidak menerima surat pemberhentian kerja dari perusahaan. Alasannya ia karyawan PKWT.

“Saat ingin diambil surat pengalaman kerja ada dua alternatif surat yang harus saya pilih, yakni keterangan mengundurkan diri, dan satu lagi di PHK perusahaan lantaran indisipliner,” tuturnya.

Dirinya memilih mengambil di PHK karena indisipliner. Sebab dianggapnya rill dengan apa yang terjadi.

“Saya juga mengakui bahwa saya juga sering datang terlambat di bulan September. Tapi bukan hanya saya yang lain juga melakukan hal yang sama,” terangnya.

Akan tetapi, setelah PHK indisipliner dirinya diambil, perusahaan tetap saja memintanya membuat surat pengunduran diri. “Namun saya tetap tidak mau, karena saya menilai itu semua tidak rill,” tukasnya.

Usai diberhentikan perusahaan, ia tidak mendapatkan pesangon. “Saya hanya mendapatkan uang cuti sebesar Rp876 ribu,” demikian Oktaviana.

Terpisah, HRD Bagian Personalia Indomerat Cabang Pontianak, Rahmi mengatakan, pemberhentian Oktaviana sudah sesuai prosedur yang berlaku. “Dia kita berikan SP 1, 2 dan 3 karena atas kesalahannya datang terlambat dan tidak sesuai dengan jam kerja toko,” tuturnya ketika kepada Rakyat Kalbar, Selasa (18/12).

Oktaviana kata dia, diketahui hanya masuk selama tiga hari dalam waktu satu bulan. Pemberian SP juga tidak dilakukan satu hari, melainkan bertahap.

“Awalnya kita berikan SP 1 pada 8 Oktober 2018, karena Oktaviana datang terlambat di tanggal 1, 3, 5, 6, 7,” bebernya.

Setelah diberikan SP 1, ternyata tidak ada perubahan dari yang bersangkutan. Sehingga perusahaan memberikan SP 2. Karena Oktaviana kembali datang terlambat di tanggal 8, 9, 10, 12.

“Kemudian SP III kita jatuhkan pada 29 Oktober lantaran yang bersangkutan kembali datang terlambat di tanggal 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 28,” paparnya.

Makanya Rahmi mengatakan, SP 1 sampai SP 3 dalam sebulan sudah sesuai dengan ketentuan. “Karena jatuhnya memang hampir sebulan yang bersangkutan datang terlambat,” jelasnya.

Begitu pula dengan pesangon yang tidak diterima Oktaviana sudah sesuai mekanisme perusahaan.

“Dalam aturan dikatakan pengakhiran perjanjian kerja dilakukan oleh pihak pertama karena pihak kedua tidak mampu menunjukan kinerja yang baik setelah diberikan surat peringatan,” tuturnya.

Sehingga kata dia, apabila ada pelanggaran-pelanggaran dan diberhentikan sepihak, pesangon sudah tidak berlaku. Kecuali dia diberhentikan secara terhormat.

Dikonfirmasi soal pelarangan karyawan menikah, dirinya mengaku Indomaret tidak pernah melarang. Namun di dalam kontrak PKWT di situ selalu ditulis pekerja berstatus lajang. Kendati demikian, bukan berarti Indomaret melarang. Karena menurutnya, itu merupakan bagian dari hak asasi manusia.

“Hanya saja memang setiap kali diadakan perjanjian kontrak kita selalu menanyakan apakah sudah menikah, karena kita selalu menanyakan itu,” akunya. Lanjut dia, apabila ditemukan karyawan yang sudah menikah, perusahaan juga tidak pernah melarang.

Sementara itu, Ketua Korwil Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalbar, Suherman menuturkan, pemberhentian hubungan kerja (PHK) memang sejatinya hak perusahaan. Namun, setiap perusahaan yang melakukan pemberhentian hubungan kerja secara sepihak kepada karyawanya, wajib membayar pesangon. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13. “Kalau misalnya yang bersangkutan tenaga kontrak, maka perusahaan wajib membayar pesangon sesuai sisa kontraknya,” jelasnya. Artinya kata dia, perusahaan harusnya tidak mudah melakukan PHK.

Dijelaskan Suherman, khusus di Kalbar, KSBSI punya catatan buruk terhadap kepatuhan perusahaan dalam pembayaran pesangon  terhadap karyawan yang dipecat. Termasuk perusahaan waralaba yang kini menjamur di Kalbar.

“Memang masih banyak pelanggaran. Apalagi Indomaret. Saya, juga menangani kasus beberapa orang karyawannya yang di PHK, tetapi tidak dibayarkan haknya,” ungkapnya.

Dia mengimbau, jika ada karyawan yang menjadi korban diskriminasi atau tak menerima haknya setelah di PHK  oleh koorporasi sebagaimana dijamin Undang-Undang Ketenagakerjaan, dapat melapor ke KSBSI Kalbar. “Lapor saja ke kita. Kita akan bantu melakukan advokasi,” imbaunya.

Bahkan kata dia, KSBSI akan kawal sampai ke proses persidangan. “Sebab, perusahaan yang mem-PHK-karyawanya, wajib membayarkan hak pesangonnya,” tegas Suherman.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Abdul Halikurrahman

Editor: Arman Hairiadi