Dalami Pelanggaran SOP Pembangunan

Jalan Ambles, RS Siloam Dukung Investigasi

JALAN AMBLES. Kondisi tanah yang ambles di Jalan Raya Gubeng, Surabaya, Rabu (19/12). Galih Cokro/Jawa Pos

eQuator.co.id – SURABAYA-RK.  Insiden langka terjadi di Surabaya, Selasa (18/12) malam. Jalan Raya Gubeng sebagai salah satu jalur utama menuju pusat kota mendadak ambles sekitar pukul 21.30.

Amblesnya jalan tersebut diduga terkait dengan proyek pembangunan basement Rumah Sakit (RS) Siloam di sisi barat lokasi kejadian. Panjang jalan yang ambles mencapai 25 meter dengan kedalaman sekitar 15 meter dan lebar 8 meter. Namun, lubang amblesan itu melebar hingga ke lokasi proyek pembangunan basement RS Siloam. Total lebar amblesan mencapai 50 meter.

Ery Budi, anggota satpam BNI Cabang Urip Sumoharjo, yang berada di lokasi kejadian mengungkapkan, jalan tersebut tidak langsung ambles seketika, tetapi perlahan-lahan. ’’Terakhir ambles kabeh pas tiang listrik ambruk (roboh, Red),’’ ungkap Ery saat ditemui Jawa Pos. Tiang listrik mulai bergerak miring pukul 21.25. Setelah itu, terdengar suara benturan dengan keras.

Ery saat itu berjaga di depan BNI. Insiden tersebut membuat para pengendara yang melintas berteriak. ’’Jalan ambles, jalan ambles. Jangan diteruskan,’’ ujar beberapa pengendara mengingatkan pengendara yang lain. Beberapa pengendara langsung putar balik melawan arus menuju ke selatan Jalan Raya Gubeng.

Sebelum tanah ambles, Ery sebenarnya melihat keanehan pada sorenya. Saat itu sekitar pukul 16.00, lokasi seberang jalan tepat di depan kantornya yang tertutup seng mulai terlihat miring. Padahal, sebelumnya jalan tersebut sejajar. Di awal lokasi yang ditutup seng itu pula, malamnya Ery melihat jalan mulai ambles.

Saksi lain, Danny Christ Lansil, 29, mengungkapkan, saat itu dirinya berkendara dari arah selatan Jalan Raya Gubeng menuju utara. Ketika itu dia sudah melihat banyak kendaraan yang putar balik melawan arah. ’’Ternyata, jalan itu perlahan ambles, Mas. Sampai berhenti di depan kantor BNI,’’ katanya.

Menanggapi kejadian longsornya jalan Gubeng di Surabaya yang disebut-sebut karena proyek rumah sakit milik Lippo Group, General Affair Manager Rumah Sakit Siloam Surabaya Budijanto Surjowinoto menyebutkan bahwa memang sedang dilakukan pembangunan sarana ritel dan sarana kesehatan oleh pemilik proyek. “Pemilik proyek telah menyerahkan pelaksanaan proyek sepenuhnya pada  kontraktor, yaitu PT Nusantara Konstruksi Engineering (NKE). Rumah Sakit Siloam Surabaya nantinya hanya sebagai pengguna atau penyewa pada saat bangunan sudah selesai,” ujarnya, kemarin (19/12).

Budijanto menambahkan bahwa PT NKE sebagai kontraktor proyek telah berkoordinasi dengan PT Bina Marga, kantor Walikota Surabaya, dan semua instansi terkait untuk memastikan keamanan sekitar proyek. “Dan akan segera melakukan perbaikan sehingga jalan dapat berfungsi kembali,” bebernya.

Sementara itu, Budijanto memastikan bahwa seluruh pasien yang sedang dalam perawatan di Rumah Sakit Siloam Surabaya tetap dalam kondisi aman dan rumah sakit tetap beroperasi seperti biasa. “Kami berharap agar musibah ini dapat segera diselesaikan dan kami mendukung sepenuhnya investigasi yang dilakukan oleh instansi terkait,” pungkasnya.

Amblesnya Jalan Raya Gubeng memberikan dampak signifikan bagi pelayanan Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Negara Indonesia (BNI) Urip Sumoharjo. Lokasi gedung bank ini hanya belasan meter dari jalan yang ambles. Karena itu, muncul kekhawatiran gedung ini bakal terdampak.

Kemarin kondisi kantor tidak ada aktivitas. Yang ada hanya evakuasi sejumlah dokumen. Pemimpin Kantor Cabang BNI Surabaya Djoko Adi Sucipto mengatakan, begitu mendapat laporan amblesnya Jalan Raya Gubeng, dirinya berangkat menggunakan transportasi online dari rumahnya. “Saya turun di sekitar pasar Keputran. Terus jalan kaki menuju TKP. Sebab, ada penjagaan polisi. Sudah nggak karuan perasaan saya,” katanya. Saat tiba di kantor, dia mendapati tidak ada karyawan lagi. Travo listrik di depan kantornya sudah ambruk. Halaman depan ikut ambles. Untung, kondisi gedung tetap utuh.

Dia lantas melakukan evaluasi untuk mengatasi pelayanan yang terhenti. Meski tidak membuka pelayanan, karyawan tetap diminta masuk seperti biasa. Cuma ada perubahan pelayanan kerja.

Untuk sementara, pihaknya mengalihkan pelayanan ke tiga kantor cabang lain. “Layanan kita alihkan ke KCP Unair, Darmo, dan cabang utama Jalan Taman Ade Irma Suryani Nasution,” jelasnya. Beberapa karyawan kantornya disebar ke cabang lain. Khusus untuk layanan sentra kredit dilakukan di Gedung Graha Pangeran, Jalan Ahmad Yani. Menurut Djoko, penutupan Jalan Raya Gubeng tidak membuat kinerja kantornya terhambat. Bagaimana pun, aktivitas pelayanan masyarakat harus tetap aktif.

Sementara itu, kemarin banyak warga yang berdatangan untuk melihat Jalan Raya Gubeng yang ambles. Mereka tampak berkerumun di sisi utara jalan. Mereka memarkirkan motornya di depan RS Siloam. Namun, warga tidak diperbolehkan masuk ke area TKP.

Toko Elizabeth terkena dampak paling parah. Sebab, lokasi gedung tersebut berada di depan jalan yang ambles. Bagian depan bangunan yang berupa taman dan pagar ambrol bersama dengan tiang listrik di sekitarnya. Kini toko yang terletak di samping kantor cabang BNI Urip Sumoharjo tersebut tutup untuk sementara.

Kesaksian tentang amblesnya jalan disampaikan Sukarmin, pengelola warkop yang lokasinya dekat dengan kejadian. Saat itu, Sukarmin masih membuka warkop dibantu kerabatnya. “Duarrr… Tak pikir iku bom. Langsung lampu mati sampe jam 12 malam,” ujarnya. Awalnya dia mengira suara itu berasal dari ledakan bom atau gempa. ”Orang-orang berteriak berlarian. Lalu banyak polisi datang dan mengamankan lokasi,” terangnya.

Kemarin (19/12) Sukarmin tetap berjualan meski warungnya berada tepat di road barrier sisi utara. Justru warungnya lebih ramai karena banyak orang yang datang melihat TKP. Dia menjual berbagai minuman, nasi, sayur, softdrink, dan makanan lain. Pembelinya tak hanya warga yang penasaran dengan jalan ambles, tapi juga petugas dishub dan polisi. Sukarmin mengaku tidak khawatir dengan adanya jalan ambles. “Nggak, nggak takut,” ujarnya.

Selain warungnya, tidak ada warung lain yang buka di daerah dekat pembatas. Namun, ada dua gerobak yang menjual es degan serta bakso yang menepi mendekati barrier. Ada juga penjual nasi goreng dan bubur, namun letaknya agak jauh. Yakni di depan kantor BPJS Ketenagakerjaan, samping RS Siloam.

Polri menduga kuat amblesnya Jalan Gubeng sedalam 20 meter merupakan dampak pembangunan basement parkir Rumah Sakit Siloam. Sedang didalami kemungkinan adanya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) yang bisa jadi pemicu robohnya tanah di bawah jalan Gubeng.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, amblesnya jalan Gubeng besar kemungkinan dampak dari pembangunan basement parkir RS Siloam. Metode penggalian dengan eskavator diduga menjadi salah satu pemicu. ”Ada juga tiang penyangga yang dipasang di pinggiran lahan penggalian,” ujarnya.

Dari semua itu akan dilihat, kemungkinan adanya perhitungan yang salah atau malah ada sesuatu yang di luar SOP. ”Misalnya, ditemukan adanya pengurangan kualitas tiang, dari 10 milimeter menjadi 6 milimeter. Selisih ini bisa mengurangi kekuatan. Maka itu bisa disebut sebagai pelanggaran SOP,” paparnya.

Pelanggaran SOP dalam sebuah proyek sebenarnya beberapa kali terjadi. Seperti halnya, pengeboran oleh PT Lapindo yang mengakibatkan lumpur keluar hingga saat ini dan robohnya jembatan di Kalimantan Timur. ”Ini bisa dipidana, ada kerusakan yang terjadi pada aset orang lain,” tuturnya.

Jeratan hukum bisa berlapis, bila ternyata terdapat korban jiwa dalam kejadian tersebut. Dia mengatakan bahwa kalau ada korban jiwa nanti bisa kena pasal 359 KUHP tentang kelalaian. ”Berlapis kalau korban jiwa,” terangnya.

Menurutnya, saat ini Polda Jatim telah meminta Polrestabes Surabaya untuk membentuk tim khusus terkait kasus tersebut. Tim ini akan bekerjasama dengan Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya untuk memastikan pemicu kejadian tersebut. ”Audit dilakukan bersama,” ujarnya ditemui di ruang kerjanya kemarin.

Bagaimana kalau dalam ausit tidak ditemukan pelanggaran SOP? Dia menuturkan bahwa kemungkinan tersebut sangat kecil. Secara logika saja, semua sudah mengarah pada pembangunan tersebut. ”Bencana alam kok sulit jadi penyebab,” paparnya.

Yang juga penting adalah bagaimana mengembalikan secepatnya kondisi jalan Gubeng yang merupakan jalan vital di Surabaya. Setelah penyelidikan dan penyidikan dirasa cukup mengetahui penyebabnya, bila dirasa urgen untuk mengembalikan kondisi jalan itu maka perlu dilakukan renovasi.

”Renovasi kerusakan jalan ini kbisa dilakukan olah pemerintah daerah, Pemprov atau Pemda. Bergantung status jalan tersebut. Tentu agar aktivitas masyarakat tidak terganggu,” paparnya.

Nantinya, setelah ada vonis persidangan dan menyatakan adanya pelanggaran SOP. Biaya renovasi atau pembangunan jalan itu bisa diklaimkan ke pihak yang membangun. ”Mekanismenya bisa melalui gugatan perdata,” urainya.

Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera menuturkan bahwa untuk Polda Jatim saat ini masih fokus untuk upaya mencegah dalam dari amblesnya jalan Gubeng. Dilakukan pengalihan arus kendaraan dan upaya untuk mengamankan lokasi. ”Kalau informasi yang saya terima itu banyak masyarakat yang menonton, itu malah membuat kami sulit bekerja,” ujarnya.

Untuk penyelidikannya, akan dilakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli. Seperti, ahli geologi dan konstruksi. Apakah pembangunan itu yang menyebabkan amblesnya. ”Mereka nanti yang menilai,” paparnya.

Dia menjelaskan, kemungkinan sebagai antisipasi tejradinya hal yang sama tentu perlu untuk mengecek kondisi tanah di Surabaya. Perlu menggandeng pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim untuk memastikan kondisi tanah di Surabaya ini apakah perlu treatment khusus saat ada pembangunan. ”Kita gandeng semualah,” ujarnya kemarin.

Beredar kabar, amblesan tanah di Surabaya dikarenakan aktivitas geologi Sesar Waru dan Sesar Surabaya. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho membantah hal itu. Kemarin (19/12) dia menjelaskan bahwa pada saat bencana itu terjadi, tidak ada aktivitas geologi sama sekali. ”Kalau menurut seismograf ada dua kali amblesan. Pukul 21.51 dan 22.30,” tuturnya.

Sutopo juga mengatakan bahwa ada kesalahan konstruksi dengan tidak adanya dinding pembatas pada kontruksi. Hal itu diperparah dengan air hujan yang membuat tanah semakin berat. Akibatnya tanah bergerak ke arah penggalian. ”Kejadian ini mirip dengan penggalian batubara di Kalimantan Timur beberapa minggu yang lalu,” kata Sutopo.

Dia menyarankan agar pemerintah membentuk tim independen untuk melakukan evaluasi. Pemerintah Kota Surabaya juga disarankan agar mengevaluasi pelaksanaan kontruksi. ”Selain itu harus ada audit forensic di sekitar bencana untuk mengetahui potensi apa yang akan terjadi,” ucapnya. (Jawa Pos/JPG)