Penambang Emas Sintang Ancam Demo dan Golput

Solusi WPR Tidak Mudah, Perlu Waktu

AUDIENSI. Para pekerja PETI beraudensi dengan Ketua dan Anggota Komisi A DPRD Sintang serta perwakilan Pemkab di ruangan Ketua DPRD Sintang, Kamis (13/12). Saiful Fuat-RK

eQuator.co.id – SINTANG-RK. Masyarakat pekerja tambang emas di Kabupaten Sintang mengancam tidak akan menggunakan hak pilih alias golput pada Pemilu 2019 mendatang. Apabila Pemerintah Kabupaten Sintang dan intansi terkait melarang mereka melakukan penambang emas.

“Jadi kita sudah sepakat, seluruh keluarga anggota pekerja tambang emas se Kabupaten Sintang tidak akan menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019, apabila solusi untuk kita tidak ada,” ujar Ketua Persatuan Pekerja Masyarakat Tambang Emas Sintang, Asmidi kepada Rakyat Kalbar ditemui usai audiensi tertutup bersama Ketua dan Anggota Komisi A DPRD Sintang serta perwakilan Pemkab Sintang di ruang Ketua DPRD Sintang, Kamis (13/12).

Audensi ini dilakukan mereka dalam rangka merespons lima poin perjanjian Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sintang terkait Penambang Emas Tanpa Izin (PETI), Sabtu (8/12). Setidaknya ada tiga poin kesepakatan yang dibuat masyarakat pekerja tambang emas Sintang ini (lihat grafis). “Audiensi ini untuk menyampaikan aspirasi para pekerja tambang emas,” ujar Asmidi.

Dijelaskan dia, surat kesepakatan Forkopimda Sintang sangat meresahkan mereka. Para pekerja emas ini tidak ingin aktivitasnya dihentikan. Tapi mesti ada solusinya. “Persatuan ini kami bentuk untuk memperkuat perjuangan kami,” jelasnya.

Untuk itu, mereka minta Pemkab dan DPRD Sintang dapat mempertimbangkan lima kesepakatan yang sebelumnya dibuat. Ini dilakukan demi hajat hidup orang banyak. “Setelah karet dan sawit anjlok, maka kerja emas menjadi solusi masyarakat,” katanya.

Asmidi menilai, kesepakatan Forkopimda kemarin hanya sebelah pihak. Karena masyarakat pekerja emas tidak diundang atau dilibatkan dalam mengambil keputusan tersebut. “Tiba-tiba saja keluar lima poin kesepakatan bersama Forkopimda itu,” ujarnya.

Papa pekerja emas diminta menghentikan aktivitasnya. Sementara solusinya sampai saat ini tidak ada. “Tentunya ini sangat memberatkan kita,” kesalnya.

Dijelaskannya, selama ini masyarakat di Kabupaten Sintang menggantungkan hidupnya dengan mencari emas. Jika dilarangnya tanpa solusi, secara tidak langsung melumpuhkan mata pencarian mereka. “Untuk itu, kita sangat berharap Forkopimda dapat membuka mata dan telinganya dengan persoalan ini, agar segera mungkin mencarikan solusinya. Sebelum ada solusi, kami minta aktifitas kami tetap diperbolehkan,” tutup Asmidi.

Pekerja tambang emas lainnya, Amri Marwan mengatakan, pihaknya menyadari pekerjaan mereka melanggar hukum. Mereka bekerja sebagai penambang emas sejak tahun 1998. Menghentikan aktivitas mereka tanpa solusi sama saja dengan menyuruh penumpukan kapal terjun ke tengah laut. “Jika ditutup akan banyak angka pengangguran,” ucapnya.

Sebelum aktivitas PETI dilarang, mesti menyiapkan pekerjaan lain lebih dulu. Kalau tidak ada solusi yang dberikan, maka akan menimbulkan gejolak. “Jika tidak ada solusi, besok kami akan aksi damai dimana akan ada ribuan orang yang ikut,” ancam Amri.

Semetara itu, Ketua DPRD Sintang, Jeffray Edward menuturkan, ada yang telah melaporkan ke Mabes Polri perihal aktivitas PETI di Bumi Senentang itu. Seolah Polres Sintang tidak menertibkan atau menindak pekerjaan terlarang tersebut. “Lalu Pak Kapolres merasa jabatan dia dipertaruhkan dengan laporan ini. Maka tindakan penertiban harus dilakukan,” ungkapnya.

Pemkab Sintang kata dia, telah memberikan solusi, yaitu wilayah pertambangan rakyat (WPR). Pemkab Sintang akan memperjuangkan WPR tersebut. Namun, untuk aktivitas penambangan emas di sungai sepertinya tidak mungkin boleh lagi. “Kalau di darat, saya dan Bupati akan bantu komunikasikan dengan pak Gubernur agar dapat WPR,” janjinya.

Dikatakannya, untuk solusi yang bisa ditetapkan dari audiensi kemarin tidak mungkin. Pasalnya, solusi WPR perlu proses. “Ada solusi tapi pelan-pelan. Tidak bisa instan,” jelasnya.

“Kita tidak bisa melawan hukum. Saya berharap Forkopimda segera bertemu lagi untuk mencari solusi yang terbaik,” timpal Jefrray.

Ditambahkan Asisten III Setda Sintang, Henri Harahap, solusi WPR sudah menjadi kewenangan Pemprov Kalbar. Nantinya WPR ada peta khusus dan analisa yang mendalam. “Kami berharap masyarakat punya pekerjaan, tetapi memang PETI ini dilarang hukum,” tegasnya.

Air sungai kata dia, merupakan kepentingan umum. Untuk lalu lintas dan keperluan lainnya. Kapolres kalau tidak menindak PETI ini, akan disanksi juga dari pimpinannya. “Makanya kita berikan solusi WPR ini, tapi perlu waktu, tidak bisa solusi itu didapat dengan instan,” pungkas Henri.

Ketua Komisi A DPRD Sintang, Syahroni mengatakan, dirinya sudah komunikasi langsung dengan Gubernur Kalbar soal ini. Ia pun meminta semua pihak saling menghargai dalam menyelesaikan permasalahan PETI ini.Tidak mungkin ada solusi dalam waktu dekat. Sehingga masyarakat pekerja emas diminta harus bersabar. Sebab untuk persyaratan WPR tidak mudah. “Contohnya, harus ada pengolahan limbah dan lain sebagainya,” tuturnya.

Syahroni mengaku tidak bisa melarang pekerja PETI akan melakukan demo lantaran belum ada solusi dalam waktu dekat ini. Namun dia meningatkan, unjuk rasa harus dilakukan dengan tertib dan sesuai aturan.

Kasubbag ESDA Bagian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Energi Sumber Daya Alam Setda Sintang, Stephen Saroenandus menjelaskan, untuk syarat WPR maksimal 25 hektare satu wilayah. Sedangkan bagi perorangan bisa mencapai 5 hektare. Ada kajian lingkungan hidup, kajian kandungan emas, dan berapa lama bisa dilakukan penambangan.

“Pemda hanya bisa mengusulkan WPR ke provinsi. Kalau segera mendapatkan itu tidak mungkin, karena syaratnya itu banyak,” paparnya.

Pemda kata dia, selalu memikirkan rakyat. Tetapi Pemda juga harus melihat aturan yang ada. Di Perda tata ruang, hanya di Kecamatan Sepauk dan Ketungau Hulu yang boleh ada WPR. “Kami mau mencari solusi, tetapi kami tidak mau menabrak aturan yang ada,” pungkas Stephen.

Kasi Pengendalian Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Sintang, Yuda Prawiyanto mengatakan, setiap kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan harus mengurus izin lingkungan. Maka dari itu, penambang emas mesti ada izin tersebut. Karena masyarakat tidak bekerja PETI berhak atas lingkungan yang baik. “Maka kajian lingkungan wajib saat urus WPR nanti. Jadi ini tidak mudah dan memerlukan waktu,” lugas Yuda.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Polres Sintang akan menertibkan PETI di sepanjang Sungai Kapuas dan Melawi yang ada di Kabupaten Sintang. Pekerja PETI diberikan waktu sepekan, terhitung dari Senin (10/12).

 

Laporan: Saiful Fuat

Editor: Arman Hairiadi