Tanjab Barat terkenal sebagai salah satu daerah penghasil udang dan makanan laut lainnya di Provinsi Jambi. Cukup wajar jika terasi udang berkembang di daerah ini, seperti milik Mak Rokayah yang kini sudah go internasional
GATOT SUNARKO, Kualatungkal
eQuator.co.id – TERASI atau belacan adalah bumbu masak yang dibuat dari udang rebon yang kemudian melalui proses panjang mulai dari fermentasi, dijemur, digiling dan siap cetak.
Adalah Mak Rokayah, salah satu pengrajin terasi produksi rumahan asal Kota Kualatungkal Kabupaten Tanjab Barat yang sudah sukses membuat terasi dengan pangsa pasar mulai dari dalam negeri hingga mancanegara.
Saat disambangi Jambi Ekspres (Jawa Pos Group) suatu pagi pekan lalu, Mak Rokayah sedang sibuk mengolah udang rebon hasil laut yang baru saja ia ambil dari nelayan. Kesibukan tampak terlihat ketika Mak Rokayah mengolah udang yang kemudian difermentasikan untuk beberapa saat sebelum diolah kembali.
Tampak pula anak-anak dari Mak Rokayah sedang membantu packing produksi terasi, yang katanya akan dikirim ke Semarang, Jawa Tengah. Terasi yang Mak Rokaya buat adalah terasi bubuk dan terasi padat, terasi yang dibuatpun tanpa bahan pengawet dan tidak memakai pewarna sama sekali.
Pencapaian yang ia dapat saat ini bukanlah tanpa melalui kesulitan. Banyak suka duka yang ia alami sebelum seperti saat ini. Bermula pada tahun 1981, ia belajar mengolah terasi bersama warga kampung nelayan di Kota Kuala Tungkal. Pada saat itu modal awalnya Rp 350 dan hasil produksi dijual sebatas dalam Kota Kuala Tungkal.
Kegiatan pengolahan terasi selama belasan tahun yang awalnya secara manual kemudian terpantau oleh pemerintah, yang kemudian pada tahun 2000 Mak Rokaya dibantu dan dibimbing oleh pemerintah dalam memproduksi terasi. Bantuan berawal dari mengikuti pelatihan-pelatihan kemudian dibantu alat produksi hingga rumah nelayan yang berlokasi di sentra pengolahan hasil perikanan Jalan PPP Kelurahan Tungkal I Kabupaten Tanjab Barat dan saat ini menjadi tempatnya memproduksi terasi.
“Pada tahun 80-an saya melihat pembuatan terasi secara manual di kampung nelayan. Saya belajar kemudian bermodalkan 350 rupiah zaman dahulu, pembuatan dilakukan dengan cara manual. Pake cetakan paralon, ditumbuk lesung, kalau sekarang kita sudah pakai alat,” kisahnya saat dibincangi.
Diceritakannya, sukanya dalam membuat terasi ialah ketika dirinya bersama teman-teman koperasi sudah dibina oleh pemerintah dan langsung ada perkembangan. Dukanya, kalau dak ada bahan, misalnya saat kondisi laut sedang tinggi gelombang.
Ia mengaku, jika selama ia berproduksi tidak pernah mengalami kendala dalam pemasaran, banyak provinsi dan luar negeri yang ia pasok terasinya. Seperti, dikirim ke Batam, Tanjung Pinang, Dumai, Jakarta, Semarang, Surabaya, Padang, Sumatra Utara, Jambi, Singapura dan Malaysia.
“Kalau pemasaran, kami dak ada kendala. Terasi kami saya jamin satu tahun masih oke. Kita tak pernah pake pengawet dan pewarna. Karena mutunya kami jaga,” ujar ibu 9 orang anak ini.
Kata dia, proses pembuatan terasi dimulai dari nelayan, misalnya 100 kilo udang rebon basah. Dicampur dengan garam 7 kilo. Baru dimasukkan karung 1 hari satu malam. Kemudian dijemur hingga kering. Baru digiling. Baru produksi. Satu minggu lah, sampai kemasan. Untuk terasi padat jadinya 40 kilo. Untuk terasi bubuk jadinya 20 kilo.
Dirinya pun sudah sering diikutkan lomba ataupun pameran oleh pemerintah daerah, baika kabupaten atau pun pemerintah provinsi, hingga pusat. Selama membuat terasi sudah tiga kali mengikuti lomba dan semuanya mendapatkan juara 1. Ia pun mengaku sudah berjumpa dengan presiden pada kesempatan pameran ataupun undangan seperti Presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo pada tahun-tahun presiden tersebut menjabat.
“Alhamdulillah saat ini saya pun sudah bisa menjadi pelatih jika ada pelatihan pembuatan terasi. Saya berharap pemerintah terus dapat membantu saya bersama kelompoknya dalam mengembangkan usaha terasi bobok dan terasi padat yang diolah,” tutupnya. (*/Jambi Ekspres)