Kota Pontianak pernah mendapat penghargaan Adipura, yaitu ditahun 1993. Penghargaan Adipura itu menjadi yang pertama dan terakhir bagi Kota Pontianak.
Maulidi Murni, Pontianak
eQuator.co.id – KOTA Pontianak kembali diharapkan bisa meraih penghargaan Adipura. Adapun kekurangan bukanlah menjadi kelemahan. Tapi harus disempurnakan.
Anggota Komisi Vll DPR RI Maman Abdurrahman menegaskan, untuk mencapai Adipura semua harus bahu membahu. Terpenting, Komisi Vll DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) maupun Wali Kota, DPRD, serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak semuanya telah bersepakat tahun depan mengupayakan Adipura. Semangat tersebut akan semaksimal mungkin diwujudkan. “Mudah-mudahan semangat sinergitas stakeholder bisa terealisasi secepat mungkin,” katanya usai memberikan sambutan sosialisasi Pengembangan Bank Sampah Dalam Pengelolaan Infrastruktur Hijau Menuju Indonesia Bersih Sampah 2025 yang diselenggarakan Dirjen Sampah PSLB3 Kementerian LHK di aula rumah dinas Wakil Wali Kota Pontianak, Senin (12/11).
Maman memastikan akan mendukung semua program Wali Kota. Agar semua Kota Pontianak berseri. Ia berkeyakinan dengan niat yang serius, komunikasi baik dan sinergitas dengan semua stakeholder. Apalagi Komisi VII punya mitra yang bisa melakukan riset teknologi dan memanfaatkan semua teknologi. Semua itu akan tercipta.
“Semua yang hadir dipertemuan ini sepakat mengoptimalkan potensi yang ada. Pokoknya berjuang bersama-sama bagaimana caranya Kota Pontianak kedepannya semakin berseri,” ujarnya.
Mengapa permasalahan sampah harus benar-benar diselesaikan? Karena kata dia, spirit pertama adalah membuat yang terbaik untuk Kalbar, khususnya Pontianak. Semua berkepentingan menjaga ibu kota provinsi agar selalu bersih.
Pihaknya di DPR RI merupakan pengawasan dan budgeting dengan kementerian. Untuk itu, pihaknya mendorong dan meminta kepada Dirjen untuk betul-betul serius memperhatikan Kota Pontianak.
“Alhamdulillah karena semangat Komisi VII dan Kementerian yang spiritnya sama bagaimana memberikan kontribusi yang sebesar besarnya kepada masyarakat ataupun provinsi yang ada di Indonesia. Untuk itu kita hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan sampah,” papar Maman.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, pemerintah pusat memberikan prioritas yang besar dalam pengurangan sampah. Yaitu sebanyak 30 persen dan penanganan sampah 70 persen. Paradigma pengolalaan sampah yang dulu dipakai hanya kumpul, angkut dan buang sekarang berubah. Menjadikan sampah sesuatu yang membawa berkah, menambah pendapatan masyarakat. “Kota Pontianak sebetulnya saya melihat ada potensi untuk dilaksanakan pengurangan dan penanganan,” ucapnya.
Namun ada beberapa hal yang meski diperhatikan, yaitu tempat proses akhir sampah harus diperbaiki. Harus ada Bank Sampah induk. Mengingat Bank Sampah merupakan satu instrumen yang bisa menambah pendapatan masyarakat. “Sampah dipilah,” ucapnya.
Untuk yang organik dibuat kompos. Sedangkan unorganik dibawa ke Bank Sampah. Sehingga masyarakat mendapatkan pendapatan.
“Di sini, pak Wali Kota tadi saya ketemu bersama pak Maman Abdurrahman punya komitmen yang kuat. Sehingga kami dari pemerintah pusat akan membantu dan mensupervisi masalah pengolahan sampah dan lingkungan,” tutupnya.
Kepala DLH Kota Pontianak, Tinorma Butar Butar menyambut baik dorongan meraih Adipura. Semua kalangan tanpa terkecuali mesti bersama-sama berkolaborasi untuk mencapai keinginan itu. Dirinya merasa itu merupakan tantangan kedepannya. Untuk mewujudkan itu, maka harus bersinergi baik antara Pemkot, pemerintah pusat serta masyarakat.
“Adipura kita pernah dapat. Selama ini dari segi kebersihan dan penghijauan serta lokasi tertentu kita mendapatkan nilai tinggi,” jelasnya.
Adipura tidak hanya satu indikator, tapi ada banyak faktor. Termasuk kebersihan, keteduhan, insfrastukur, terminal, pasar, TPA. Penilaian yang paling tinggi ada di TPA. Karena nilai dari pengurangan sampah ada dia TPA. Apakah di TPA ada tempat pengolahan atau masih konvensional.
“Kita masih konvensional, tumpuk-tumpuk. Ditambah dengan kultur tanah, gambut saja dalamnya sampai 20 meter,” ujarnya.
Selain TPA, TPS juga termasuk dalam penilaian. Sekarang ini keberadaan TPS sudah tidak layak di tepi jalan. DLH sudah menutup puluhan TPS.
“Wali Kota sering menyampaikan dan konsen bahwa TPS di pinggir jalan ditiadakan. Karena masterplan persampahan yakni TPST disetiap kecamatan, makanya didorong untuk bantuan roda tiga untuk sampah,” pungkas Tinorma. (*)