Guru Honor Merasa Terzalimi

Penerimaan CPNS Dibatasi Usia

Yuyun (kanan) dan Heni

eQuator.co.id – PUTUSSIBAU-RK. Adanya pembatasan usia dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2018 membuat guru-guru honor di Kabupaten Kapuas Hulu merasa terzalimi. Lantaran akibat pembatasan umur tersebut, mereka tidak bisa mengikuti pendaftaran CPNS.

Heni, salah satu guru honor yang bertugas di SMPN 5 Putussibau mengaku sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut. Padahal ia sangat ingin bersaing menjadi abdi negara seperti yang lainnya. “Tapi karena usia yang bisa ikut pendaftaran CPNS itu 35 tahun ke bawah, saya pun jadi pupus harapan. Karena usia saya sudah 46 tahun,” katanya, Rabu (7/11).

Guru Bidang Agama Katolik ini mengatakan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak memberikan perhatian kepada guru honor. Sementara banyak guru honor yang bertugas lebih dari 10 tahun. “Saya saja sudah 15 tahun menjadi guru honor dengan upah saat ini hanya Rp800-Rp900 ribu,” ungkap guru honor sejak 2003 ini.

Heni sangat berharap agar dirinya dan guru honor lainnya sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun dapat diangkat langsung menjadi PNS tanpa tes. Karena dengan upah sebagai guru honor saat ini sangat tidak cukup. “Untuk menambah penghasilan saya buka warung kecil-kecilan di sekolah,” ucapnya.

Heni berharap pemerintah dapat memprioritaskan putra-putri daerah yang menjadi abdi negara. Mengingat di daerah masih banyak lulusan sarjana yang menganggur.

“Pemerintah setempat mesti mengutamakan putra daerah menjadi abdi negara ketimbang dari luar,” harap Heni.

Keluhan serupa diungkapkan Yuyun, Guru Honor SMPN 5 Putussibau. Menurutnya, pemerintah pusat berlaku tidak adil dengan guru honor dalam penerimaan CPNS tahun ini. “Umur saya saja 36 tahun, gara-gara ada kebijakan batas usia, saya tidak bisa daftar CPNS,” katanya.

Senada, Yuyun juga merasa pemerintah telah berbuat zalim terhadap para guru honor. Padahal para guru honor ini sudah mengabdi sebelum adanya pembukaan penerimaan CPNS.

“Saya 12 tahun menjadi guru honor, sebenarnya saya mau mendaftar CPNS, jadi terhambat karena ada aturan batas usia,” katanya.

Dirinya pun sangat mengharapkan dari pemerintah pusat maupun daerah agar tenaga honor dapat diangkat jadi abdi negara. Guru honor tidak perlu pakai tes, karena sudah lama mengabdi. “Makanya merasa terzalimi dengan aturan pemerintah ini,” ucap Yuyun.

Sementara itu, Pengamat Pendidikan Kalbar H. Samion H. AR mengungkapkan, kebijakan batas usia dalam penerimaan CPNS tahun ini tidak menghargai pengabdian yang sudah diberikan para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi. Padahal saat ini kondisi guru berstatus PNS di Kalbar masih kurang.

“Kalau pemerintah benar-benar komitmen membangun anak bangsa, standar pelayanan minimal untuk tenaga kependidikan di setiap sekolah,” terangnya.

Mantan Rektor IKIP PGRI Pontianak ini menjelaskan, idealnya untuk SD berjumlah 11 tenaga. Seorang kepala sekolah, operator sekolah, pesuruh sekolah dan delapan orang guru. Delapan orang itu, guru kelas 1 sampai 6. Kemudian ada guru bidang studi, guru bidang studi penjaskes dan agama.

“Itu kalau agamanya anaknya ada satu, kalau lebih berarti dua dan seterusnya. Walaupun anaknya beberapa orang, paling tidak 11 tenaga guru,” jelasnya.

Namun ironisnya kata Simon, di Kalbar termasuk sejumlah SD di Kabupaten Kapuas Hulu hanya diisi beberapa guru PNS. Sementara kelas ada 6. “Sebagian besar untuk menutupi itu dengan guru honor dan kontrak,” sebutnya.

Sementara para guru honor ada yang sudah mengabdi sampai 5 hingga lebih dari 10 tahun. Namun ketika pendaftaran CPNS dibuka, ada persyaratan yang membuat para guru honor merasa dizalimi. “Karena batas maksimal 35 tahun yang ditetapkan pemerintah,” paparnya.

Lanjut Samion, apa yang telah dilakukan para guru honorer selama ini yang mengabdi hingga belasan tahun sepertinya sia-sia. Karena tidak menjadi perhatian pemerintah. Harusnya ini diakomodir. “Kalau mereka difasilitasi, harus dengan cara yang bisa membuat mereka puas,” ucapnya.

Misal kata dia, untuk prioritas pengangkatan PNS mesti guru honor dan guru kontrak berdasarkan klasifikasi.

“Misal guru honor di suatu sekolah sudah ada 10 sampai 15 tahun mengabdi itu harus diprioritaskan, karena usia mereka mengabdi sudah cukup lama,” demikian Simon.

 

Laporan: Andreas

Editor: Arman Hairiadi