Rugi Bandar

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Buamin seorang petani miskin. Ia sekeluarga tinggal di Dusun Judeg, Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tak jauh dari kawasan hutan milik Perhutani.

Sudah beberapa hari ini, Buamin menginap di ruang tahanan Polsek Pagak. Perhutani menuduhnya mencuri tiga batang kayu sonokeling dari kawasan hutan Sengguruh.

Polres Malang sudah berupaya memediasi Perhutani dan Buamin. Tapi upaya polisi tampaknya buntu. Perhutani menolak. Alhasil, Buamin harus menjalani proses hukum.

Perhutani bukan baru sekali ini mengadukan warga atas perkara remeh temeh. Beberapa waktu lalu, ada seorang nenek miskin yang diadili karena dituduh mencuri kayu jati.

Langkah hukum yang ditempuh Perhutani tentu saja tidak salah. Perhutani bertanggung jawab untuk menjaga asset perusahaannya. Termasuk tiga batang sonokeling itu.

Tetapi dalam aspek sosiologis, Perhutani kemudian menjadi pihak yang posisinya tidak diuntungkan. Pasti akan menimbulkan pertanyaan publik, segede Perhutani kok mengurus persoalan yang remeh-temeh? Mengapa tidak diselesaikan baik-baik di luar jalur hukum?

Hukum ditetapkan negara untuk menyelesaikan konflik. Tetapi pendekatan hukum bukanlah satu-satunya saluran. Perhutani mungkin perlu mencoba saluran lain. Misalnya: pendekatan sosial-ekonomi. Problem-problem dengan masyarakat terkait pencurian kayu pada umumnya berakar pada kemiskinan.

Sifat hukum itu kaku dan keras. Karena itu, hukum di satu sisi bisa menimbulkan efek jera. Tetapi, sifat kaku dan keras itu sebenarnya menjadi kelemahan hukum itu sendiri. Konflik yang diselesaikan melalui jalur hukum sering menyisakan dendam tak berkesudahan. Apalagi kalau perkaranya sepele dan dalam proses hukumnya terjadi kecurangan.

Dalam kuliah sosiologi hukum, dulu, tahun 1986, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH sering mengingatkan agar hukum digunakan sebagai sarana terakhir, setelah pranata sosial tidak bisa menyelesaikan persoalan. Apalagi kalau biaya berperkara ternyata jauh lebih mahal dibanding nilai tiga batang kayu sonokeling itu. Bisa rugi bandar, namanya. (jto)

 

*Admin www.disway.id, pegiat sociopreneur