Luhut-Sri Mulyani Jelaskan Insiden Bali

Penuhi Panggilan Bawaslu Terkait Dugaan Pelanggaran Kampanye

eQuator.co.idJAKARTA – RK. Menteri Keuangan Sri Mulyani melangkah dengan sedikit bergegas saat keluar dari gedung Bawaslu menjelang petang kemarin (2/11). Dia baru saja menjalani pemeriksaan sekitar 1,5 jam terkait insiden di penutupan Annual Meeting IMF-World Bank di Bali. Sekitar setengah jam sebelumnya, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga keluar setelah diperiksa.

Sri Mulyani yang saat itu mengenakan setelan dominan putih dan bawahan hitam irit berkomentar. Dia hanya menyampaikan bahwa Bawaslu menanyakan kejadian yang berlangsung saat sesi konferensi pers tersebut. ”Ya ditanyakan ke Bawaslu saja ya,” ucapnya seraya berlalu menuju mobilnya.

Ani –sapaan Sri Mulyani– dan Luhut dilaporkan ke Bawaslu oleh salah seorang warga atas gestur yang ditunjukkan di penutupan pertemuan kala itu. Ani mengoreksi simbol dua jari yang diacungkan Direktur Pelaksana IMF Christine Madeleine Odette Lagarde. Kemudian menyampaikan bahwa saat ini simbol V atau dua jari berarti Prabowo Subianto. Sedangkan simbol Joko Widodo (Jokowi) adalah satu jari.

Berbeda dengan Ani, Luhut bersedia memberikan sejumlah penjelasan kepada awak media yang menunggunya. Menurut dia, tidak ada kejadian sebagaimana yang dituduhkan para pelapor. ”Boro-boro mikir kampanye. Kita masih sibuk dengan kerja di sana,” ujarnya.

Luhut memastikan, tidak ada kaitan antara kegiatan tersebut dan masa kampanye yang saat ini dijalani Presiden Jokowi selaku capres petahana. Lantas, apa yang terjadi? Menurut Luhut, yang dilakukannya saat itu spontan saja. ”Kita bilang Indonesia nomor satu, great Indonesia,” lanjut mantan komandan pertama Detasemen 81 Kopassus tersebut.

Saat itu, ungkap Luhut, dirinya hanya meluapkan kegembiraan bersama Lagarde dan Presiden World Bank Jim Yong Kim. Alasannya, tidak terbayangkan, Indonesia mampu membuat pertemuan IMF-World Bank, yang notabene pertemuan kelas dunia. ”Itu membawa, mengangkat, Indonesia pada standar yang lebih tinggi dari yang kami bayangkan. Itu saja,” lanjutnya.

Luhut yakin tidak ada aturan pemilu yang dilanggarnya. ”Kan saya baca undang-undangnya. Tidak ada satu pun yang saya langgar,” tambahnya. Sedangkan Ani hanya mengingatkan apa makna simbol 1 dan 2 di Indonesia saat ini.

Sementara itu, Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan bahwa Luhut dan Ani diperiksa terpisah. Namun, waktunya bersamaan di ruangan berbeda. ”Kami siapkan 28 pertanyaan seputar isi laporan yang disampaikan pelapor,” ujarnya seusai pemeriksaan kemarin.

Pelapor, lanjut Ratna, menduga ada pelanggaran UU Pemilu yang dilakukan Luhut dan Ani, yakni pasal 282, 283, dan 457. Pasal itu berisi tindakan pejabat negara yang menguntungkan atau merugikan paslon tertentu saat kegiatan kampanye. Luhut dan Ani sudah memberikan jawaban dan akan dijadikan bahan analisis.

Beberapa hal yang ditanyakan, misalnya, siapa penyelenggara kegiatan itu. ”Kemudian apa maksud gestur yang ada di video itu. Apa maksud kata-kata yang ada dalam potongan video itu,” lanjutnya.

Keduanya sudah memberikan penjelasan sesuai dengan apa yang ditanyakan. Meskipun demikian, Ratna menolak membeberkan jawaban Ani maupun Luhut. Jawaban dua menteri itu masuk berita acara klarifikasi. Untuk saat ini, jelas Ratna, belum ada kesimpulan apa pun atas perkara tersebut. ”Nanti (disampaikan, Red) setelah kami melakukan analisis dan kajian,” ucap perempuan kelahiran Palu, Sulteng, itu.

Disinggung lamanya pemeriksaan Sri Mulyani dibanding Luhut, Ratna beralasan bahwa pengembangannya berbeda. Pada dasarnya, pertanyaannya sama saja. Penekanannya berdasar potongan video yang beredar. ”Kalau Bu Sri (Mulyani) kan ada mengucapkan kata-kata. Itu yang kami tanyakan,” ucap Ratna.

Klarifikasi Luhut dan Ani akan dihubungkan dengan barang bukti yang ada. Juga isi laporan pelapor beserta keterangan saksi yang telah diajukan. Setelah ini tidak ada lagi pemeriksaan karena Bawaslu sudah memeriksa pelapor, saksi, dan terlapor. Bawaslu akan menganalisis perkara itu dalam satu dua hari ke depan dan dilanjutkan rapat pleno untuk memutuskan.

Paling lambat Kamis (8/11) publik sudah bisa mengetahui hasilnya. Bila tidak terbukti bersalah, putusannya adalah laporan tersebut tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu. ”Tapi, kalau terbukti, akan kami teruskan ke penyidik kepolisian,” tambahnya. Pembahasan kasus itu juga sudah melibatkan sentra gakkumdu. (Jawa Pos/JPG)