eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pesawat Boeing 737 MAX 8 milik PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) mengalami kecelakaan di Laut Jawa, tepatnya di utara Bekasi, Jawa Barat. 189 orang menjadi korban, termasuk AKBP Sekar Maulana, mantan Kasat Reskrim Poltabes (sekarang Polresta) Pontianak.
Pesawat dengan nomor penerbangan JT-610 itu take off dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandar Depati Amir, Pangkal Pinang. Take off dari Bandara Soekarno Hatta pada 06.20. Tidak lama berselang, menara kontrol di Jakarta kehilangan kontak. Di koordinat 05º 49.727 S – 107º 07.460 E atau di perairan utara Karawang Bekasi, Jawa Barat Tug Boat AS Jaya 11 melihat pesawat tersebut jatuh.
Kasat Reskrim Kompol M. Husni Ramli mengaku kenal baik dengan AKBP Sekar Maulana. Dirinya sangat terkejut mengetahui, rekannya yang juga pernah bertugas di Polda Kalbar tersebut menjadi salah seorang korban pesawat naas. “Saya kenal yang bersangkutan karena pernah tugas di Kalbar,” jelasnya kepada Rakyat Kalbar, Senin (29/10) malam.
Terakhir, AKBP Sekar Maulana bertugas di Polda Bangka Belitung. Menurut Husni, sebelum tragedi tersebut ia sempat berkomunikasi dengan AKBP Sekar Maulana. “Dua minggu yang lalu saya sempat berkomunikasi kepada beliau lewat sambungan telepon,” ungkapnya.
Dimata Husni, AKBP Sekar Maulana memiliki kepribadian yang baik. “Dia baik, pendiam dan patut diteladani,” tutup Husni.
Dikutip dari Jawa Pos, Kepala Basarnas M Syaugi mengatakan, pihaknya menerima informasi dari air traffic control (ATC) Jakarta kalau JT-610 hilang kontak. ”Pesawat ada di ketinggian 2.500 ft saat itu,” ungkapnya. Sedangkan untuk kecepatan mencapai 340 knot.
Basarnas pun segera memberangkatkan pasukan. Untuk menyisir, mereka menggunakan kapal laut dan helikopter. Sekitar 150 anggota Basarnas dikerahkan. ”Begitu sampai di lokasi kami menemukan puing pesawat, pelampung, hp, dan beberapa potongan tubuh. Itu lokasinya 2 nautical mile dari koordinat yang diberikan ATC,” ucapnya. Nelayan, TNI, dan Polri pun membantu menyisir di permukaan.
Tidak berhenti pencarian di permukaan, Basarnas melakukan penyelaman. Kedalaman laut di lokasi tersebut mencapai 30 hingga 35 meter. Sayangnya hingga kemarin, belum ditemukan bangkai pesawat. Direktur Operasional SAR Bambang Suryoaji menambahkan bahwa pihaknya akan menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) pada KRI Rigel milik TNI AL. ”Untuk membantu menemukan bangkai kapal, ROV saja cukup,”tuturnya.
Basarnas juga akan menggandeng Kapal Riset milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) KR Baruna Jaya I. Kapal tersebut fokus dalam pencarian Kotak Hitam pesawat Lion Air JT 610. Deputi BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) Hammam Riza menuturkan Kapal Riset Baruna Jaya I telah dilengkapi peralatan canggih untuk menemukan kotak hitam atau black box pesawat.
”Kami telah diminta oleh KNKT dan akan koordinasi dengan Basarnas untuk melakukan operasi ini. Kapal Baruna Jaya I akan kami berangkatkan nanti malam (kemarin malam, Red) atau paling lambat esok pagi (hari ini, Red), dari Dermaga Muara Baru,” ungkapnya.
Diutarakan lebih lanjut oleh Deputi TPSA, bahwa BPPT sebelumnya dengan Kapal Baruna Jaya juga telah membantu menemukan kotak hitam pesawat Air Asia QZ 8501, awal Tahun 2015 silam. Baruna Jaya juga turut membantu proses identifikasi Kapal Sinar Bangun di Perairan Danau Toba.
Pencarian bangkai pesawat ini betul-betul menjadi perhatian Basarnas. Bambang memprediksi jika masih banyak penumpang yang ada di bangkai kapal. Hal tersebut mengingat jumlah potongan tubuh korban yang ditemukan. ”Total ada enam kantong jenasah yang kami temukan. Seluruhnya dibawa ke RS Polri. Sementara serpihan pesawat kami kirimkan ke KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi, Red),” ujarnya.
Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono yang ditemui ditempat yang sama menuturkan bahwa pesawat dengan nomor registerasi PK-LQP merupakan pesawat baru. Sekitar Agustus lalu baru mengudara. Sehingga jam terbangnya pun baru 800 jam. ”Black box dan investigasi sedang dilakukan,” tuturnya.
Bahkan, untuk tambahan, bantuan peralatan dari Singapura pun didatangkan. Tadi malam, bantuan tersebut tiba di Jakarta dan langsung dibawa ke lokasi. “Singapura bawa alat yang lebih baik lebih sensitif mencari Blackbox,” ujarnya tadi malam.
Pencarian Blackbox itu diharapkan bisa membuka penyebab kecelakaan tersebut secara lebih pasti. Termasuk untuk menguak dibalik permintaan pilot meminta izin melakukan RTB ke pihak bandara Soekarno Hatta. “Nanti akan kelihatan alasannya,” ujarnya.
Jika melihat kondisi lapangan dan peralatan yang dibawa, dia optimis, upaya pencarian akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan upaya di Danau Toba lalu. Pihaknya sendiri menetapkan tahap awal pencarian selama tujuh hari. Jika belum ditemukan ada tiga hari tambahan. “Itu bisa ditambah lagi,” ungkapnya.
Dia belum berani memastikan bagaimana kondisi pesawat sebelum terbang. Termasuk adanya dugaan pesawat mengalami kerusakan sejak Minggu malam terbang dari Bali menuju Jakarta. ”Nanti tunggu laporan dari mekaniknya dulu,” ujarnya.
Rasa duka mendalam tampak dirasakan keluarga Rabagus Nurwito Desi Putra, 27, teknisi Lion Air yang merupakan salah satu kru pesawat Lion Air nomor penenerbangan JT 610. Rasa sedih dan duka tersebut tampak begitu jelas dan dirasakan terlebih bagi sang istri, Gea Ayu Sofa Anggreini, 26. Ditemui di rumah kakeknya di Jalan Kompleks Unilever Blok E No. 3, RT 3, RW 06, Karang Mulya, Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, dia tampak begitu sedih.
Bahkan, dia belum mau banyak bicara terkait dengan musibah jatuhnya pesawat tersebut. “Suami saya memang sering berangkat ikut pesawat. Dan ketemu terakhir kemarin. Tapi tidak ada yang aneh. Pesan apa pun juga tidak ada. Sekarang berharap yang terbaik saja,” katanya lirih.
Sementara itu, Wasito yang merupakan kakek dari istri Rabagus menerangkan, Rabagus bekerja di teknis pesawat tersebut kurang lebih sudah selama lima tahun dan sudah biasa ikut terbang. Namun, pada Minggu sore sekitar pukul 17.00, Rabagus sempat merasa malas, capek, dan tidak mau berangkat bekerja. “Tapi malamnya tetap berangkat juga. Saya tidak tahu pastinya berangkat jam berapa. Karena dia tidak tinggal di sini,” katanya.
Dikatakan Wasito, Rabagus tinggal bersama istri dan anaknya mengontrak tidak jauh dari rumahnya. Hanya saja, cucunya tersebut sering tinggal dan ikut bersamanya. Rabagus dan istrinya tersebut, diketahui merupakan warga Madura. Kedua orang tuanya semua juga tinggal di Madura. “Suaminya itu kan sering kerja, jadi istri dan anaknya sering di sini,” terangnya.
Menurut Wasito, Rabagus dan istrinya tersebut baru memiliki seorang anak. Anaknya laki-laki yang saat ini baru berusia satu tahun. Bahkan, pada tanggap 23 Oktober lalu baru genap berulang tahun yang ke satu tahun. “Anaknya sering saya ajak keliling-keliling digendong dengan jalan sekitar kompleks. Anaknya juga tidak rewelan,” ungkapnya.
Wasito juga mengatakan, Rabagus merupakan sosok yang baik dan juga sholeh. Dia juga merupakan sosok yang hormat kepada orang tua. “Tingkah laku dan etikanya juga baik, rajin ibadahnya. Bagi seumuran dia, mungkin bisa dibilang lebih rajin bila dibandingkan lainnya,” ucapnya.
Dengan adanya kejadian itu, saat ini dia dan keluarga pun berharap yang terbaik. Sebab, melihat kondisi yang ada memang sangat sudah tidak memungkinkan lagi. “Kita pasrah. Dan kita memang sudah tidak bisa berbuat banyak lagi, tidak bisa melawan takdir. Dan ini kami anggap sebagai ujian,” ucapnya.
Muhammad Noerachman, 52, ayah Rabagus, mengaku kaget mendengar informasi pesawat yang ditumpangi anaknya dikabarkan jatuh. Dia mengaku baru mendengar kabar duka itu dari salah seorang anggota keluarga sekitar pukul 09.30. Upaya menghubungi Rabagus dilakukan. Namun tidak bisa.
”Saya baru menerima informasi kalau anak saya pesawatnya terbang kemudian hilang kontak. Dari keluarga informasinya,” tutur pria yang tinggal di Kampung Kaskel, Kelurahan Kemayoran, Bangkalan, itu kepada Jawa Pos Radar Madura.
Ketua RT 3, RW 3, kelurahan setempat, itu juga mengaku belum menerima informasi yang jelas mengenai kondisi anak pertamanya dari lima bersaudara tersebut. Dia tak menyangka anaknya yang kini sudah berusia 27 tahun itu menjadi salah satu di antara 189 orang yang ada di dalam pesawat Lion Air JT-610.
”Belum ada kabar jelas yang kami terima. Belum tahu selamat atau tidak,” ucap pria yang bertugas di bagian perlengkapan Pemkab Bangkalan itu.
Rabagus baru dua tahun mengarungi mahligai rumah tangga dengan Ghea Sofa Anggraini. Dari keduanya, dia dikaruniai seorang putra bernama Azka Khairon Rafasha. Usianya belum satu tahun. Keluarga kecil itu tinggal di Jakarta. Pemuda kelahiran 5 Desember 1991 tersebut bergabung dengan maskapai penerbangan Lion Air sejak tujuh tahun silam.
R. Ayu Wiwinda Hayati, ibunda Rabagus, juga syok mendengar informasi yang diterima. Mata Pak Encung –sapaan akrab Muhammad Noerachman– berkaca-kaca. Menyimpan kepedihan. ”Harapannya bisa segera ditemukan. Semoga selamat. Apa pun yang terjadi, mudah-mudahan cepat ditemukan,” harapnya sembari meminta untuk menenangkan diri.
Dia memohon maaf tidak bisa memberikan keterangan lebih banyak mengenai musibah yang menimpa anaknya tersebut. Di rumah keluarga Rabagus di Kelurahan Kemayoran, Bangkalan, banyak sanak saudara dan kerabat yang datang silih berganti. Memberikan semangat kepada keluarga.
Sementara itu, Ghani, 59, paman Rabagus, mengatakan, dirinya baru mendapat kabar jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 dari pemberitaan di televisi. Kemudian baru mendapat kabar jika di dalam pesawat yang diperkirakan baru terbang dengan ketinggian sekitar 2.500 meter itu ada ponakannya.
Pria asal Desa/Kecamatan Burneh, Bangkalan, itu merupakan kakak Pak Encung. Di mata keluarga, Rabagus dikenal sosok pendiam. Tidak banyak tingkah. Pekerja keras dan sosok yang baik. ”Semoga segera ada informasi yang jelas,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani kemarin mendatangi kantor Basarnas. Kedatangannya tersebut sebagai bentuk dukungan karena ada 21 pegawainya yang menjadi korban.
”Para Pegawai Kemenkeu yang menjadi penumpang pesawat Lion Air JT610 bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkalpinang dalam rangka tugas,” katanya kemarin. Seluruh pegawai Kemenkeu tersebut bertugas di kantor vertikal Kemenkeu wilayah Pangkalpinang.
Sebelumnya, para pegawai tersebut ada yang mengikuti rangkaian kegiatan Hari Oeang ke-72 pada 27 Oktober lalu di Jakarta. Selain itu juga ada yang mendapatkan panggilan tugas rapat koordinasi di Jakarta sekaligus memanfaatkan momen akhir pekan untuk berkumpul bersama keluarga yang ada di Jakarta.
Selain pegawai Kemenkeu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga ikut kehilangan. 10 pegawai BPK dan dua pegawai BPKP turut menjadi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610. Ke-10 pegawai BPK yang menjadi korban antara lain Harwinoko, Martua Sahata, Dicky Jatnika, Achmad Sobih Inajatulllah, Imam Riyanto, Yunita Sapitri, Yoga Perdana, Resky Amalia, Yulia Silviyanti serta Zuiva Puspitaningrum.
”Kami cukup terpukul juga karena cukup banyak karyawan kami yang kena musibah di Lion Air ini,” kata Anggota III BPK Achsanul Qosasi. Sejumlah karyawan BPK yang menjadi korban itu mayoritas adalah karyawan BPK yang ditempatkan di Bangka Belitung. Bahkan Harwinoko, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPK Perwakilan Provinsi Bangka Belitung, juga ikut menjadi korban.
Achsanul menjelaskan, para pegawai tersebut berniat kembali dari Jakarta ke homebase mereka di Pangkalpinang. Untuk sampai di kantor pukul 08.00 WIB, mereka mengambil penerbangan pagi dengan Lion Air. “Jam 07.10 WIB diperkirakan sudah ada di Pangkalpinang,” lanjutnya.
Setelah mengetahui ada pegawai BPK yang menjadi korban, BPK pun menggelar sholat ghoib berjamaah. BPK juga membuat posko dan memberikan layanan informasi untuk keluarga korban. BPK juga mengupayakan layanan untuk keluaga korban jika ingin datang langsung ke Karawang. Layanan tersebut dikoordinasikan dengan Basarnas dan TNI. Achsanul masih berharap ada jenazah pegawai BPK yang bisa ditemukan.
Sementara itu, dari BPKP, tercatat dua auditor dari Perwakilan BPKP Provinsi Bangka Belitung yang menjadi korban. Mereka adalah Haris Budianto dan Putri Yuniarsi. Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP Syaifudin Tagamal mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan keluarga korban. “Pegawai BPKP sudah mengantarkan keluarga ke RS Polri Kramat Jati Jakarta untuk diambil sampel DNA, sambil menunggu perkembangan di RS tersebut,” jelasnya.
Ucapan belasungkawa juga datang dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Siti ikut memantau proses evakuasi pesawat Lion Air JT 610. Salah satu pejabat eselon III KLHK yang menjadi korban. ”Mohon doanya, semoga seluruh proses evakuasi oleh tim berjalan lancar. Saya masih berharap menunggu kabar baik,’” ujarnya.
Ucapan duka juga datang dari Ketua Ikatan Pilot Indonesia (IPI) Capt Rama Noya. Rama mengaku bahwa dia pernah satu penerbangan dengan Capt. Bhavye Suneja, pilot pesawat Lion Air JT 610 itu. ”Saya pernah satu penerbangan dengan pilot tersebut. Dia jadi copilot saya pada tahun 2015,” ungkapnya. Dalam penerbangan tersebut, Bhavye yang merupakan ekspatriat India bersikap ramah dan menyenangkan.
Laporan: Andi Ridwansyah, Jawa Pos/JPG
Editor: Arman Hairiadi