eQuator.co.id – Ini drama kedua. Kelanjutan dari drama April di Pamunjom.
Begitu tulus. Kim Jong-Un menerima kedatangan Moon Jae-In. Di drama kedua ini. Bulan lalu. Seperti dua bersaudara. Seperti sudah melupakan ini: dua negara itu resminya masih dalam status perang. Hanya sedang dalam masa gencatan senjata.
Di Pyongyang, Moon Jae-In diterima di stadion terbesar di dunia itu. 120 ribu rakyat Korut menyambutnya. Dengan hangat. Dengan meriah. Memenuhi tempat duduk stadion.
Masih ada 100 ribu orang lagi: memainkan berbagai atraksi. Di tengah stadion.
Moon Jae-In menyaksikan atraksi itu dengan banyak bertepuk tangan. Satu jam kemudian ia menoleh ke tempat duduk Kim Jong-Un. Berbicara sesuatu.
Ternyata Moon Jae-In minta izin: bolehkah menyampaikan sesuatu langsung pada rakyat Korut? Ia minta ijin untuk berpidato.
Mendengar permintaan itu Kim Jong-Un langsung berdiri. Menuju mikrofon. Memberitahukan bahwa tamunya akan berpidato. Agar rakyat mendengarkan baik-baik. Tepuk tangan menggemuruh.
Acara malam itu memang tidak pakai MC. Semua mengalir begitu saja. Entah sudah diskenario atau tidak.
Selesai Kim Jong-Un memberi kata pengantar, Moon Jae-In berdiri. Pidato. Pendek. Lima menit. Tapi mendalam. Tepuk tangan menggemuruh.
Moon Jae-In memuji habis rakyat Korea Utara. Dan pemimpin mereka. Dalam satu istilah bahasa Korea. Yang artinya panjang: sebuah negara yang antara rakyat dan pemimpinnya bersatu dalam satu tekad dan satu hati.
Begitu mengesankan acara malam itu.
Keesokan harinya ada yang aneh: Moon Jae-In tidak jadi pulang. Di luar jadwal, presiden Korea Selatan itu ke gunung Baekdu. Yang harus ditempuh dengan pesawat. Satu jam penerbangan.
Rupanya Moon Jae-In ingat. Ia pernah berjanji pada Kim Jong-Un. April lalu. Saat keduanya berjalan bergandengan. Di Pamunjom. Di perbatasan. Gandengan tangan yang sangat legendaris itu.
Janji Moon Jae-In adalah: suatu saat akan ke gunung Baekdu. Yang sering juga disebut gunung Baektu.
Janji itu sangat mengena di hati orang Korea Utara. Menandakan pengakuan terhadap simbol bersama dua Korea.
Baekdu adalah gunung tertinggi di semenanjung Korea: 2.956 meter. Letaknya di ujung utara Korea Utara. Di perbatasan antara Korea dan Tiongkok.
Gunung Baekdu dipercaya sebagai asal usul bangsa Korea. Dari situlah suku asli Korea berasal. Leluhur tertua. Sebelum akhirnya menyebar. Ke seluruh Korea. Berlanjut ke pulau-pulau di timur. Yang sekarang disebut Jepang.
Orang Korea menganggap Baekdu sebagai gunung bertuah. Mistis. Ziarah ke sana merupakan satu keharusan.
Dari gunung ini pula bapak pejuang Korea Utara memulai perlawanannya: Kim Il-Sung. Melawan Jepang. Sejak umur 14 tahun. Kakek Kim Jong-Un itu.
Waktu terdesak dulu Kim Il-Sung mundur jauh ke Baekdu. Untuk kembali menyusun kekuatan. Lalu membebaskan seluruh Korea. Dari penjajahan Jepang.
Baekdu berarti selalu putih. Puncaknya selalu bersalju.
Gunung ini sangat tua. Sebelum tahun masehi Baekdu sangat tinggi. Lalu meletus dahsyat. Tercatat sebagai salah satu dari lima letusan gunung terbesar dalam sejarah dunia.
Yang terbesar adalah letusan gunung di Yunani. Yang bekas gunungnya sampai menjadi teluk: Santorini. Yang kini menjadi daerah tujuan wisata paling populer di Yunani: Pulau Santorini.
Yang terbesar ketiga dan keempat adalah gunung Tambora dan gunung Samalas. Dua-duanya di NTB, Indonesia. Gunung Samalas lenyap sama sekali. Tinggal anaknya: Rinjani. Letusan terbesar kelima ada di Selandia Baru.
Di puncak gunung Baekdu pun sampai tercipta kawah. Berbentuk danau. Seperti di gunung Toba, di Sumut.
Di Korea juga ada kepercayaan: segala hal tercipta secara berpasangan. Baekdu pun punya pasangan: gunung Halla. Lokasinya di pulau paling selatan Korea Selatan.
Baekdu dipercaya sebagai suami. Halla adalah istri.
Dalam legenda Korea diceritakan: ada terowongan air besar di bawah sana. Yang menghubungkan gunung Baekdu dan gunung Halla.
Dua gunung itu bukan main populernya. Sama-sama jadi pusat wisata.
Maka mempersatukan dua Korea adalah mendekatkan kembali suami istri itu. Yang dipisahkan oleh penjajahan Jepang.
Moon Jae-In sudah ke Baekdu. Kapan Kim Jong-Un ke Halla? (dis)